SEJARAH DUNIA MODERN UNTUK ANAK-ANAK
Sumber:
1.
Historie
Bogan;
2.
The
Hostory Books;
3.
La
Historia Del Capitalismo;
4.
Dalam
Buku Sejarah Dunia Modern, INSAN (Institut Analisa Sosial), Kuala Lumpur, 1985.
I. Pengantar
1. Kisah ini diceritakan berdasarkan
tulisan yang dibuat tigapuluh tahun yang lalu. Banyak orang sukar memahami
pergolakan dunia saat ini. Mereka tidak paham mengapa terjadi pergolakan.
Memang, mereka mendengar radio, menonton TV, membaca banyak buku, namun mereka
masih juga gagal memahami perkembangan yang terjadi. Segala yang terjadi
seolah-olah tidak ada kaitan antara yang satu dengan yang lainnya.
2. Dengan demikian, guna memahami
masalah tersebut, kita harus terlebih dahulu mempelajari sejarah. Tapi dunia
ini terlalu luas dan sejarahnya terlalu panjang. Oleh karena itu, tentunya,
rentang waktu kajian tersebut akan panjang sekali. Sekelompok pemuda di Swedia
(Pal Rydberg, Gittan Jonsson, Annika Elmquist, Ann Mari Langemar, Carol Baum
Schmorleitz, dan Rius) sepakat untuk mengkaji dengan teliti sejarah Eropa dan
Afrika sepanjang 500 tahun yang silam. Kemudian, mereka mengunjungi setiap
perpustakaan di kota-kota untuk mendapatkan buku-buku yang ada kaitan
dengannya. Mereka terus menerus membaca sehingga berhasil mengumpulkan banyak
catatan. Setelah itu, mereka mendiskusikan dan memperdebatkan catatan-catatan
tersebut. Setelah sekian lama, maka pandangan mereka menjadi semakin jelas.
Mereka kini mempunyai cukup bahan dan bersedia menjadikannya sebuah buku
(termasuk dalam bentuk kartun) untuk diterbitkan. Tentu saja buku tersebut
harus mudah dibaca, mudah dipahami, bahkan oleh anak-anak sekalipun. Lalu
mereka membuat kerangka buku tersebut menjadi: buku ringkasan sejarah.
3. Mereka pun menemui beberapa orang
untuk merundingkan penerbitannya. Dengan banyak alasan, orang-orang tersebut
menolaknya. Namun, akhirnya, ada juga orang yang membantu penerbitannya. Maka
mereka pun menerbitkannya dan, di beberapa negeri, sudah diterjemahkan, bakan
sudah difilmkan secara berseri. Ya, inilah buku tentang SEJARAH DUNIA MODERN.
II. Perjalanan Para Pengembara
1. Kehidupan Eropa Tengah pada tahun
1400-an. Eropa Tengah terdiri dari beberapa kerajaan kecil, yang dipisahkan
oleh hutan-hutan lebat. Rakyat di satu negeri tidak tahu menahu apa yang
terjadi di negeri lain. Mereka tidak bisa dan tidak mau menjelajah menembus
hutan belantara di sekeliling mereka untuk mengetahuinya, karena mereka tahut
binatang buas, hantu atau makhluk lain yang berbahaya. Rakyat hidup dengan
berburu dan mengumpulkan bahan-bahan keperluan, di samping bercocok tanam dan
beternak. Anak-anak tidak bersekolah karena sekolah belum lah ada. Tidak ada
pekerja atau buruh pabrik karena pabrik belum lah ada. Yang ada hanyalah TANAH,
tempat mereka tinggal dan bekerja. Kaum TANI, PETANI, mengerjakan tanah, para
TUKANG yang mahir membuat alas kaki, bajak atau pakaian di pasar kecil; dan
PEMBESAR atau PENGUASA NEGERI (biasanya bangsawan) tinggal di istana di dalam
kota; sedangkan PADRI/PASTOR berkhotbah di gereja.
2. Petani dan tukang harus melakukan
semua perkerjaan guna menyediakan semua keperluan hidup seperti makanan,
pakaian dan kediaman. Namun, walaupun penguasa negeri tidak bekerja, mereka
bisa memiliki makanan yang banyak, pakaian yang indah, dan tempat tinggal yang
nyaman. Mengapa begitu? Itu karena penguasa negeri dan padre MENGUASAI TANAH.
Petani dan tukang (yang mahir) terpaksa membayar CUKAI, PAJAK, atau UPETI yang
tinggi kepada penguasa negeri dan padri agar diperbolehkan tinggal dan bekerja
di atas tanah tersebut. Pada awalnya, cukai, pajak, atau upeti tersebut dibayar
dengan gandum, susu, daging, sepatu, pakaian atau senjata.
3. Tidak banyak rakyat yang menggugat
perkara tersebut, karena penguasa negeri memiliki dan menguasai sejumlah
tentara bersenjata, yang senantiasa bersedia menghancurkan siapa saja yang
memberontak; Padri menakut-nakuti rakyat dengan kutukan bahwa bagi mereka yang
enggan membayar cukai, pajak atau upeti, akan disediakan neraka.
4. Maka terbentuk lah KELAS dalam
masyarakat: PETANI dan TUKANG adalah KELAS YANG TIDAK MEMILIKI ATAU TIDAK
MENGUASAI TANAH; sedangkan penguasa negeri (sekali lagi, biasanya bangsawan)
dan padre adalah KELAS YANG MEMILIKI ATAU MENGUASAI TANAH. Patut atau layak kah
kelas yang tidak memiliki atau tidak menguasai tanah harus membayar cukai,
pajak atau upeti kepada kelas yang memiliki atau menguasai tanah? Coba kita
renungkan penjelasan-penjelasan di bawah ini:
Steven: Umurku 11 tahun. Cukai, pajak
atau upeti sudah ada sejak dahulu kala. Aku tidak bisa membayangkan keadaan di
mana cukai, pajak atau upeti tidak ada atau tidak dikenakan kepada kami;
Soren: Umurku 29 tahun. Kalau tidak
ada kelas yang memiliki atau menguasai tanah, maka kami mungkin tak akan
memiliki pekerjaan.
Seorang ibu: Umurku 64 tahun. Kakek
aku bodoh, beliau memberontak. Dia menghasut agar semua orang tak membayar
cukai, pajak atau upeti. Kebetulan negeri kami sedang mengalami kesulitan pada
tahun itu. Apa faedah yang diperolehnya? Dia digantung oleh tentara pemerintah
dan Padre mengatakan bahwa dia akan masuk neraka.
Permaisuri: Umurku 34 tahun.
Berani-beraninya mereka mendurhakai? Bukan kah tanah ini punyaku—karena itu aku
berhak memberlakukan atau mengenakan cukai, pajak atau upeti kepada mereka?
Padri: Umurku 57 tahun. Kaya dan
miskin adalah kehendak Tuhan. Tuhan menghendaki mereka membayar cukai, pajak
atau upeti kepada kami.
5. Kini datang pula para pengembara
atau pedagang ke negeri atau daerah ini, dengan kereta kuda yang sarat muatan.
Mereka menuju istana—apa yang diperbuatnya di sana? Apa yang dibawanya di
kereta kuda dipamerkannya kepada penguasa negeri. Mereka menunjukkan lada hitam
yang, bila dibalurkan pada daging, maka dagingnya tak akan mudah busuk, bisa
disimpan selama satu tahun. Mereka juga menunjukkan benda-benda yang terbuat
dari kaca, seperti mangkuk, gelas dan lain sebagainya. Mereka itulah yang
disebut saudagar atau pedagang. Mereka menginginkan barang-barangnya
dipertukarkan dengan barang-barang milik penguasa negeri—seperti telur,
mentega, manisan, kerajinan tangan (pedang, pakaian bulu kambing, dan lains
sebagainya). Pedagang melihat bahwa barang-barang yang dimiliki oleh para
penguasa negeri tersebut akan sangat laku (dan menguntungkan) bila dijual atau
dipertukarkan di Venesia (Italia). Begitulah: para pembesar atau penguasa
negeri membeli (atau menukarkan) banyak barang dari para pedagang dan
membayarnya dengan harta yang diperoleh dari rakyat yang tidak memiliki tanah.
6. Para pembesar atau penguasa negeri
sering mengadakan pesta-pesta kerajaan; dan para pedagang meneruskan perjalanan
(kerja) nya. Para pedagang menganggap bahwa para penguasa negeri sangat
bodoh—mereka hanya mementingkan soal pakaian, makanan, dan hiburan; sebenarnya
mereka kaya tapi mereka tidak bijak menggunakan kekayaannya seperti pedagang.
Namun, para pedagang sering mendapat gangguan (yang dapat mengurangi
keuntungannya) dari para penguasa negeri: mereka sering dicegat di jalan oleh
tentara penguasa negeri dan diwajibkan membayar pajak perjalanan kepada
penguasa negeri.
7. Pedagang, yang tidak mempunyai hak
di negeri tersebut, karena tidak memiliki tanah, tidak mau menjadi petani atau
tukang. Kerja pedagang semata-mata membeli dan menjual. Bagaimana bisa mereka bisa
maju dengan usaha seperti itu. Itu karena pertukarannya tidak adil—lada hitam,
yang sangat sulit didapatkan di satu daerah, tapi mudah didapatkan di Venesia,
dipertukarkan secara tidak adil. Beli murah, jual mahal! Menjualnya dengan
nilai berkali lipat dari membelinya. Tak ada yang bisa menghalang-halangi para
pedagang mencari untung. Yang diperlukan oleh mereka hanyalah CARA dan UANG.
8. Para pedagang di Venesia memiliki
banyak uang. Uang tersebut disebut sebagai MODAL. Modal digunakan untuk membeli
barang-barang yang mahal dari para pedagang Arab. Barang-barang berharga
tersebut dibawa dari Cina, India, Arab dan Afrika. Para pedagang menjelajah ke
seluruh negeri Eropa, menjual dan menukarkan barang-barang mereka. Mereka
memiliki barang-barang dagangan yang luar biasa—baru dan indah—dan para
penguasa negeri sanggup membayaranya berapa saja yang dihargai para pedagang.
Setiap kali para pedagang pulang ke Venesia, mereka menjadi semakin kaya, dan
modal mereka semakin bertambah—sehingga bisa membeli lebih banyak barang untuk
dijual dan dipertukarkan. Semakin banyak yang dijual, semakin banyak pula uang
mereka, juga modal mereka. Karena kebijakannya menggunakan uang, mereka tak
pernah kehabisan uang, malah modalnya semakin bertambah terus. Menurut mereka,
menjadi “pemodal” atau KAPITALIS adalah benar, enak dan indah.
