RAKYAT, RATU ADIL DAN KEPOLITISIAN EKSTRA PARLEMENTER
Kebodohan massa
rakyat sangat dibutuhkan untuk melanggengkan kekuasaan. Yesus sendiri ditangkap
dan disalibkan dengan melibatkan massa rakyat seperti ini. Jika saja mayoritas
orang-orang ini memahami bahwa Yesus berjuang di pihak mereka, bisa terjadi, para
penguasalah yang disalibkan.
Pemilu datang dan
pergi dan kita semua terlibat di dalamnya, menyukseskannya. Setelah itu
mayoritas kita rakyat - para pemilih, merasa tugas kita telah selesai.
Alat-alat negara telah kita pilih. Mereka sudah pasti menjalankan tugas-tugasnya
sebagai alat untuk mengabdi kepada yg punya negara – rakyat.
Kita rakyat - pemilih, seolah-olah
menganggap bahwa orang-orang yang dipilih itu adalah "Ratu Adil"
sehingga tak perlu ada upaya kontrol yg terus-menerus selepas pemilihan.
Kenyataan menunjukan bahwa anggapan kita cukup melenceng. Mereka cumalah
manusia-manusia biasa yang memegang kuasa negara.
Hukum alam mengatakan, jika mereka
tidak dikontrol mereka sudah pasti menjadi korup. Alat-alat negara itu jika
tidak diawasi sepanjang masa jabatan, mereka tidak akan menjalankan tugas-tugasnya sebagai
alat untuk mengabdi kepada yg punya negara. Mereka justru akan mengabdi kepada
kepentingan-kepentingannya. Ibarat Anda memiliki sebuah lahan, Anda mendirikan
pagar dengan maksud agar pagar itu melindungi tanaman Anda, tapi karena tak
diawasi, pagar itu malah memakan seluruh tanaman Anda. Pada kasus alat-alat
negara, untuk tindakan "memakan tanaman" itu pun, kita tetap membayar
mereka dengan sangat mahal.
Dalam hidup bersama -
bernegara, lembaga kontrol yang efektif yang dapat mencegah "pengkhianatan
alat-alat" adalah Dewan Perwakilan Rakyat (Daerah). Kita sendiri
menyaksikan akhir-akhir ini, korupsi justru tidak kalah vulgarnya juga terjadi
di lembaga ini. Tidak hanya sebatas ini. Hidup bersama kita telah dijerumus ke
dalam "keadaan luar biasa", yang oleh Frans Magnis Suseno SJ,
disebutkan sebagai keadaan dimana perangkat hukum dipakai dengan sengaja oleh penguasa untuk
mensahkan perbuatan-perbuatan dan kebijaksanaan yang dengan terang- benderang
bertentangan dengan paham-paham masyarakat tentang apa yang adil dan sesuai
dengan martabat manusia. Lebih lanjut, kata dia, hukum dengan sengaja
dilepaskan dari maksud umum untuk menjamin tatanan yang adil. Ia malah secara
sinis dimanfaatkan demi kepentingan penguasa.
Semua alat negara :
eksekutif, legislatif, yudikatif - birokrasi, polisi, serdadu, hakim, jaksa
terlibat "konspirasi jahat" untuk saling berbagi keuntungan ekonomi
dari kejahatan tingkat tinggi mereka. Anda "menangkap tangan" seorang
pejabat mencuri harta benda milik umum, tapi pencurian itu malah justru diatur
oleh perda-perda atau sejenisnya. Karena itu ekspos Anda adalah fitnah. Dengan
demikian pak polisi sudah pasti secepat kilat
menangkapmu untuk digiring ke meja hijau. Dan lewat proses hukum yang berliku
Anda dijebloskan ke dalam penjara. Jika jalur ini tak mempan membungkam Anda,
masih ada pak-pak serdadu yang dapat membungkam Anda secara aman dan abadi.
Anda yg berteriak memperingati publik bahwa ada pencurian terhadap harta benda
milik umum dikategorikan sebagai penjahat karena itu mesti dihukum penjara.
Sementara penjahatnya sendiri bebas berkeliaran.
Para legislatif
dibayar mahal atas keahlian mereka memperjuangkan kepentingan-kepentingan umum.
Para eksekutif dibayar mahal atas keahlian mereka menjadikan nyata - terwujud
segala kepentingan umum itu. Sementara para yudikatif dibayar mahal atas
keahlian mereka menangkap dan menghukum para pelanggar hukum, yg karena
pelanggaran mereka itu akan mengacaukan pencapaian kepentingan bersama itu.
Tapi jika yang terjadi, kita justru membayar mahal atas keahlian mereka mencuri
harta benda umum milik publk, maka ini sebuah maha malapetaka.
Kita sementara berada
di sini dalam situasi tanpa harapan kepada alat-alat negara. Diperburuk lagi dengan
pudarnya peran institusi-institusi agama untuk menjadi mercusuar moralitas dan
mercusuara kebenaran dan keadilan. Maka kita yang rakyat harus terjun sendiri
secara aktif ke medan politik, berjuang mendiktekan kepentingan-kepentingan
bersama kita. Tentu perjuangan ini tidak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri,
melainkan secara bersama-sama. Penerjunan diri ke medan politik di luar
parlemen untuk ikut serta mengarahkan perubahan sosial ke arah yang lebih baik,
inilah yg penulis sebut sebagai "kepolitisian ekstra parlementer.
