MEMBIDIK KONSEP DAN LANDASAN POLA KEMITRAAN MELALUI PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI PEDESAAN



Kemitraan adalah salah satu upaya untuk memberdayakan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), yang merupakan kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Usaha menengah dan besar melaksanakan kemitraan dengan usaha kecil baik yang memiliki maupun yang tidak memiliki keterkaitan. Pelaksanaan hubungan kemitraan itu diupayakan ke arah terwujudnya keterkaitan usaha. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan dan pengembangan dalam salah satu atau lebih bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, Sumberdaya Manusia (SDM), dan tekhnologi.

Dalam melaksanakan hubungan kemitraan kedua belah pihak mempunyai kedudukan hukum yang setara. Untuk menciptakan peran yang sepadan dalam kemitraan diperlukan hubungan yang langgeng antara UKM dan usaha besar. Karena itu kemitraan harus didasari;

a.   Kaidah saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan;
b.   Hubungan yang bersifat langsung antara para pelaku usaha terkait;
c.    Berorientasi pada peningkatan daya saing.

Secara alamiah kemitraan yang demikian akan terwujud dengan sendirinya, jika outsourching lebih menguntungkan bagi usaha besar. Prinsip lebih menguntungkan tersebut bersumber atas gabungan dari aspek harga, mutu, dan delivery dengan cara outsorching dibandingkan dengan menghasilkan sendiri.

Situasi lebih menguntungkan tersebut, bukannya tidak terjadi, tetapi sering dimanfaatkan perusahaan atau perorangan dalam manajemen perusahaan bersangkutan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa perlu peran pemerintah, melalui kebijakan dan langkah-langkah yang lebih terarah, sehingga kemitraan tercipta dari upaya bersama yang berlangsung terus-menerus. Peran pemerintah memang tetap dibutuhkan untuk mengkoreksi apa yang disebut dengan kegagalan pasar. Tetapi seiring dengan peran atau campur tangan tersebut perlu pula dijaga agar tidak terjadi hambatan bagi perkembangan ekonomi secara keseluruhan.

Kendala Pembinaan Program Pemberdayaan Ekonomi Pedesaan

Dimensi persoalan yang menjadi kendala bagi UKM Pedesaan untuk meningkatkan kegiatannya cukup beragam dan bisa berbeda satu sama lain. Secara umum kendala yang dihadapi UKM Pedesaan yang sekaligus merupakan aspek pembinaan, adalah kekurangan modal, ketidakpastian pasar hasil produksi, ketersediaan bahan baku, kelemahan kewirausahaan dan SDM, penguasaan tekhnik-tekhnik produksi dan manajemen, keterbatasan informasi designe, produk, dan pasar, serta kelemahn organisasi dan manajemen.

Dari berbagai hasil survey, para pelaku UKM Pedesaan lebih sering mengemukakan bahwa kekurangan modal merupakan hambatan utamanya. Tetapi kenyataan menunjukkan bahwa pembinaan UKM Pedesaan yang didasarkan aspek permodalan kerap pula tak sesuai harapan. Karena itu pola kemitraan sebaiknya dimulai dengan memberikan kepastian pasar bagi produk UKM Pedesaan, baru kemudian dibarengi aspek pembinaan lainnya. Pelaksanaan aspek pembinaan lain itu dapat melalui pihak ketiga, baik melalui program pemerintah, jasa swasta lain, atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Sejauh ini sudah banyak program yang dilaksanakan berbagai pemerintah, dunia usaha (BUMN maupun swasta), serta masyarakan umum terutama LSM. Program-program itu meliputi pengembangan SDM, berbagai bentuk pinjaman dan penyertaan modal, pembelian dan pengadaan, peningkatan kemampuan tekhnologi dan manajemen, pengenalan dan bimbingan berbagai jenis kegiatan usaha. Seluruh program yang telah dilaksanakan melalui berbagai instansi pemerintah, BUMN/Swasta dan LSM, perlu didaftar dan dipelajari dengan seksama, tatapi masing-masing agar tetap berjalan sebagaimana telah berlangsung. Penyempurnaan, dalam arti peningkatan gaya dan hasil guna, serta program dapat ditempuh melalui koordinasi. Sehingga dalam jangka menengah dan jangka panjang, pembinaan pengembangan UKM Pedesaan, khususnya pola kemitraan, meliputi pula UKM Pedesaan pendatang baru.