9. Para pemodal di Venesia terus
mengusahakan perniagaan mereka yang semakin maju. Mereka tidak mau orang lain
juga berlaku seperti mereka atau mengikuti mereka. Para pedagang Portugis
mengadakan kesepakatan secara sendiri-sendiri, tak mau mengajak pedagang negeri
lain atau, bila bisa, tak mau bergabung dengan pedagang negerinya sendiri.
Mereka berusaha mencari jalan agar mereka sendiri bisa langsung mendapatkan
barang-barang dagangan tersebut dari India. Mereka mencari cara untuk berlayar
ke India dan Cina agar bisa mendapatkan barang-barang dagangan tersebut
langsung dari sumbernya, tujuannya adalah untuk mengalahkan pesaing mereka—para
pedagang Venesia. Rencana tersebut mebahayakan karena belum pernah, sebelum
ini, ada yang berlayar begitu jauh. Bagi mereka itu tidak jadi soal.
Masalahnya: siapa yang akan membiayai mereka. Maka mereka memohon agar kerajaan
dapat membiayainya—yang mereka minta dari kerajaan adalah uang, kapal, sedikit
emas dan barang-barang lain yang bisa dipertukarkan. Sebagai imbalan bagi
kerajaan, mereka menjanjikan berbagai persembahan. Raja menyetujuinya. (Dari
mana datangnya uang dan berbagai barang yang dipersembahkan kepada para
pedagang tersebut? Tentu saja dari rakyat yang tidak bertanah; dipersembahkan
pada raja karena raja yang memiliki dan menguasai tanah!) Sungguh aneh: rakyat
jelata datang ke pelabuhan untuk mengucapkan selamat jalan; awak kapalnya pun
terdiri dari orang-orang miskin yang gagah berani. Maka berlayarlah Vasco De
Gama menuju ke tempat yang belum diketahui.
III. Penemuan Dunia Baru
1. Dalam buku catatannya, Vasco De
Gama menulis: “Minggu berganti minggu, bulan bertukar bulan, hanya air, air,
air…
2. 4 November, 1497. Setelah empat
bulan berlayar, barulah nampak daratan. Sekarang kapal mereka sedang merapat ke
sebuah tanjung di selatan Benua Afrika. Di sana, mereka mendapat perbekalan air
dan kalung gading yang sungguh cantik sebagai penukar bagi barang-barang yang
mereka bawa seperti topi dan lonceng. Penduduk di daerah ini hidup dengan
berburu binatang. Mereka tinggal bersuku-suku dalam kelompok-kelompok kecil dan
senantiasa berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Setiap orang
memikul beban kerja yang sama dan segala makanan yang diperoleh dibagi sama
rata. Tidak ada perbedaan ‘kelas’ dalam mayarakat mereka.
3. Ketika mereka berlayar pergi,
angin tenggara bertiup kencang, menyulitkan pelayaran mereka. Pada tanggal 22
November, 1497, mereka berhasil mengitari Tanjung Harapan.
4. Pada hari natal 1497, mereka
berlabuh untuk kedua kalinya. 10 Januari, 1498. Orang-orang di negeri yang kami
datangi mempunyai budi pekerti yang tinggi. Mereka menamakan tempat itu ”Negeri
orang-orang baik”. Orang-orang baik itu hidup sebagai petani. Pada masa
sebelumnya, mereka hidup sebagai pemburu, tapi saat hasil buruan mereka
merosot, mereka beralih menjadi petani dan memelihara ternak. Sekarang, makanan
sudah tidak menjadi masalah lagi bagi mereka. Ketua kampung tinggal dalam rumah
besar. Ternaknya melebihi ternak orang lain, dan pekerjaan beternak dilakukan
oleh orang-orang dari kampung lain. Perbedaan kelas mulai muncul dalam
masyarakat mereka.
5. 25 Januari, 1498. Mereka
menyaksikan suatu pemandangan yang ganjil. Dua orang pedagang menaiki kapal
mereka. Yang satu mengenakan sorban sutera, dan yang lainnya mengenakan topi
beludru. Mereka telah mengunjungi beberapa pelabuhan yang mewah, yang namanya
tak pernah mereka dengar sebelumnya—seperti Kilwa dan Quelimane. Terdapat
rumah-rumah yang terbuat dari batu, dan pelabuhan sesak dengan kapal. Di situ
mereka bertemu dengan orang yang mengenal benar Lautan India. Dalam hal
pelayaran, mereka lebih pandai. Pelabuhan tersebut sama dengan
pelabuhan-pelabuhan di Eropa. Perbedaan di antara manusia dapat dengan jelas
dilihat di situ—yakni, perbedaan kelas sangat ketara: di atas sekali, terdapat
Raja dan para kerabatnya; terdapat juga pedagang, tukang dan petani—yang datang
ke pelabuhan membawa hasil tanaman mereka; abdi hamba juga ada di situ—mereka
adalah orang-orang suruhan. Abdi hamba bisa menebus diri mereka (agar bebas);
sedangkan raja hidup dalam kemewahan—yang diperoleh dari cukai, pajak atau
upeti yang dikenakan pada rakyat jelata.
6. Para pedagang merasa lebih betah
tinggal di sana ketimbang di Eropa. Perhubungan mereka sangat luas—dari Cina
dan India (di sebelah Timur) hingga berhubungan dengan para pedagang di Benin,
Mali, Kongo, Mozaambique (di sebelah Barat). Jadi, inilah rute perjalanan
dagangnya: Venesia, Benin, Kongo, Mozambique, pelabuhan Quelimane, Pelabuhan
Kilwa, India dan Cina. Para pedagang berdagang di seluruh Lautan Hindi. Mereka
berhubungan satu dengan yang lainnya, apakah dengan menggunakan unta (di padang
pasir), kapal (di laut), atau dengan menggunakan bakul-bakul berjalan melintasi
hutan belantara. Mereka menganut satu agama: Islam. Orang-orang Portugis
cemburu, iri, dengan kejayaan para pedagang Islam. Kain, lada hitam, minyak
wangi, besi, emas, tembikar, gading dan barang-barang mewah lainnya, yang
sangat diingini oleh orang-orang Portugis, semuanya dikuasai oleh para pedagang
Islam. Malangnya, orang-orang portugis tak memiliki barang-barang mewah untuk
dipertukarkan dengan barang-barang mewah yang diperdagangkan oleh para pedagang
Islam. Beberapa hari di sana, dua orang ternama datang menemui mereka. Mereka
adalah para pembesar di tempat itu, dan mereka tak menghargai apapun yang
diberikan oleh para pendatang tersebut. Mereka tidak sedikit pun kagum melihat
kapal pendatang karena mereka memiliki kapal (dan pernah melihat kapal) yang
lebih besar dan lebih banyak kelengkapannya. Setelah mendapat perbekalan yang
cukup, maka mereka berlayar kembali menuju India.
7. Tanggal 20 Mei, 1498, merapat ke
India, negeri rempah-rempah dan lada hitam. Orang-orang Portugis tak punya
perbekalan yang cukup untuk berlayar jauh. Bagaimana sambutan orang-orang India
terhadap orang-orang Portugis? Hadiah-hadiah dari Vasco De Gama tidak dihargai.
Hadiah seperti madu, manisan dan lain-lainnya ditertawakan oleh orang-orang
India. Hanya satu yang digemari oleh Maharaja India, yakni baju kulit yang
dikenakan oleh anak-anak kapal Portugis. Tapi, bagaimana pun juga, orang-orang
Portugis bernasib baik, berhasil juga membawa pulang lada hitam dan jenis
rempah-rempah lainnya. 29 Mei, 1498 mereka pulang. Juli, 1499, akhirnya mereka
berhasil kembali ke tanah airnya.
8. Pelayaran mereka memberikan
keuntungan 60 kali lipat—melebih perdagangan dengan Venesia. Raja begitu
gembira atas keberhasilan Vasco da Gama, tapi Vasco merasa khawatir. Mereka
bisa saja mendapatkan keuntungan besar, tapi barang dagangan dari Portugis
tidak menarik minat orang-orang yang didatangi karena mereka memiliki
barang-barang yang lebih bagus. Raja marah. Sekali lagi kapal-kapal mereka
meninggalkan Lisabon, dan kali ini dilengkapi dengan alat-alat perang.
9. Suatu dunia baru ditemukan dan
perampasan pun dimulai. Sekali lagi kapal-kapal Portugis tiba di pantai timur
Afrika. Kali ini lengkap dengan meriam, senapan dan tentara. Kapal berlabuh di
luar pelabuhan perdagangan utama. Tentara mendarat. Mereka mengepung pelabuhan.
Siapa pun yang menentang, dibunuh. Tentara merangsek ke rumah-rumah dan istana
serta mengambil barang apapun yang berharga. Penduduk di kota sekitar pelabuhan
berlarian menyelamatkan nyawa mereka masing-masing. Kapal Portugis dimuati
penuh dengan emas dan gading, Setelah tidak ada lagi yang bisa dirampas,
pelabuhan pun dibakar. Tak lama kemudian, hancurlah pelabuhan perdagangan yang
pernah ada di sepanjang timur Afrika. Kekayaan mengalir ke Eropa. Akhirnya
Portugis menguasai perdagangan antara Afrika, Cina, India, dan kepulauan
nusantara Melayu (nusantara). Spanyol menguasai perdagangan Lautan Atlantik dan
Amerika (Selatan). Keadaan yang sama juga terjadi di Amerika. Tentara, meriam,
senapan, dan pembunuhan. Portugis dan Spanyol menaklukkan tanah jajahan
yangluas di Amerika (Selatan), termasuk Inca dan Aztec. Mereka merampas tanah
penduduk asli. Penduduk setempat tak dapat melawan penyerang dari Eropa, yang
menggunakan meriam dan kuda. Mereka dipaksa menjadi hamba abdi, budak. Mereka
bekerja di tambang-tambang emas dan tembaga atau di ladang-ladang tembakau.
Mereka bekerja keras menyangkul tanah untuk tuan mereka yang baru ini. Siapa
yang tidak bekerja, segera dipukuli. Banyak sekali penduduk pribumi yang mati
dalam keadaan yang menyengsarakan tersebut. Barang-barang yang dihasilkan oleh
penduduk setempat tersebut diangkut dengan kapal ke Eropa. Di sana
barang-barang tersebut dijual.