Salah satu jalan bagi
kita rakyat untuk dapat memainkan peran sebagai politisi ekstra parlementer
adalah membentuk "forum pemilih", atau dengan nama lain, pada setiap
"daerah pemilihan". Para anggota DPR(D) dari daerah pemilihan
tertentu itu didata dan diundang secara berkala untuk bertemu dengan para
pemilihnya. Pertemuan itu menjadi ruang bagi pemilih untuk memberikan
penugasan-penugasan dan juga mengevaluasi sejauhmana penugasan-penugasan itu dikerjakan. Forum semacam ini bisa juga menjadi
tempat tukar pikiran antara rakyat dengan wakil-wakilnya dan tempat dimana
rakyat memperoleh informasi dari tangan pertama menyangkut kebijakan-kebijakan
pengelolaan hidup bersama. Bagi anggota DPR(D), mereka dapat langsung tahu apa
kepentingan bersama para pemilihnya. Dan kelompok semacam ini bisa juga menjadi
basis dukungan politik yg kompak bagi anggota2 DPR(D) dalam mengambil keputusan-keputusan
politik yang berat semisal pengusutan terhadap kejahatan terhadap kemanusiaan yang
dilakukan oleh (aparat2) negara, pengusutan korupsi tingkat tinggi yg dilakukan
pejabat-pejabat tinggi negara, atau pemecatan seorang bupati yg suka
"mencuri" misalnya.
Di dalam forum
pemilih, lewat proses belajar bersama - mengkritisi kenyataan-kenyataan sosial
politik, tidak mustahil para pemilih tumbuh menjadi orang-orang militan dan
penuh harga diri untuk melawan segala tipu daya politik dan teguh
memperjuangkan kepentingan-kepentingan bersama. Dan dapatkah seorang pejabat
publik yang korup bertahan lama di kursinya? Dapatkah seorang anggota DPR(D)
terpilih kembali jika ia justru "mencueki" penugasan yang diberikan
kepadanya?
Dengan pengorganisasian yang baik,
termasuk "mengisi rapor" setiap anggota DPR(D) secara objektif,
mereka akan menjadi patuh kepada para pemilihnya. Mereka boleh saja tidak patuh
dengan jalan tidak menghadiri pertemuan di forum pemilih agar tak mendapat
penugasan-penugasan maupun terluput dari evaluasi, tapi tentu saja sanksinya
sudah pasti : pemilih di forum pemilih tidak akan memilihnya kembali untuk
mewakili mereka pada pemilu-pemilu yang akan datang.
Jika proses yg sedemikian ini
"dapat jalan" di mayoritas daerah pemilihan, ke depan kita akan
betul-betul mendapat wakil-wakil rakyat yang dipilih karena keahlian mereka
memperjuangkan kepentingan bersama. Dan bagi rakyat sendiri, lewat wakil-wakilnya
yang handal itu, ikut mempengaruhi pengambilan keputusan dan ikut serta
mengarahkan perubahan sosial ke arah yang lebih baik.
Sudah saatnya
"buta huruf politik" kita rakyat dibuat melek oleh kita sendiri (Jangan
terlalu berharap kepada pemerintah. Mereka tengah sibuk melakukan korupsi). Ini
sudah tentu sebuah pekerjaan besar dan memakan waktu. Kita butuh sukarelawan/i
yg berada di tengah-tengah masyarakat untuk jadi organiser kelompok-kelompok
pemilih, kita butuh "guru yang murid dan murid yang guru" yang
menghidangkan realitas sosial politik secara menarik untuk
dikritisi bersama-sama, kita butuh cendekiawan-cendikiawan organik – kuli-kuli
intelektuil masyarakat yang membangkitkan kesadaran kritis mereka. Kita butuh
terlalu banyak orang-orang republikan semacam itu untuk secara sabar dan tenang
mendorong perubahan cara berpolitik rakyat. Tantangannya terpulang pada kita
rakyat sendiri. Apakah mau mengambil tugas-tugas sukarelawan/i di atas atau
tidak. Jika tidak maka, hidup kita sudah diramalkan. Karena itu perbanyak
harapan Anda agar tidak lekas kehabisan dan teruslah bermimpi untuk mencapai
masyarakat adil dan makmur yang jalan politis untuk mewujudkannya justru
diupayakan oleh "ratu-ratu dan raja-raja yang cendrung tidak adil".
Dan bilapun Yesus datang untuk kedua kali untuk membuat pembebasan di bumi nyata
menjadi nyata, mayoritas rakyat yang adalah lautan massa - "suporter
dungu" - kaum tertindas, yang menjadi target pembebasan itu justru menjadi
barisan paling depan menangkap dan menyalibkanNya.
da Ama Nu'en Bani Tulit
Mutiara Dari Woka Belolon
Komentar