Pokok-pokok Kebijakan Pola Kemitraan Program Pemberdayaan Ekonomi Pedesaan Menuju BUMDes

Pokok-pokok kebijakan dan mekanisme pola kemitraan pada program pemberdayaan ekonomi pedesaan adalah sebagai berikut;

a.   Dasar kemitraan adalah business like, suka rela, disiplin dan saling menguntungkan;
b.   Pelaksanaan pola kemitraan adalah masing-masing pelaku UKM pedesaan dan secara bersama untuk hal-hal yang khusus;
c.  Target calon mitra adalah UKM pedesaan yang sudah terkait dan menumbuhkan UKM-UKM baru, baik di tingkat masyarakat/rumah tangga maupun di tingkat desa (Minimal 5 unit Kelompok Usaha Ekonomi Produktif (KUEP) per desa);
d.   Masing-masing UKM Pedesaan akan didorong untuk membentuk kelembagaan KUEP serta memberikan dukungan bisnis pola kemitraan yang riil dan dana pembinaan sebagai penambahan modal yang diperlukan;
e. Bagi yang sudah terkait bentuk kemitraannya akan berupa pembinaan, pengembangan, dan penambahan volume order bisnis;
f.    Bagi UKM Pedesaan yang belum terkait maupun untuk penumbuhan pelaku-pelaku usaha baru, maka didorong agar masing-masing KUEP, sendiri atau bersama-sama, dapat memberikan bantuan umum seperti pelatihan, konsultasi serta bantuan perkuatan bisnis, yang intinya memberikan dukungan kepastian pasar, bantuan tekhnis (mutu, designe) dan dukungan akses keuangan;
g.  Pada saat mereka (KUEP) mampu mandiri mengakses pasar, maka mereka bukan prioritas binaan lagi.

Program menuju lembaga ekonomi desa berupa Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sendiri, digalang dengan beberapa tujuan, antara lain :

a.   Menyumbang bagi perwujudan kesejahteraan sosial seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945, yaitu melalui pemerataan dalam dunia usaha antara pengusaha besar sebagai pemrakarsa disatu pihak dan KUEP bersama UKM anggotanya sebagai mitra usaha dilain pihak, dengan memperhatikan lembaga usaha ekonomi desa (BUMDes) dan KUEP dengan anggota UKM didalamnya;
b. Perbaikan daya saing dunia usaha di pedesaan. Tujuan pemerataan dikejar bersamaan dengan keharusan untuk memperbaiki daya saing dunia usaha di daerah dalam persaingan di tingkat nasional, kawasan Asia Tengga (MEA) yang akan bersatu dalam AFTA, kawasan Asia-Pasifik yang bersatu dalam APEC, dan dalam pasar global yang semakin menyatu dalam WTO. Daya saing internasional tidak kalah pentingnya dengan pemerataan mengingat perkembangan ekonomi nasional yang membutuhkan ekspansi progresif dalam ekspansi non migas;
c.    Penguatan persatuan sesama pelaku usaha. Sebagai persatuan antara pelaku UKM pedesaan sekaligus hendak diperkuat. Persatuan ini semakin diperlukan menghadapi pesaing-pesaing asing secara wilayah daerah, regional, nasional maupun di tingkat global.

BUMDes dalam asas kemitraan, dikelompokkan menjadi 5 (lima) bagian, sebagai berikut;

a.   Subsidiaritas.
Kemitraan dirancang hanya sebagai bagian dari keseluruhan upaya pengembangan KUEP dan UKM anggotanya. Kemajuan sangat tergantung dari ketersediaan kebijakan pemerintah yang mendukung dan potensi pengembangan dari KUEP-KUEP yang menjadi mitra usaha mandiri menuju kemandirian usaha;

b.   Kebersamaan.
Kemitraan terbuka bagi dan diharapkan didukung oleh semua pengusaha besar yang berpotensi menjadi pemrakarsa disemua sektor usaha, apakah BUMN, swasta, koperasi atau patungan, apakah di pusat atau di daerah. Jika pun pada permulaan kemitraan dipelopori oleh sejumlah pengusaha besar saja. Kepeloporan ini dimaksud sebagai panutan yang akan diikuti oleh pengusaha besar lainnya;

c.    Sukarela.
Kepesertaan dalam kemitraan (pemrakarsa atau mitra usaha) bukanlah kewajiban legal. Tetapi logika persaingan dan kepentingan usaha, terutama kepentingan jangka panjang, diharapkan akan mendorong keduabelah pihak untuk menjalin kemitraan;