IV. Penyatuan Negeri-negeri Kecil
1. Kekayaan mengalir ke Eropa. Orang
dari negeri-negeri yang ditaklukkan Portugis dan Spanyol tak leluasa untuk
berdagang—mereka ditarik cukai atau pajak bila berniaga karena tanah mereka
sudah diakui sebagai tanah orang-orang Portugis dan Spanyol. Apapun yang
berharga dirampas sebagai cukai atau pajak. Saat berdagang di pelabuhan, mereka
ditarik cukai atau pajak karena, katanya, tanah mereka sudah bukan tanah mereka
lagi tapi tanah orang-orang Portugis atau Spanyol. Mata uang yang diakui pun
hanya mata uang Portugis dan Spanyol, kecuali uang emas—yang (sengaja) dinilai
rendah sekali oleh Portugis dan Spanyol. Bila penduduk setempat tak mau
menerima nilai yang ditetapkan, maka mereka diancam akan dibunuh. Perniagaan
menjadi sulit karena cukai, pajak atau upeti yang tinggi, dan kerajaan akan menggunakan
kekerasan (tentaranya) bila pedagang atu masyarakat tak mau membayar sesuai
dengan jumlah yang ditetapkan kerajaan. Para pedagang dan rakyat banyak yang
merasa sia-sia berusaha karena keuntungannya lebih banyak atau sebagian besar
diambil kerajan. Bahkan untuk melewati jembatan saja harus kena pajak.
2. Para pedagang mulai tidak puas dan
membicarakan persoalannya. Mereka menganggap bahwa kapitalis tak akan berhasil
bila ditekan, diganggu dan dihambat oleh kerajaan. Mereka mulai merencanakan
perlawanan. Mereka sepakat bahwa tuan-tuan tanah harus dihapuskan. Akhirnya
mereka meminta pertolongan tuan tanah yang paling berkuasa: RAJA. Bila hak-hak
tuan-tuan tanah dikurangi atau dihapuskan, maka raja akan menjadi lebih kaya
raya. Di atas pertimbangan itulah maka raja setuju untuk membantu para
pedagang. Para penasihat raja pun setuju dengan pendapat seperti itu. Namun,
raja khawatir kekurangan dana dan persenjataan saat raja harus memerangi para
tuan tanah yang memberontak pada aturan baru raja. Para pedagang lah yang
membantu menyediakan dana tersebut.
3. Berita mengenai kesepakatan antara
raja dan para pedagang tersebut menimbulkan kemarahan para tuan tanah. Para
tuan tanah tidak rela hak-haknya (terutama atas tanah) dihapuskan oleh raja.
Akibatnya: terjadilah PERTENTANGAN KELAS dalam wujud peperangan antara para
pedagang (yang dibantu raja) dengan para tuan tanah. Para pedagang lebih
pandai, mereka tidak pergi berperang (seperti para tuan tanah), tapi mereka
menyewa tentara bayaran. Perang antara tuan tanah dengan pedagang memiliki
persamaan atau hampir terjadi di seluruh Eropa dalam tahun 1500-an dan 1600-an
Masehi.
4. Para pedagang tak memiliki waktu
untuk bertempur di medan juang, mereka memiliki perkerjaan yang lebih penting:
berdagang. Mereka membayar tentara bayaran dan akhli-akhli ilmu
pengetahuan—terutama akhli-akhli senjata api dan meriam—untuk bekerja bagi para
pedagang. Dalam perang antara raja—yang sedang membela pedagang—dengan
tuan-tanah, senjata-senjata raja juga dibeli dari pedagang. Bahkan para
pedagang membeli bengkel-bengkel kecil pembuat senjata dan menggabungkannya
menjadi pabrik sejata besar—mereka mengupah tukang-tukang (yang tadinya pemilik
bengkel-bengkel kecil) dan petani (yang tak bertanah) untuk bekerja di pabrik
senjata besar itu.
5. Di pabrik besar tersebut,
pekerjaan dipercepat dengan membagi-bagi kerja (atau spesialisasi)
sesuai dengan keakhliannya. Para pedagang (kapitalis) banyak mendapat keuntungan dari penjualan senjata. Tentu saja, dengan begitu, modalnya menjadi bertambah. Dan kini, para pedagang (kapitalis) mendapat perlindungan dari raja, menjadi teman baik raja. Sangat menyakitkan: para tuan tanah terpaksa membeli persenjataan kepada para pedagang dan kapitalis pabrik senjata, sedangkan keuntungannya sebagian diberikan pada raja untuk membiayai perang melawan tuan tanah. Jadi, uang yang diberikan tuan tanah (untuk membeli senjata) digunakan oleh raja untuk memerangi tuan tanah; para tuan tanah menggali liang kuburnya sendiri.
sesuai dengan keakhliannya. Para pedagang (kapitalis) banyak mendapat keuntungan dari penjualan senjata. Tentu saja, dengan begitu, modalnya menjadi bertambah. Dan kini, para pedagang (kapitalis) mendapat perlindungan dari raja, menjadi teman baik raja. Sangat menyakitkan: para tuan tanah terpaksa membeli persenjataan kepada para pedagang dan kapitalis pabrik senjata, sedangkan keuntungannya sebagian diberikan pada raja untuk membiayai perang melawan tuan tanah. Jadi, uang yang diberikan tuan tanah (untuk membeli senjata) digunakan oleh raja untuk memerangi tuan tanah; para tuan tanah menggali liang kuburnya sendiri.
6. Perang, perdagangan,
bengkel-bengkel, dan pabrik-pabrik (senjata) telah menambah kekuatan pedagang
(kapitalis). Dalam ronde pertama, para pedagang (kapitalis) telah memenangkan
pertentangan kelas tersebut. Setelah itu, oleh raja dibuatlah undang-undang
yang menguntungkan para pedagang (kapitalis). Raja membayar upah hakim dan
akhli hukum untuk membuat undang-undang baru yang akan diberlakukan di seluruh
negeri. Undang-undang tersebut, antara lain: semua negeri-negeri kecil
diwajibkan membentuk persekutuan di bawah pemerintahan seorang raja; dan pemberlakuan
perdagangan bebas. Tuan-tuan tanah tak boleh memiliki tentaranya sendiri, dan
mereka tak boleh memberlakukan sembarang cukai atau pajak kepada para pedagang.
(Tapi para petani masih harus membayar sewa atau mempersembahkan upeti kepada
tuan tanah.); dan siapa yang melanggar undang-undang tersebut, akan menerima
hukuman dari tentara dan polisi kerajaan. Banyak negeri-negeri baru bermunculan
di Eropa pada permulaan tahun 1600—Denmark; Swedia; Inggris; Polandia; Prancis;
Portugal; Spanyol. Sebelum itu, Eropa hanya terdiri dari negeri-negeri kecil.
Kemudian negeri-negeri kecil ini disatukan dan membentuk negeri yang besar
(tetapi Jerman dan Italia belum lah terbentuk). Para pedagang dapat melakukan
perdagangannya dengan bebas dalam tiap-tiap negeri. Dan para pedagang
diperbolehkan menggunakan tentara kerajaan untuk membantu menjalankan
perdagangannya di Asia dan Amerika (Selatan).
7. Menurut petani: “Pada awalnya,
hanya tuan tanah yang memiliki kekuasaan. Sekarang, para pedagang itu juga
telah berkuasa. Walaupun kebanyakan dari mereka tak memiliki tanah, golongan
kita lah, kaum tani, yang sebenar-benarnya membiayai mereka.”
8. Pencuri dan Penjarah. Tuan hakim
tinggal di kota pelabuhan yang besar. Beliau menjadi kaya raya dan memiliki
banyak saham dalam berbagai serikat dagang yang merampas, memburu, merampok dan
menjarah di seluruh pelosok dunia. Tiap-tiap kali pulang ke tanah airnya,
serikat-serikat dagang tersebut akan banyak membawa keuntungan. Tuan hakim yang
kaya raya ini terus hidup dalam kemewahan, kekayaannya ditumpuk di atas
tumapahan darah beribu-ribu orang yang tak berdosa di Afrika, Asia dan Amerika
(Selatan). Bagaimana pun, hakim laknat tersebut masih juga bernasib baik
karena, walaupun kemewahan hidupnya diperoleh dari kegiatan orang lain—yang
merampok, menyamun, dan mencuri untuknya—namun, mereka tergolong ke dalam kelas
atau golongan yang berkuasa. Golongan ini mempunyai kekuasaan untuk menentukan
yang benar dan yang salah. Sebagai contoh:
Hakim yang kaya ini ditugaskan
menyiasati undang-undang dan menentukan hukuman berat yang dijatuhkan terhadap
orang yang salah. Suatu hari, seorang anak muda yang gagah dan berhati mulia
telah kedapatan melakukan kesalahan. Ibu dan bapak John telah lama bekerja
kepada tuan tanah, dan tuan tanahnya, dari waktu ke waktu, telah menaikkan sewa
tanahnya. Satu ketika, ibu dan bapak John tak sanggup lagi membayar sewa tanah
yang terlalu mahal. Lantas mereka dihalau ke luar dari rumah dan tanahnya,
serta terpaksa mengemis untuk menghidupi John yang, pada saat itu, baru berumur
satu tahun.
Bapak john jatuh sakit, lalu menemui
ajalnya setelah menderita wabah demam panas yang menyerang para pengemis.
Setelah kematian bapaknya, ibu John pindah ke kota pelabuhan, tempat tuan hakim
tersebut tinggal. Ibu John tinggal di kawasan terlarang bersama-sama
pengemis-pengemis lainnya. Desakan hidup memaksa beliau menjual John kepada
seorang pedagang kaya yang hendak mempekerjakan John sebagai pesuruhnya. Ketika
itu, umur John 11 tahun. Tidak ada rasa belas kasihan di hati pedagang itu. Apa
yang diperoleh John sebagai upah hanyalah semangkuk sop dan setampuk roti
sehari. John tak berani mempersoalkan perkara tersbut kepada tuannya.
Suatu hari, ketika John telah telah
dewasa, ia bertemu kembali dengan ibunya yang sudah tua. Ibunya datang dengan
harapan dapat bertemu John di gudang tempat john bekerja. Dia menyesal
sepanjang hidupnya karena telah menjual anaknya semata-mata karena uang.
Sekarang pengemis ini datang untuk menemui anaknya, mungkin untuk terakhir
kalinya sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir. John dapat merasakan
penderitaan ibunya yang sangat miskin ini dan, serentak, saat itu juga, ia
teringat kemewahan hidup pedagang itu, tuannya. Perasaan benci memenuhi
jiwanya. Malam itu, dia masuk ke rumah pedagang itu, lalu mencuri sebuh mangkuk
perak. Esoknya dia menjualnya guna mendapat sedikit uang untuk membeli obat
bagi ibunya.
