BERTUMBUH DAN BERKEMBANG DARI DASAR (Bagian 1)

Seorang teman bertanya pada saya : menurutmu, apa yang sekiranya harus dilakukan Adonara, pemerintahan maupun warga masyarakatnya, jika ia menjadi kabupaten: suatu pembangunan yang bagaimanakah yang mesti dilakukan mereka. Pertanyaan ini melahirkan tulisan ini.

Besar harapan saya, gagasan-gagasan yang dikemukakan ini diperdebatkan, didiskusikan, agar suatu kebenaran baru di sekitar "hakekat pembangunan" dapat kita peroleh. Penulis percaya, kebenaran akan selalu membimbing kita ke arah yang lebih baik. Karena itu semua kita berkepentingan dengannya, apalagi mereka-mereka yang digaji untuk memperbaiki nasib orang banyak.

"Bertumbuh Dan Berkembang Dari Dasar" coba melihat suatu pendasaran yang kuat. Pembangunan tidak selalu identik dengan pencakar-pencakar langit, mega-mega proyek, barang-barang mewah, teknologi-teknologi canggih, sembari mencampakan produk-produk kebudayaan sendiri, juga sembari mencampakan seluruh tata nilai lokal yang juga universal : kesederhanaan, kejujuran, solidaritas, tolong-menolong-"gemohin".

Dari Mana, Dengan Siapa Dan Apa

Pembangunan tidak selalu berangkat dari titik nol. Dengan demikian masyarakat yang mau dibangun itu sudah memiliki sesuatu, paling kurang manusianya-pekerjaanya. Inilah yang penulis mau katakan sebagai dasar. Sebagian besar warga Adonara tinggal di pedesaan. Dan desa dapat diidentikan dengan pertanian. Maka dasar untuk pembangunan kita adalah petani-pertanian (dalam arti luas).

Tak ada data spesifik tentang penghasilan rata-rata setiap petani/rumah tangga petani yang penulis miliki untuk dapat dipakai menggolongkan setiap petani/rumah tangga petani ke dalam tingkat kemampuan ekonomi tertentu. Tapi predikat kita NTT sebagai propinsi "Nasib Tidak Tentu", dan pangkat kabupaten kita sebagai kabupaten miskin (termiskin seluruh Indonesia?), dan juga tak terbantahkan, kita masih dijatah RASKIN, sudah dapat kita pakai untuk menyimpulkan bahwa Adonara juga miskin.
Bagaimana Membangun Orang-Orang Miskin Menjadi Maju dan Makmur. Apakah Perlahan-lahan (Evolusioner) atau Secepat-cepatnya (revolusioner). Pedagang-pedagang Cina yang saat ini kaya raya bilang begini : kalau pada mulanya kami sudah bisa beli 1 kg beras, kami makan bubur. Kalau usaha kami sudah bisa beli satu sepeda, kami jalan kaki. Kalau sudah bisa beli mobil, kami beli sepeda motor.

Yang mau dikatakan adalah: untuk sebua kemajuan yang berarti, langgeng, berkelanjutan, sikap hemat, penuh perhitungan, suka menabung, tahan banting, investasi kecil-kecilan adalah penting. Jangan melompat kalau kaki Anda belum cukup kuat. Majulah perlahan-lahan ibarat mendaki anak tangga. Ada landasan sebelumnya untuk Anda maju ke anak tangga berikutnya. Begitu seterusnya.

Mari kita lihat "lompatan-lompatan ke depan yang mematahkan kaki". Industri pesawat terbang pada akhirnya cuma ditukar dengan beras ketan. Industri-industri besar membangkrutkan ratusan bank dan merugikan keuangan negara. Ini di tingkat nasional. Di tingkat lokal - kabupaten kita, pembelian kapal Andika Mitra Ekspres, kapal multi fungsi, Siti Nirmala, pembangunan taman, pengadaan mobil-mobil mewah, cuma berakhir pada gaji-gaji kepala desa tunggak dan kas daerah nyaris kosong, dilengkapi devisit anggaran.

Yang dapat kita ambil dari peristiwa-peristiwa seperti ini adalah : belanja-belanja mewah dan mahal tanpa dukungan suatu basis ekonomi masyarakat yang kuat cuma mubasir. Petani siapa yang sudah begitu makmur, berbisnis antar pulau dan karena butuh cepat harus menumpang kapal-kapal mewah itu? Kalau alokasi hampir semua dana untuk belanja barang ini dikatakan sebagai pembangunan maka kita dapat bertanya : siapa yang diuntungkan dengan pembangunan ini? Masyarkat umumkah atau para penguasa?