d.   Keuntungan Timbal Balik.
Kemitraan ini digalang untuk memberikan bagi kedua pihak yang terlibat. Keuntungan timbal balik inilah yang dapat melahirkan kemitraan yang langgeng. Kemitraan tidak dimaksud sebagai wahana transfer sumber secara sepihak dari pemrakarsa kepada mitra usaha (BUMDes). Transfer seperti itu tidak mungkin menjangkau kalangan yang luas dengan manfaat yang bertahan lama;

e.   Desentralisasi
Kemitraan diselenggarakan secara desentral. Masing-masing pengusaha besar bersama mitra usahanya (BUMDes) merancang sendiri kemitraan masing-masing. Pengurus BUMDes berperan hanya sebagai penggalan dialog, penghubung, penggerak dan pemantau pelaksanaan kemitraan.

Kemitraan pada dasarnya adalah kerja sama yang saling menguntungkan antara pengusaha besar yang menjadi pemrakarsa dan BUMDes (KUEP beserta UKM anggotanya) yang menjalin mitra usahanya. Melalui pola kemitraan ini pengusaha besar diharapkan dapat memperbaiki efisiensi usaha yang timbul karena spesialisasi, sedangkan UKM Pedesaan memetik keuntungan karena percepatan pengembangan usaha melalui akses sumber dan kompetensi bisnis pengusaha besar.

Dengan kata lain, Kemitraan pada hakekatnya adalah sharing dari kompetensi strategik dan fungsional dan atau pemandu (pooling) sumber-sumber kritikal bagi sukses UKM Pedesaan. Sesuai kebutuhan specifik UKM Pedesaan yang menjadi mitra usaha dan kemampuan pengusaha besar yang menjadi pemrakarsa, pemandu sumber-sumber (pooling of resources) dan sharing dari kompetensi dapat mengambil bentuk, antara lain;

a.   Sharing kompetensi (produk/operasi, tekhnologi, pemasaran, keuangan, SDM);
b. Subkontrakting atau outsourching produk, komponen atau jasa/layanan yang dibutuhkan pengusaha besar;
c.   Pasokan barang atau jasa/layanan oleh pengusaha besar untuk diperdagangkan lebih lanjut oleh BUMDes (KUEP dan UKM Pedesaan);
d.  Usaha patungan, dimana UKM pedesaan yang tergabung dalam KUEP ikut sebagai pemegang saham dalam perusahaan tertentu yang diprakarsai bersama;
e.   Bentuk-bentuk lain seperti waralaba, original equipment manufacturing, kerja sama lisensi dan kontrak manajemen.

Pihak-pihak dalam Pola Kemitraan Program Pemberdayaan Ekonomi Pedesaan Menuju BUMDes
a.  Pemrakarsa, termasuk pengusaha besar swasta, BUMN maupun koperasi berbadan hukum yang bersedia menjalin kemitraan dengan BUMDes (KUEP dengan UKM Pedesaan anggotanya).

b.  Mitra Usaha, yaitu UKM Pedesaan perorangan dan atau KUEP dari seluruh wilayah program pemberdayaan ekonomi dapat dipertimbangkan menjadi peserta dalam BUMDes ini asalkan bersedia menjalin kemitraan dengan pengusaha besar, dan mempunyai potensi pertumbuhan seperti ditunjukkan melalui laporan usahanya, rekam jejak (track record);

c.  UKM baru, BUMDes dititikberatkan pada percepatan pertumbuhan UKM Pedesaan yang sudah ada. Tetapi dalam hal-hal tertentu ia dapat juga mencakup UKM Pedesaan baru yang menguasai sumber atau kompetensi tertentu yang layak dikerjasamakan dengan pengusaha besar. Dalam hal demikian, pengurus BUMDes menghubungkan UKM Pedesaan baru tersebut dengan pengusaha besar yang berminat seperti diharapkan oleh pemerintah.

Referensi :
https://www.academia.edu/11104163/Permendesa_No_4_Tahun_2015_tentang_BADAN_USAHA_MILIK_DESA_BUM_DESA_

Dikutip dari https://www.kompasiana.com/jhanesharry/membidik-konsep-dan-landasan-pola-kemitraan-melalui-program-pemberdayaan-ekonomi-pedesaan_54fd1baaa333112f3550f831

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGALI KEBUDAYAAN KAMPUNG ADAT ATAKOWA

"BEKU” SANG NAGA LAUT YANG PERKASA (Bagian 1)

PREMANISME POLITIK SEBAGAI KETIDAKDEWASAAN BERPOLITIK