Nasibnya kurang baik, pencurian
tersebut akhirnya diketahui juga. John ditangkap dan ditempatkan di sel tahanan
polisi yang gelap dan berbau busuk. Dia tak bisa bertemu ibunya lagi. Mungkin
ibunya telah meninggal pada malam yang sama saat dia ditahan. John dihadapkan
ke muka pengadilan. Dia terpaksa mendengarkan tuduhan yang panjang lebar, yang
dia sendiri kurang paham. Kemudian tuan hakim memberikan keputusan untuk
menjatuhkan hukuman. “Anak muda ini adalah ‘seorang penjarah, pencuri yang
paling berbahaya, dan melakukan penghinaan kepada masyarakat’. Dia tidak
menghormati hak milik perseorangan.” Dia dihukum penjara seumur hidup. Syukur,
dia tidak dihukum gantung.
Begitu keadaan di zaman itu, dan
begitu juga lah keadaannya pada hari ini. Perampok-perampok besar yang berhasil
menjadi kaya raya dari hasil rampasan dan pembunuhan dilepaskan tanpa menerima
hukuman apapun. Mereka digambarkan sebagai orang-orang yang bijaksana dan layak
menerima penghormatan dari masyarakat. Akan tetapi, pencurian-pencurian kecil,
yang sekadar bertujuan menyambung nafas setelah tanah dan rumahnya dirampas,
dianggap sebagai perampas berat, dan dimasukkan ke dalam penjara. Pencuri-pencuri
kecil menerima hukuman penjara, sedangkan perampok dan pembunuh terbesar
memerintah negara.
V. 100 juta orang ditawan
1. Orang-orang Portugis dan Spanyol
terus menerus menguasai perdagangan di Lautan Hindia dan menaklukkan
tanah-tanah jajahan di seluruh Amerika (Selatan). Di negeri-negeri lain, di
Eropa, kaum kapitalis sibuk membicarakan bagaimana cara-cara untuk mengkukuhkan
kedudukan mereka.
2. John Hawkins sedang
berbincang-bincang dengan seorang sahabatnya. Isi pembicaraan mereka antara lain:
bahwa barang-barang dagangan yang memberikan keuntungan besar adalah kopi dan
gula; tapi mulai banyak orang menanam kopi Portugis di Amerika (Selatan);
sehingga mereka merasa terancam karena, dengan begitu, harga kopi akan turun;
Tapi mereka akhirnya sadar bahwa mereka tak bisa menghalangi orang-orang lain
untuk menanam kopi, apalagi bagi mereka yang memiliki banyak uang (modal);
kemudian, mereka memiliki siasat baru: karena orang-orang sekarang banyak yang
menanam kopi, maka mereka, tentu, membutuhkan tenaga kerja, dan mereka akan
menyediakan (maksudnya: menjual) tenaga kerja tersebut, yang diambil dari
Afrika—karena mereka merasa bahwa orang-orang pribumu Amerika (Selatan)
malas-malas.
3. Cerita sebenarnya mengenai John
Hawkins. John adalah orang yang garang, kasar, dan tak punya hati. Dia lah yang
akan merusak Afrika. Musim Panas, London, 1562, John Hawkins menjelaskan kepada
para pedagang, pengusaha (kapitalis): bahwa bila para kapitalis itu mau
menyediakan 3 kapal kepadanya, lengkap dengan tentaranya, termasuk juga sedikit
barang yang akan dipertukarkan, dia berjanji akan membawa kembali keuntungan
berlipat ganda atas modal yang ditanamkan oleh para kapitalis tersebut. Pada 3
Agustus, 3 buah kapal berlayar dari pelabuhan London. Sesampainya di tujuan,
mereka menukar 10 bilah pisau dan 6 meter kain dengan seorang hamba abdi
(budak) yang kuat. John mendapatkan segala yang dikehendakinya, tapi ia masih
merasa tak puas. Kemudian mereka mendatangi kampung lainnya. Kampung-kampung
dibakar dan yang menentang dibunuh. Kini kapal telah penuh dengan muatan. Ada
300 budak yang diangkut di dalamnya. Di tengah laut mereka menjual budak-budak
tersebut kepada kapal portugis. Dengan uang yang diperoleh, John membeli kulit
binatang dan gula. Kapal mereka dipenuhi barang-barang dagangan tersebut.
Mereka membeli 2 kapal lagi (sebelum berlayar pulang) untuk memuat
barang-barang dagangan tambahan. Di London John menjual semua yang dibawanya.
Para kapitalis, yang dahulu memberinya modal, sangat gembira dengan keuntungan
besar yang diperoleh John, yang juga akan dipersembahkan kepada mereka. Ratu
Elizabeth memberi penghormatan bagi mereka yang memajukan perdagangan budak
tersebut.
4. Perdagangan budak dengan cepat
meningkat. Kapal-kapal dari Belanda, Inggris, Jerman, Denmark, Portugal dan
Spanyol berlayar sepanjang pantai barat Afrika untuk membeli budak. Mereka juga
mengupah orang kulit hitam untuk mencari budak (sebangsanya), bahkan dengan
bayaran senjata. Penduduk semakin takut—mereka ditangkapi untuk dijual. 6 meter
kain dan 10 pucuk senapan merupakan bayarannya. Budak diburu hingga kerajaan
Kongo. Raja mengadukan perkara tersebut kepada raja mereka, yang bernama
Affonso.
5. Sultan mengirim utusan ke semua
ketua adat dan pedagang-pedagangnya yang tinggal di pantai. Sultan melarang
mereka menjual budak kepada kapal-kapal Eropa. Mereka malah mengatakan: “Oh!
Tuanku sudah tua, tak bisa mengerti perkara ini.”; “Inilah cara yang paling
mudah untuk menjadi kaya.”; “Lihat betapa indahnya barang-barang ini, sutera,
emas dan perak.”; “Dan senjata dari Eropa lebih kuat.”
6. Perhatikan! Ada perbedaan
keuntungan yang diperoleh dari penjualan budak di Eropa dan Afrika. Pedagang di
Afrika, hanya memperoleh barang-barang yang bermutu; tapi di Eropa,
pedagang-pedagang menanamkan modalnya di pabrik-pabrik atau
perkebunan-perkebunan, dan modal mereka semakin bertambah besar dari masa ke
masa.
7. Raja Alfonso mengirim utusan demi
utusan kepada sahabatnya, Raja Portugis. Inilah isi suratnya: “Emanuel yang
saya hormati, sungguh, aku telah melarang penggunaan senjata yang dibawa oleh
pedagang-pedagang tuan ke dalam kawasan pemerintahan kami. kebanyakan pembesar
kami tidak lagi patuh kepada pemerintah kami karena tuan memiliki lebih banyak
harta ketimbang yang kami miliki. Pedagang-pedagang tuan mengambil anak-anak
kami, lelaki dan perempuan, setiap hari. Kegairahan pedagang-pedagang tuan
tersebut akan melenyapkan pendudukku. Saudaraku yang terhormat, kami memerlukan
bantuan tuan dalam perkara ini. Harap tuan bisa melarang pedagang-pedagang tuan
menjual senjata api. Adalah harapan kami agar perjualan budak tidak berlaku di
negeri ini. Affonso.”
8. Inilah jawaban bagi surat Affonso:
“Affonso yang dimuliakan, harapa tuan tidak berkecil hati. Kita haruslah
senantiasa tidak ketinggalan zaman. Pembelian dan penjualan budak sudah menjadi
perdagangan penting di Eropa. Tidak ada satu kuasa pun di dunia ini yang dapat
menghentikannya. Tambahan pula, aku tak memiliki kuasa apapun dalam perdagangan
tersebut. Aku sendiri sudah banyak berhutang kepada pedagang-pedagang tersebut.
Salam, Emanuel.” Kini, kain dan gading tidak bisa dipertukarkan dengan senapan,
karena senapan hanya akan dipertukarkan dengan budak. Kini Raja dan penduduk
memerlukan senapan untuk melindungi diri dari pemburu budak. Tapi untuk
mendapatkan senapan, mereka harus menjual budak. Sekarang penduduk memiliki
prinsip baru: siapa yang tak menjual budak, akan dijual sebagai budak.
9. Pusat-pusat perdagangan budak
tumbuh bagai jamur, bagai cendawan di sepanjang pantai barat Afrika. Pedagang
budak yang tinggal di sana bagai lintah yang sedang menghisap darah Afrika.
Pedagang-pedagang dari Inggris, Jerman, Spanyol, Protugis, Belanda, dan Denmark
memerlukan lebih banyak budak. 100 juta manusia ditawan. Keganasan tersebut
menyebar ke seluruh Afrika. Ada orang-orang kampung yang satu menawan budak
dari kampung-kampung tetangganya. Rakyat menjadi tidak saling percaya dan
saling curiga sesama mereka. Tak ada satu pun yang berani mengerjakan tanah
lebih luas dari keperluan mereka sendiri. Pada saat-saat tertentu, ladang
ditinggalkan dan penduduk lari bersembunyi. Kain tak perlu ditenun lagi karena
kain dari Eropa lebih murah harganya. Dalam keadaan seperti itu, kekejaman pun
merajalela. Perdagangan yang menguntungkan tersebut telah memberikan
keuntungan, laba, kepada perusahaan di Eropa, sementara Afrika dilanda penyakit
kelamin, arak, dan senapan.
10. Tahun 1750. Seorang hamba yang
berhasil membebaskan diri, kemudian melarikan diri, dan kembali ke kampung
halamannya—yang hanya berpenduduk orang-orang tua dan yang lemah, yang
ditinggalkan oleh atau tak berguna bagi pemburu budak—bercerita bahwa: mereka
dibawa selama 4 bulan. Di kapal, agar menghemat tempat, kami dirapat-rapatkan.
Kaki dan tangan kami dirantai. Kami semua ada 140 orang budak, tapi kami
tinggal 50 orang, karena yang lainnya mati akibat kondisi yang jelek itu. Kami
ada di kapal Belanda. Setelah 6 minggu berlayar, kapal Inggris mencoba menawan
kami. Kami mendarat di sebuah pulau yang bernama Jamaica, dan kami dijual di
pasar dekat pelabuhan. Kami diperkerjakan di ladang tebu dari jam 5 pagi hingga
jam 7 malam. Mandor, penyelia atau pengawasnya, adalah orang kulit putih yang
menunggang kuda, membawa rotan pemukul, mengawasi kami. Di ladang Portugis yang
di Brazil, tebu ditanam. Di kepulauan Karibia, dan di ladang Prancis serta
Inggris di Amerika Utara, tembakau, tebu dan kapas ditanam. Budak yang mencuri,
walau sedikit, dihukum mati. Budak yang tak menuruti perintah dibakar kakinya.