Evolusioner, mulai dari dasar: pertanian mesti dimodernisir, teknologi-teknologi tepat guna perlu diterapkan, alokasi dana untuk sektor ini mesti cukup memadai, riset-riset dasar dan terapan digalakan dan didanai, bantuan-bantuan bibit bisa diberikan secara Cuma-cuma, penyuluh lapangan maupun spesialis perlu terus-menerus mendampingi petani, kalau ada biaya untuk studi banding, kirim saja petani-petani untuk pergi ke pusat-pusat pertanian modern, tataniaga diperbaiki, jalan-jalan raya yang tembus ke kantong-kantong produksi jangan tanggung-tanggung dibiayai, kembangkan industri pengolahan hasil, dermaga-dermaga dagang antar pulau mesti dibangun. Kalau para petani tak punya lahan, negara mesti ikut campur tangan mengambil lahan-lahan tidur dan diluar batas maksimum kepemilikan untuk dibagikan.

Peningkatan penghasilan petani/rumah tangga petani menjadi landasan untuk berbagai kegiatan ekonomi yang lain. Setelah penghasilan dikurangi pengeluaran dan masih ada sisa, sisa ini dapat digunakan untuk investasi dan tabungan. Alat-alat teknik dapat diadakan, anak-anak dapat disekolahkan, usaha-usaha sampingan dapat dibuka, industri pengolahan hasil dapat didirikan secara besar-besaran dan modern karena investor tak kesulitan dana. Mereka meminjamnya dari tabungan masyarakat di bank-bank. Permintaan terhadap barang dan jasa meningkat, pajak dapat lebih mudah ditarik. Dengan demikian kita memiliki kekayaan bersama untuk bisa kembali diinvestasikan untuk masyarakat dalam berbagai bidang : jalan raya, listrik, air minum, sekolah, rumah sakit, penggalian barang-barang tambang dll.

Pilihan Jalan

Kita mulai dari desa dengan petani dan pertanian , dan secara evolusioner. Tapi jalan pembangunan yang bagaimanakah yang kita pilih agar sebisanya kita dapat menarik manfaat sebesar-besarnya. Apakah setiap petani/rumah tangga petani dibiarkan secara individu bersaing bebas dalam Pasar Bebas ataukah komunitas hidup bersama perlu juga campur tangan.

Menimba kebijakan lokal kita : "Gemohin", ia tidak sebatas pada pengorganisasian tenaga kerja, tapi juga mengelola resiko-resiko sosial untuk memberikan jaminan agar sebuah rumah tangga (keseluruhan atau anggota-anggotanya) mempunyai jaminan ekonomi minimum agar tidak jatuh ke titik dimana, untuk bertahan hidup, mereka terpaksa menggelandang, mengemis, menjadi penjahat maupun pelacur dengan motif ekonomi. Orang-orang yang lebih berada, tanpa harus dipaksa, berkewajiban menolong sanak familinya. Budi ini akan dibalas nanti cepat atau lambat, bisa dalam bentuk materi ataupun jasa tenaga. Tiap-tiap anggota komunitas tertentu berhak atas pengerjaan tanah komunal agar ia dapat memenuhi kebutuhan minimumnya dan juga agar ia dapat memenuhi kewajiban-kewajiban sosialnya berupa "nuke knawun" (bantuan balasan/bantuan untuk asuransi sosial). Dan pengaturan-peraturan lain disekitar keadaan darurat seperti kematian, bencana, maupun pesta mengikuti pola ini, Gemohin.

Jika dicari persamaannya dengan teori-teori besar tentang pebangunan, Gemohin tak ubahnya dengan Sosialisme - Sosialisme Adonara. Hanya disini, di masyarakat Gemohin, harta milik pribadi tetap diakui. Negara atau komunitas lokal menguasai factor-faktor produksi penting dan digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.

Kita di Adonara mengenal akan adanya "tanah suku-'Lewo", dimana setiap anggota suku atau lewo berhak untuk mendapatkan luasan tertentu untuk ditanami tanaman untuk kepentingan sendiri. Dan juga kita mengenal akan adanya "tuan tanah" yang lebih sering tidak mendapat untung secara ekonomi dibandingkan dengan "pemilik regon".

Disamping Sosialisme, ada jalan lain, Kapitalisme: industri besar, padat modal, persaingan bebas, peran negara minimum atau malah diharamkan. Dengan jalan ini hanya orang-orang kuat, punya uang, pintar, bisa bersainglah yang bisa hidup. Sementara yang lemah, miskin, bodoh, sakit-sakitan, untuk dapat bertahan hidup, dengan terpaksa harus jadi gelandangan, pengemis, penjahat dan bahkan pelacur.
Kedua jalan ini masing-masing memiliki kebaikan maupun keburukan, tinggal kecerdikan untuk memanfaatkan segi-segi baik dari kedua jalan ini (bersambung).

da Ama Nu'en Bani Tulit

Mutiara Dari Woka Belolon


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGALI KEBUDAYAAN KAMPUNG ADAT ATAKOWA

"BEKU” SANG NAGA LAUT YANG PERKASA (Bagian 1)

AGAMA LOKAL, PENGINJILAN DAN BAYI YANG TERBUANG