Mereka yang mencoba melarikan diri, dicari mati-matian. Kami sering memprotes
keadaan tersebut. Tapi bahkan padri mendakwa mereka akan masuk neraka bila
menentang keadaan tersebut. (Padahal neraka yang mereka alami lebih buruk keadaannya)
Mereka mulai berangan-angan memberontak. Sebenarnya orang-orang kulit putih
takut kepada mereka, tidur pun mereka membawa senjata. Pakaian yang ditenun,
dan benang yang dipintal di Inggris mendapatkan bahan mentah kapasnya dari
Amerika Utara, yang diproduksi oleh budak-budak.
11. Perdagangan segi tiga.
Kapal-kapal merantau ke seluruh dunia dan terus menerus mendatangkan kekayaan
bagi Eropa. Inilah ceritanya: Di Eropa, keuntungan dari perdagangan dan
pemerasan ditanamkan dalam perusahaan pemintal, tenun dan pembuatan senjata
api. Kain dan senjata api merupakan barang dagangan utama yang dikirim ke
Afrika. Di Afrika Barat, senjata api dan kain ditukarkan dengan budak. Kapal
kemudian berlayar ke Amerika Utara dimuati (penuh) dengan para budak. Di Amerika
Utara, budak dijual kepada tuan-tuan yang punya ladang. Budak digunakan sebagai
pekeja tanpa bayaran untuk menanam kapas, gula dan tembakau Para pedagang
menggunakan uang yang mereka peroleh dari hasil menjual budak tadi untuk
mengisi kapalnya dengan kapas, gula dan tembakau. Itulah mengapa kapas, gula,
dan tembakau yang diangkut dengan kapal dari ladang-ladang Amerika Utara, dan
dijual di Eropa, dapat memberikan keuntungan yang besar kepada para pedagang.
12. Para pedagang (kapitalis) Inggris
mendapatkan bantuan dari pemerintahnya. Angkatan laut dan angkatan darat
Inggris dikirim ke Amerika, Eropa, dan Asia untuk menghancurkan para pedagang
(kapitalis) Spanyol, Prancis, Belanda dan Denmark. Pada pertengahan abad ke 18,
mereka menguasai semua perdagangan antara Eropa dan benua lain. Kesan kejadian
tersebut bagi kapitalis sangatlah penting:
13. Lanchashire, Inggris, 1766. Mesin
pemintal dan penenun yang ada pada waktu itu terlalu lambat, padahal permintaan
akan benang dan kain sedang meningkat. Kemudian kapitalis membayar akhli mesin
untuk menciptakan mesin yang baru yang lebih cepat. Mesin “Spinning Jenny”
selesai diciptakan tahun 1767. Tapi itu pun tak sanggup memenuhi permintaan
akan benang dan kain yang terus meningkat. Mesin tenun bari diciptakan tahun
1785. Tetapi untuk membuat mesin, diperlukan besi dan batu bara (sebagai bahan
bakarnya). Maka diciptakanlah bahan bakar yang lebih baik: Uap. Air ditampung
di pam, kemudian airnya diuapkan sehingga bisa digunakan sebagai tenaga uap
untuk menempa besi. Tenaga uap juga dapat menjalankan mesin tenun dan mesin
anyam.
VI. Kemajuan Pesat
1. Peluit mesin tenaga uap menandakan
permulaan zaman baru. Kebisingan kereta api dapat didengar sampai ke desa;
bahkan di laut, karena kapal-kapal sekarang menggunakan mesin tenaga uap. Semua
alat transportasi tersebut digunakan untuk mengangkut barang-barang dagangan
dari gudang-gudang kapitalis. Hiruk pikuk mesin kini terdengar di mana-mana,
mesin sekarang bisa melakukan berbagai kerja. Bengkel kecil kini menjadi pabrik
besar. Hasil produksi (output) pabrik semakin bertambah. Asap pabrik meliputi
bumi dan langit. Ketukan penempa besi dapat didengar di seluruh negeri, di
jembatan, di jalan raya, malah hingga ke terowongan dan gudang-gudang. Kemajuan
begitu pesat. Teknologi menguasai alam. Pemantik api diciptakan pada tahun
1883; propeler, 1834; morse telegrap, 1844; fotografi, 1852; kapal terbang,
1852; pembakar listrik, lampu patrol, 1860. Inilah ungkapan kapitalis: “Kami
lah kapitalis yang membawa kesejahteraan hidup kepada seluruh manusia. Aku
sungguh gembira dengan pabrik dan ciptaan baru tersebut. Semuanya akan membawa
kesempurnaan dan kehidupan yang lebih baik kepada insan manusia seluruhnya.
Segala modal dan pengetahuan tersebut adalah hasil usaha kami.”
2. Apakah semua itu hasil usaha
kapitalis? Tidak, kaum pekerja, atau buruh lah yang mengerkan semua itu. Namun
bagaimana kah (kisah) hidup kaum pekerja atau buruh. “Kami lah yang sebenarnya
melakukan kerja. Kami lah yang dikorbankan. Jangan coba menafik atau menolak
bahwa kaum pemodal telah mengorbankan kami demi kepentingannya. Tuan tanah
membeli mesin dan mulai mengusahakan pertanian modern. Ladang tidak lagi
memerlukan pekerja yang banyak. Kebanyakan pekerja terpaksa berhenti bekerja.
Banyak yang jadi pengemis. Kami sebenarnya yang mengerjakan semua pekerjaan.
Dahulu, kami bekerja sebagai petani, tukang kayu dan pandai besi.” Sekarang,
keadaan telah berubah. Kapitalisme membawa perubahan terhadap para tuan tanah.
Mereka mengutamakan uang. Sewa tanah dinaikkan, sehingga kami tidak sanggup
membayarnya. Siapa pun yang tak sanggup membayaranya, diusir dari tanah (tempat
kerjanya) maupun rumahnya. Tukang-tukang kayu dan pandai besi mengalami nasib
yang serupa. Semua pekerjaannya diambil alih oleh mesin. Belanja mesin lebih murah
ketimbang membayar upah pekerja. Kini beribu-ribu bekas petani dan tukang
mengangur. Seolah-olah dicampakkan ke alam kosong. Menurut mereka: “Kami tidak
memiliki apapun, sungguh. Kami tidak mendapatkan makanan. Kesengsaraan
menggigit tulang-tulang kami. Dalam keadaan begitu, wabah penyakit mudah
merebak—batuk kering dan cacar. Kemelaratan tersebut memaksa kami pergi ke
kota-kota besar. Di kota, barulah kami dapat menyelamatkan diri dari maut
dengan mendapatkan: kerja.” Keadaan seperti ini berlaku di semua negeri di mana
kapitalisme berkembang, seperti di Inggris, Prancis, Jerman, dan Denmark.
Perkembangan yang sulit tersebut terus terjadi hingga sekarang.
3. Kota-kota diselimuti oleh debu dan
asap tebal. Penyakit dan penuh sesaknya penduduk. Pabrik, gudang dan bengkel
semuanya terdapat di kota. Mereka terpaksa bekerja untuk kepentingan kapitalis.
Mereka akan terus menindas kami hingga mati. Mereka tahu kami tak berdaya untuk
melawan. Inilah kesaksian mereka:
Ellison Jack, pengangkut batu bara:
umur 11 tahun. “Aku sudah tiga tahun bekerja di gudang batu bara ini. Ayahku
menemaniku datang ke sini pada jam 2 pagi, dan aku pulang pada jam 1 atau jam 2
siang. Aku tidur jam 6 sore agar aku dapat bangun pagi pada esok harinya. Aku
terpaksa mengangkut bakul yang berisi batu bara, menaiki empat atau lima tangga
untuk sampai ke tempat penimbunan. Aku mengangkat 5 ton batu bara setiap
harinya. Kadang-kadang aku dipukul jika aku tidak dapat mengangkut sebanyak
itu.”
Sarah Gooder: Umur 8 tahun. “Kerjaku
membuka dan menutup pintu lumbung. Aku terpaksa bekerja dalam gelap dan ini
menakutkanku. Aku mulai bekerja pada jam 4 atau kadang jam 3.30 pagi, dan
pulang pada jam 5 atau 5.30 sore. Aku tidak pernah tertidur. Aku suka bernyanyi
di tempat terang dan aku takut berada di tempat gelap.” (Dikutip dari
Suruhanjaya Negara, 1842)
John Smith, penenun kain: umur 42
tahun. “Aku bekerja setiap hari. Bila tiba di rumah, aku tidak dapat tidur
karena terlalu letih. Itulah keadaanku setiap harinya. Aku tahu, aku tidak akan
hidup lama. Hidupku tak bermakna.”
Bob Jones, pekerja pabrik: umur 18
tahun. “Kami tak diizinkan berpikir karena semuanya telah mereka pikirkan untuk
kami. Mereka menghina kami. Kami dijadikan binatang yang hanya tahu bekerja.
Itulah ganjaran karena mengabdi pada kapitalis.”
Anne Brown, pemintal benang: umur 23
tahun. “Aku , suamiku dan kedua anakku bekerja 15 jam sehari. Itupun tak cukup
untuk membayar sewa rumah, roti dan sedikit bubur. Bila kami membantah, kami
akan dimaki. Kami tak boleh hidup jika kami tak bekerja. Sekarang aku tak
peduli lagi. Cukuplah dengan penderitaan ini.”
4. Kapitalis dituduh sebagai
perampok. “Beratus ribu buruh, seperti kami, bekerja keras—dengan badan yang
tinggal tulang-belulang, kurus kering—bermandikan peluh. Kami membangun jalan
raya, menanam dan memanen kapas, serta mengawasi mesin. Kami melakukan segala
macam kerja sehingga kami menjadi orang yang paling diperlukan dalam
masyarakat. Tapi kami tak memiliki kekuasaan atau hak untuk menentukan nasib
kami sendiri. Sebaliknya, pemilik-pemilik pabrik, gudang dan mesin menentukan
nasib kami. Hanya mereka yang berkuasa. Mereka lah yang menentukan berapa cepat
kami harus bekerja, bagaimana kami harus bertindak dan undang-undang yang harus
kami patuhi. Mereka menentukan hidup-mati kami. Dan mereka melakukan segala
penindasan kepada kami, menekan dan menghisap darah kami… Seperti tuan tanah
yang hidup di atas keringat petani dan tukang. Kelas kapitalis membeli
kesanggupan kerja para buruh sama dengan membeli mesin dan bahan mentah.”
(Bahan mentah adalah benda-benda seperti besi, bulu biri-biri, kayu, dan lain
sebagainya. Bahan mentah digunakan untuk membuat berbagai barang.) Mereka
membeli kesanggupan kerja buruh dengan upah yang mereka bayar. Upah yang mereka
bayar, mungkin mahal, mungkin murah, tapi yang pasti adalah: buruh tidak pernah
diberi ganjaran yang setimpal dengan usahanya. Hanya sebagian saja dari
kerjanya yang dibayar, dan sebagian lagi tidak dibayarkan. Kelas kapitalis lah
yang merampas kerja yang tidak dibayar tersebut. Para kapitalis menganggap
kerja yang tidak dibayar dan benda yang dicuri seperti itu adalah keuntungan.
Keuntungan yang akan dimasukkan ke dalam kantong mereka. Kapitalis menggunakan
keuntungan tersebut untuk membeli lebih banyak pabrik dan membeli lebih banyak
buruh, sehingga dapat terus menerus mengambil keuntungan yang lebih banyak.
Dengan cara inilah modal bertambah. Dari dahulu hingga sekarang, cara
melakukannya tak pernah berubah—caranya adalah dengan membeli murah dan menjual
mahal. Kapitalis membeli tenaga kerja buruh dengan bayaran yang rendah,
sedangkan barang yang dihasilkan oleh buruh dijual dengan harga tinggi.
Seberapapun keuntungannya, akan menjadi milik kapitalis. Sekarang, rahasia
mereka terbongkar, rahasia para pedagang/kapitalis dan orang-orang yang sama kelasnya
dengan mereka. Di balik senyuman mesra dan pakaian mereka yang serba indah,
mereka adalah perampok yang hidup di atas usaha dan kerja orang lain. Kelas
mereka lah yang berkuasa dalam masyarakat.
5. Dan negara (termasuk pemerintah)
ditentukan oleh kekuasaan mereka. Para kapitalis menggunakan cara yang sama
dengan cara pedagang dalam mengekalkan kekuasaan dan pengaruh mereka. Kapitalis
merombak, menukar, susunan pemerintahan lama menjadi yang baru. Maka
terbentuklah pemerintahan kapitalis Jerman, Italia, Austria, Jepang, dan
Amerika serikat. Sekarang raja atau permaisuri tidak lagi memerintah negeri.
Mereka sekadar dijadikan perhiasan atau simbol belaka. Sekarang yang memerintah
adalah kelas kapitalis dan para pembela kepentingan mereka. Para hakim dan
akhli-akhli hukum diwajibkan memastikan bahwa undang-undang negara akan
menjamin keselamatan kepentingan kapitalis. Tentara dan polisi harus memastikan
bahwa undang-undang dipatuhi. Jika para kapitalis menginginkan sesuatu di
negeri lain, tentara akan dikirim untuk berperang dan merebut apa yang mereka
inginkan
VII. Tanpa Kerja—Tanpa Gaji—Tanpa
Makan
1. Perindustrian dimulai di Inggris.
Selama industri hanya terdapat di Inggris, mereka tidak memiliki masalah dalam
memasarkan hasil produksi mereka. Malah Inggris tak mampu memenuhi permintaan
yang begitu tinggi. Bagaimanapun, pada pertemgahan tahun 1800-an, pabrik-pabrik
di negeri-negeri lain seperti Prancis, Belgia, Jerman, dan Amerika Serikat
memasarkan hasil produksi mereka. Maka kapitalis mulai mengalami kesulitan
menjual hasil produksi buruh mereka. Banyak barang-barang dagangan kapitalis
tidak dapat dijual. Orang-orang tak sanggup lagi memberi barang-barang
tersebut, dan mereka terpaksa harus bersaing sesama mereka untuk dapat menjual.
Hampir semua kapitalis berpendapat sama: “Kalau aku jual dengan harga murah,
tentu orang-orang akan membeli dariku”; “kalau aku turunkan harga, semua orang
akan membeli dariku”. Dan setiap kapitalis menurunkan harga serendah mungkin:
termurah; sangat murah; lelang; obral. Bagaimana pun, tidak semua kapitalis
mampu menurunkan harganya. Hanya mereka yang mempunyai mesin lebih banyak dan
lebih baik, yang dapat menghasilkan produksi lebih banyak dan murah, yang dapat
menurunkan harga, atau menjual barangnya jauh lebih murah. Pembeli tentu
menginginkan barang yang lebih murah. Banyak yang tak mampu membeli dengan
harga tinggi. Mereka yang tak mampu menawarkan barang yang lebih murah akan
hancur usahanya, bangkrut. Maka, beberapa kapitalis bertumbangan dan keadaan
ekonomi semakin memburuk. Siapa kuat, dia yang selamat. Sekarang jumlah
kapitalis berkurang.
2. Kapitalis besar merasa yakin bahwa
perdagangan akan berkembang seperti semula, modal akan terus bertambah, karena
itu mereka berpikir harus membeli mesin lebih banyak, mempekerjakan buruh lebih
banyak. Mereka, semua, berpikir harus bersaing di antara sesamanya dengan
membeli lebih banyak mesin dan mempekerjakan buruh lebih banyak. Tujuannya agar
barangnya lebih baik, lebih banyak dan lebih murah, mengalahkan yang lain.
Tapi, yang terjadi, berulang seperti semula: sekali lagi barang-barang yang
dijual di pasar melebihi permintaan karena orang tak mampu membeli. Sekarang,
kapitalis mana lagi yang akan tumbang menjadi korban.
3. Saat-saat akhir Willy Rust. Willy
Rust adalah seorang kapitalis yang tidak dapat memasarkan barang-barang
produksinya, akibat pengeluaran yang berlebihan. Sejak beberapa beberapa minggu
belakangan ini, barang-barangnya tidak dapat dijual, tidak laku, dan utangnya
sudah jatuh tempo. Bila tidak dapat melunasi utangnya maka ia terpaksa harus
menjual pabriknya, yang memproduksi mesin. Ia merasa masih memiliki jalan lain,
yaitu meminjam uang kembali untuk melunasi hutangnya. Maka ia berusaha meminjam
uang pada bank. Ia mencoba memohon pinjaman jangka pendek untuk membayar
utangnya atas pembelian biji besi kepada perusahaan Macprofit. Banyak kapitalis
yang juga melakukan hal yang sama dengan Willy Trust. Pimpinan bank kemudian
menelpon pemilik Macprofit dan memberitahu persoalan Willy Trust. Dan pemilik
Macprofit merasa memiliki kesempatan untuk mengambil alih hak pemilikan pabrik
Willy Trust. Kemudian pemilik Macprofit melakukan persekongkolan dengan pemilik
bank—yaitu menolak pinjaman Willy Trust. Willy Trust gagal membayar utangnya,ia
bunuh diri, dan Macprofit mengambil alih atau membeli pabriknya dari bank.
4. Keadaan bertambah sulit bagi
kapitalis—terutama bagi kapitalis kecil. Kapitalis kecil mempunyai hambatan
yang mengancam mereka: pemilik bank. Pemilik bank juga adalah kapitalis.
Melalui usahanya, ia telah berhasil mengumpiukan banyak uang, yang kemudian
dipinjamkan (baca: dijual) pada orang lain (dan dia mendapatkan bunga dari uang
yang dipinjamkan itu). Seperti juga Willy Trust, pemilik bank suka meminjam
uang pada kapitalis-kapitalis besar, dengan harapan bahwa kapitalis besar bisa
memberikan keuntungan baginya—dan kapitalis besar akan mengurangi resikonya.
Dalam situasi persaingan, maka yang kuat dan yang besar saling membantu
mengatasi resiko bersama. Pabrik besi dan baja, minyak serta batu bara,
perusahaan-perusahaan elektrik, banyak membuat pinjaman kepada bank karena
mereka memerlukan uang banyak untuk membeli mesin.
5. Perusahaan-perusahaan besar dan
bank-bank besar. Mereka bekerjasama dan saling bantu sesamanya agar menjadi
lebih besar, makin lebih besar, dan lebih besar lagi, terutama perusahaan
Amerika Serikat dan Jerman. Mereka memiliki pabrik-pabrik yang besar dan cakap.
Mereka dapat menghasilkan barang-barang yang dapat membuat masyarakat tak mampu
lagi membeli barang-barang tersebut. Kapitalis terjepit dan mereka menurunkan
harganya agar barang menjadi murah dan dapat dibeli. Mereka mencari jalan lain
agar harga barangnya tidak turun terus. Misalnya dengan menghemat pembelian
mesin. Tapi tidak bisa, karena tidak ada lagi mesin yang harganya lebih murah;
cara lainnya adalah dengan mengurangi pekerja atau buruh. Pabriknya ditutup
atau dikurangi sebagian kemampuan produksinya. Yang merugi adalah buruh, mereka
kehilangan pendapatan dan daya belinya.
6. Krisis Tahun 1873. 10 ribu, 100
ribu, berjuata-juta pekerja atau buruh di-PHK, tanpa kerja, tanpa upah, tanpa
makan. Zaman malaise (baca: meleset) disebutnya, yang mulai terjadi pada tahun
1873, yang merebak ke seluruh negeri-negeri perindustrian. Malaise tidak
berakhir dalam waktu yang singkat—satu tahun, dua tahun sampai lima tahun,
tetap belum selesai.
7. Kesulitan dan kesengsaraan
meningkatkan semangat kaum buruh. Mereka berkumpul untuk melakukan rapat-rapat
akbar. Mereka merasa lebih kuat jika mereka bersatu menentang musuh. Semangat
mereka untuk menuntut keadilan kian memuncak. Mereka semuanya bersuara
meluapkan perasaan masing-masing. “Golongan kapitalis mempunyai banyak barang
yang tidak laku dijual, sedangkan kita kelaparan.” “Mereka menutup pabrik
karena keuntungannya merosot, sedangkan kita tidak punya pekerjaan.” “Begitulah
kedudukan kita sekarang.” “Apa tindakan kita sekarang.” “Kita harus
memberontak.” Salah seorang di antara mereka yang berpakaian lebih rapi dari
yang lainnya mulai berkata. “Sabar, sabar. Kita tidak perlu mengambil tindakan
terburu-buru begini. Kita bisa memperbaiki keadaan ini, namun secara
berangsur-angsur.” Bisikan-bisikan kecil kedengaran di antara buruh-buruh yang
berkumpul itu. Mereka mencurigai sikap orang yang berpidato tadi. Seorang
pekerja tambang yang masih muda lantas menyahut. “Berangsur-angsur? Kita tidak
bisa menghilangkan penindasan atas kaum buruh secara berangsur-angsur.
Sebaliknya kita harus menghapuskan sama sekali segala bentuk penindasan secara
menyeluruh.” Kata-kata beliau disambut dengan tepukan gemuruh. Perkumpulan pun
dilanjutkan.
8. Pada sore itu juga, para buruh
berarak-arakan menuju kediaman Macprofit. Ketika itu, Macprofit sedang membaca
koran yang memberitakan kebangkrutan perusahaan Inggris (karena mendapatkan
saingan dari luar negeri) dan pemogokan-pemogokan kaum buruh. Macprofit
menerima telepon yang membuatnya semakin panik. “Aku ingin memberitahu kau,
bahwa tambang besi milikmu yang besar itu sudah bangkrut. Perusahaan lain sudah
membeli semua tambang-tambang tersebut.” “Pranggggg” kaca jendela di belakang
Macprofit pecah. Kepanikan Macprofit semakin bertambah begitu melihat ke luar
jendela, ribuan buruh yang marah dan menuntut telah memenuhi halaman rumahnya.
Telepon yang masih bersuara (memanggil) diabaikannya sama sekali. “Kami sudah
cukup menderita!” “Keluarlah kau ke sini agar kami potong leher kau,” teriakan
para buruh yang membuat Macprofit menggigil dan menghubungi polisi. Polisi
berkuda pun datang dan membubarkan massa buruh dengan kekerasan dan tembakan
senjata. Banyak di antara massa yang tertembak dan terluka bahkan ada yang
mati. “Kami akan datang lagi. Polisi, kau bisa mengusir buruh, tapi kalian
tidak akan mampu menghalangi gerakan kelas buruh seluruhnya,” demikian lah
suara-suara buruh yang dialamatkan kepada Mac’profit’, membahana di antara
bunyi letusan senjata api yang ditembakkan polisi. Kaum buruh mulai
bersatu-padu. Mereka mengaitkan persatuan buruh dengan gerakan sosialis—mereka
menginginkan agar semua kekayaan yang dihasilkan di dalam masyarakat menjadi
milik bersama; setiap orang saling membantu satu sama lain dalam mewujudkan
kehidupan yang lebih sempurna; tapi, sebelum semuanya bisa dicapai, kapitalis
harus dihancurkan terlebih dahulu. Kaum buruh kini sudah bersiap-siap untuk
berjuang sampai menang. Mereka berusaha seolah-olah saat kehancuran kapitalis
sudah di depan mata!
VIII. Kekayaan Dunia Digenggam
Segelintir Orang Kaya (Kapitalis)
1. Pemilik-pemilik
perusahaan-perusahaan besar dan bank-bank terkemuka berkumpul untuk
membicarakan rencana masa depan mereka. Persidangan diselenggarakan di Paris,
Brussels, Roma, New York, St. Petersburg, Tokyo dan London. Kapitalisme harus
diselamatkan, dengan cara apapun. “Dahulu, hanya kami, orang-orang Inggris,
yang menjalankan perusahaan. Kini, perusahaan-perusahaan dari negeri lain juga
sudah berkembang. Bagaimana jadinya nanti?,” tanya Happy Jack, sebagai
moderator yang memang berasal dari Inggris ini, kepada para hadirin.
“Kebanyakan perusahaan-perusahaan tersebut dikelola dengan lebih baik dan lebih
kuat, tetapi sekarang perusahaan-perusahaan Inggris semakin berkurang,” Sir
Edward Steel menambahkan. “Aku semalam berada di sebelah timur London,
mendengarkan pembicaraan para penganggur. Aku mendengar cerita hebat dan
teriakan-teriakan yang menuntut makanan, makanan, makanan,” kata Tuan Cecil
Rhodes, sambil menghembuskan asap cerutunya. Mr. Macprofit kelihatan diam saja
dengan kening berkerut. Ia berpikir, jika pabrik-pabrik terus ditutup, maka
para pekerja akan merampas pabrik-pabrik tersebut dari tangan mereka. “Untuk
menghindari perang saudara di Inggris, yang akan melibatkan 40 juta penduduknya,
kita harus mendapatkan tanah jajahan baru yang bukan saja bisa menerima
penganggur di negeri kita, malah bisa juga menjamin pemasaran barang-barang
pabrik dan tambang yang tidak laku dijual di sini,” lanjut Tuan Cecil Rhodes
lagi. “Barang-barang yang tak dapat dijual lagi dan ancaman dari kaum buruh.
Tetapi, berapa banyak orang yang memikirkan persoalan ini?” pikir Macprofit
gelisah. Tiba-tiba ia menukas. “Bahan mentah! Apabila pabrik-pabrik kita pulih
kembali, permintaan bahan mentah akan menjadi satu perkara penting. Bahan
mentah yang sekarang tidak mencukupi,” Sir Edward Steel tak menggubris, ia
seperti sedang menunggu kedatangan seseorang. “Kereta api seharusnya sudah di
stasiun sekarang,” ujarnya. Tak lama kemudian. “Tuan-tuan sekalian, aku sungguh
berbesar hati karena dapat memperkenalkan kepada Tuan-Tuan semua seorang
jurnalis dan petualang: Henry Morton Stanley,” Steel memperkenalkan. Tampak di
depan mata hadirin pria dengan penampilan mengesankan, berpakaian pelaut,
berkumis, berambut pirang, dengan kulit kecoklatan karena terpanggang sinar
matahari. Stanley dengan antusias berbicara kepada para ahli-ahli perdagangan
yang hadir. “Aku baru saja pulang dari penjelajahan yang jauh. Satu perjalanan
yang telah mengorbankan beratus nyawa manusia tapi hasilnya sangat
menggembirakan. Dalam penjelajahan itu, Aku temui sebuah benua yang sedang
menunggu kedatangan orang orang kulit putih. AFRIKA! Kita akan menemukan
penyelesaian bagi semua masalah yang kita hadapi. Di sana, berjuta-juta manusia
masih tidak berbaju. Mereka ingin membeli kain dari perusahaan-perusahaan Tuan.
Tuan-Tuan bisa mengusahakan adanya kereta api, membangun jalan raya dan
pertambangan di Afrika. Keadaan iklim juga sangat sesuai untuk semua jenis
tanaman getah, teh, kopi, coklat, dan bisa mendapatkan tenaga-tenaga kerja yang
cukup serta murah di Afrika.” Seisi ruangan menjadi ribut. Para kapitalis
berebutan melobi, menelpon, berniat berlomba-lomba ke Afrika. “Afrika sedang
menunggu kedatangan kita, yang penting kita harus sampai terlebih dahulu,”
terdengar pembicaraan salah seorang dari mereka, yang memang sejak dari tadi
berusaha menelpon terlebih dahulu. “Syukurlah kita selamat,” mata mereka seakan
berkata demikian. Bodoh! Mereka tidak tahu bahwa mereka sedang menghadapi
kehancuran yang, memang, bisa ditunda, tapi tak bisa dielakkan. Maka,
kapal-kapal pun berlayar dari Eropa dengan tujuan: AFRIKA HARUS DITAKLUKKAN!
2. Paksaan, perbudakan, dan penipuan
yang telah dipraktekkan selama beratus-ratus tahun telah menjadikan para
kapitalis Eropa kaya dan kuat di dunia. Mereka begitu kuat sehingga semakin
bisa melengkapi tentaranya. Sebuah kapal besar berlayar ke Pantai Afrika penuh
dengan prajurit, meriam dan senapan.
3. Perlawanan Afrika. Bagaimana pun,
setelah ditindas selama 400 tahun, Afrika sudah bisa dipecah-pecah dan mudah
ditembus. Pedagang-pedagang Eropa memecah-belah para kapitalis Afrika agar
perusahaa-perusahaan mereka jangan bersatu sesamanya. Oleh karena kelebihan
teknologi senjata Eropa, mereka bisa mengalahkan rakyat Afrika yang terpecah
belah. Keberanian dan kepahlawanan rakyat Afrika terus menerus menentang
penjajahan dengan menumpahkan darah mereka. Suku Metabela dan Mashona bertempur
menentang penjajahan dari tahun 1893-1897. Suku Ibo ikut serta sejak tahun
1900. Sedikitnya 24.000 orang korban jatuh dalam pertempuran di Sudan. Suatu
pertempuran yang sengit terjadi pada tahun1887, saat kaum Zulu dikalahkan.
Burundi pun dikalahkan di antara tahun-tahun 1881-1898. Suku Kilwa memberontak
antara tahun1905-1906, yang mengorbankan 120.000 orang. Kaum Hereo
mempertahankan diri antara tahun 1901-1906. Di Chad pun, 60.000 orang tewas
dalam menentang penjajahan pada tahun 1900. Di Kamerun, kaum Yaonde berperang
pada tahun 1896. Di Guinea, gerakan rakyat tidak dapat dipatahkan hingga tahun
1936. Pemberontakan di Botswana terjadi pada tahun 1895. Mesir ditundukkan pada
tahun 1882. Perlawanan di Ghana, Mali, Songhai bergolak selama 20 tahun,
sebelum akhirnya dapat dipatahkan; dan lain-lainnya. Walaupun demikian, api
perlawanan meninggalkan bara yang tak dapat dipadamkan.
4. Bumi Afrika, tahun 1882, dikuasai
oleh para penjajah dari Eropa (Inggris, Prancis, Portugal, Spanyol, Italia,
Jerman, dan Belgia) hanya di daerah-daerah pesisir saja. Dalam perebutan
wilayah di Afrika, tidak jarang perusahaan-perusahaan dari negeri-negeri Eropa
saling bersaing dengan hebat, bahkan seringkali dengan perang memperebutkan
wilayah-wilayah jajahan di Afrika. Alhasil, pada tahun 1914 Afrika dapat
dikuasai sepenuhnya dan dibagi-bagi di antara para imprealis. Inilah
negeri-negeri Afrika yang dibagi-bagi di antara mereka: Alzazair, Maroko,
Kepulauan Canary, Senegal, Zambia, Guinia Portugis, Siera Leone, Liberia,
Pantai Gading, Pantai Emas, Nigeria, Kameron, Kongo, Anggola, Afrika Barat
Daya, Betswana, Afrika Selatan, Rhodesia, Mozambique, Madagaskar, Tanzania,
Uganda, Kenya, Ethieopia, Sudan, Mesir, Libya, dan Tunisia. Diplomat-diplomat
dari berbagai negeri Eropa yang mewakili kepentingan perusahaan bertemu di
Eropa untuk membagi-bagi wilayah jajahan di antara mereka. Prancis mendapatkan
tanah jajahan yang paling luas, disusul oleh Inggris.
5. Saudara-saudara pembaca, sejak
kelahiran kapitalisme di Eropa, banyak uang yang telah dihabiskan dalam
prosesnya, banyak pula terjadi pertumpahan darah. Tentu saudara masih ingat,
kapitalisme pada mulanya hadir dalam masyarakat feodal dengan membawa
barang-barang dagangannya. Kapitalisme gigih dan berusaha kuat membawa ide-ide
yang baru. Kapitalisme seolah-olah membawa nafas baru (progresif, maju).
Kemudian kapitalisme berhasil menguasai masyarakat. Dahulu, tuan-tuan tanah
yang berkuasa, kini kapitalis atau kaum borjuis yang memerintah; agar kapitalis
bisa memerintah, perindustrian harus berkembang terlebih dahulu, dan
perkembangan tersebut memerlukan uang. Bank-bank memainkan peranan yang penting
dalam membantu kapitalis besar dan tangguh, agar lebih besar dan tangguh,
tetapi sebaliknya mengancam pertumbuhan kapitalis-kapitalis yang kecil.
Pengusaha seperti Willy Rust mati begitu saja karena bank hanya berminat
memberi pinjaman kepada kapitalis yang besar dan kuat. Kapitalis besarlah yang
paling berkuasa, karena kapitalis besar lah yang dapat menguasai kedua-duanya,
bank dan perusahaan. Sekarang, pembaca sekalian, pembicaraan kita telah sampai
pada permulaan abad ke-20, zaman yang dekat dengan zaman kita. Untuk memahami
pergolakan dunia hari ini, saudara perlu mengetahui sejarahnya.
6. Kapitalis. Di saat
perusahaan-perusahaan sibuk memperluas tanah jajahannya di Afrika, para
kapitalis masih terus bimbang. “Krisis yang terjadi 20 tahun yang lalu masih
terasa hingga hari ini. Hanya beberapa perusahaan besar saja yang
terselamatkan. Apakah yang menyebabkan terjadinya krisis? Mengapa bisa terjadi
kelebihan produksi sehingga harga turun sangat rendah? Kenapa pula terlalu
banyak barang yang diproduksi sehingga banyak barang yang tidak dapat dijual,”
pertanyaan-pertanyaan ini terus menghantui kapitalis. Mereka menemukan
jawabannya. Jawabannya adalah: PERSAINGAN. Ya, krisis itu disebabkan oleh
persaingan bebas. Dan krisis tersebut telah membawa kehancuran kepada
kapitalis. Kapitalis pun menemukan ilham. Lalu, seorang kapitalis mengirimkan
telegram kepada kapitalis-kapitalis lainnya yang kuat dan besar, yang isinya:
“Jika krisis ini dibiarkan terus-menerus, maka pasti akan menghancurkan kita. Kita
harus bersatu. Hanya cara ini saja yang akan dapat menyelamatkan kita semua,”
tulisnya. Telegram dikirimkan ke seluruh dunia, terutama ke Eropa dan Amerika
Serikat. Kapitalis-kapitalis yang menerima telegram itu pun menjawab: “Aku
tidak dapat menahan keinginan awalku untuk bersaing.” “Bertanding sudah menjadi
darah dagingku.” Atau, “Aku sudah memiliki kekuasaan yang besar dan kuat.
Bagaimana aku bisa bekerjasama dengan orang yang setingkat denganku?” “Mustahi
cara tersebut akan berhasil.” Mereka awalnya tidak mau bersatu. Lalu, kapitalis
yang menyarankan persatuan di antara mereka itu mengancam tidak akan memberikan
pinjaman lagi kepada mereka yang menolak. Akhirnya mereka bersedia karena
menolak persatuan artinya sama dengan bangkrut. Perusahaan-perusahaan yang
selamat memulai kerjasama. Kerjasama yang sebenarnya hanya berwujud di
permukaan saja, karena mereka lebih suka saling menghancurkan satu sama lain.
Di semua negeri kapitalis, kaum kapitalis bekerjasama, bergandengan tangan satu
dengan yang lain, untuk menghindari krisis. Para kapitalis dari seluruh dunia
tersebut: K.A. Wallenberg dari Swedia, J.D. Rockfeller dari Amerika Serikat,
N.M. Rothschild dari Inggris, G. Krupp dari Jerman dan C.F. Tietgen dari
Denmark.
7. Perusahaan-perusahaan pun mulai berubah
bentuk menjadi kartel, oligopoli dan monopoli. “Kamilah kartel. Kami
bersama-sama mengeluarkan semua jenis besi dan baja yang diperlukan di dalam
negeri ini. Kami tidak lagi bersaing sesama kami. Kami telah sepakat untuk
hanya mengeluarkan sejumlah besi yang bisa kami jual dan tidak lebih dari itu.
Kapitalis adalah kawan setia kami,” kata kapitalis-kapitalis yang menggabungkan
diri membentuk kartel. “Kami adalah oligopoli. Kami tidak lagi bersaing sesama
kami sendiri. Kamu sudah bersepakat untuk membentuk sebuah perusahaan.
Perusahaan kami menghasilkan semua barang elektronik yang diinginkan di dalam
negeri ini. Kami menentukan harga yang paling tinggi untuk barang-barang
tersebut dan semua orang terpaksa membeli dari kami. Kapitalis berada di pihak kami,”
kata para kapitalis yang bergabung membentuk oligopoli. “Aku adalah monopoli.
Aku tidak perlu bertanding. Aku sudah mengalahkan semua pihak yang bersaing
dengan aku. Sekarang aku dapat menentukan berapa banyak minyak yang pantas aku
keluarkan dan berapa pula harganya. Aku adalah sahabat karib kapitalis,” kata
Sang Monopolis.
8. Ini lah cara kapitalis mengatasi
krisis, yakni dengan menggabungkan modal mereka. Taktik baru mencapai kejayaan.
Pabrik-pabrik pulih seperti sediakala. Penganggur-penganggur kembali bekerja.
Dan ada pula di antara mereka yang diberikan gaji yang lebih besar. Semua telah
pulih kembali, sekarang. Bagaimanakah hal ini bisa terjadi?
9. Dari surat kabar diperoleh jawaban
bagaimana proses pemulihan krisis tersebut ternyata dengan mengorbankan Afrika:
Di Afrika, para kapitalis menjual
barang-barang mereka yang tidak laku. Tapi, kebanyakan penduduk Afrika terdiri
dari kaum tani. Mereka bekerja sendiri dan mempraktekkan barter untuk
memperoleh apa yang mereka kehendaki. Mereka harus dipaksa menggunakan mata
uang. Untuk maksud itu, mereka diharuskan: MEMBAYAR PAJAK. “Kalian harus
membayar pajak kepada pemerintah,” kata pemerintah. “Kami tidak ada uang,” ujar
penduduk Afrika. “Kalau begitu, kalian harus bekerja pada perusahaan untuk
memperoleh uang,” hardik pemerintah. Orang-orang Afrika terpaksa membayar pajak
dengan menjadi buruh.
Perusahaan-perusahaan berusaha untuk
mendapatkan bahan mentah yang murah untuk pabrik-pabrik mereka. Untuk itu,
mereka memerlukan pekerja-pekerja di perkebunan dan di gudang. Tapi, kebanyakan
penduduk tinggal di kawasan-kawasan yang subur dan sesuai untuk pertanian.
Mereka harus diusir dengan: MERAMPAS TANAHNYA. “Aku sudah membeli tanah ini,
maka menjadi milikku sekarang,” kata kapitalis. “Tuan tidak boleh membeli tanah.
Tanah adalah kepunyaan semua makhluk di bumi ini,” balas penduduk Afrika yang
memang menjadikan tanah sebagai milik bersama. “Kau sudah melakukan
pelanggaran, masuk ke kawasan tanahku. Kau harus membayar pajak,” kata
kapitalis itu. “Kami tidak ada uang untuk membayar pajak,” “Kalau begitu, kau
harus keluar dari sini,” kapitalis mengusir dengan bengisnya. “Atau, kalau tak
bisa bayar pajak, kau harus bekerja di tambangku atau di perkebunan milikku.”
Tanah penduduk Afrika dirampas.
Perusahaan-perusahaan mengeluarkan
uang untuk membangun jalan, kereta api, jembatan, rumah, pelabuhan, istana dan
tambang. Tapi tak satu pun dari pembangunan tersebut yang memberi manfaat
kepada kaum yang membangunnya (pekerja). Dan dengan bekerja sendiri, bercocok
tanam saja, sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk sehari-hari, mengapa
pula mereka harus bekerja dengan orang asing. Penduduk Afrika harus dikerahkan:
MENJADI BURUH PAKSAAN. “Kau dan kau harus bekerja pada perusahaan!” perintah
kapitalis. “Kami tidak mau. Kami mau tinggal di sini untuk memanen hasil kebun
kami,” petani Afrika menolak dengan keras. “Bukk, bukk, dorr, dorr,” mereka
dihajar dengan pukulan dan diancam dengan senapan. “Bagaimana? Sekarang masih
membangkang,” ancam kapitalis dengan kejamnya. Petani-petani Afrika tidak
berani lagi bersuara. Tak ada pilihan bagi mereka selain menuruti kehendak
kapitalis, karena jika tidak, sama halnya dengan menerima penyiksaan bahkan
kematian. Penduduk Afrika terpaksa menjadi buruh (paksaan), atau bekerja di
tanah mereka sendiri untuk kepentingan kapitalis.
Satu lagi cara mereka untuk
mendapatkan pekerja dan bahan mentah dengan gratis, yakni dengan: RAMPASAN DAN
PAKSAAN. “Kau diharuskan menanam kopi di ladang kau untuk perusahaan,” paksa
kapitalis. “Bagaimana pula dengan makanan kami? Apa yang bisa kami makan?”
Tanya penduduk Afrika. “Barangsiapa yang ingkar, tidak mau menanam kopi akan
dipotong tangan dan kaki mereka,” balas kapitalis dengan ancaman.
10. Kapitalis dan pemerintah Afrika
benar-benar melaksanakan segala ancaman terhadap mereka yang menolak. Penduduk
menjadi ketakutan dan terpaksa bekerja memenuhi kemauan kapitalis. Ini lah
cerita-cerita mereka:
Assyai (49 tahun): “Pada masa yang
lalu, lebih banyak orang yang tinggal di sini. Kami memiliki kebun, pertanian, serta
banyak ayam dan kambing. Tetapi itu tujuh tahun yang lalu; sekarang semuanya
telah hancur. Kota-kota dihancurkan, kebun dan ladang dibinasakan, ayam dan
kambing kami mati. Kami sakit dan terpaksa bekerja melebihi tenaga kami, tanpa
upah pula. Kami tidak ada waktu untuk bekerja di ladang kami sendiri. Kami
sakit dan kelaparan. Banyak yang telah meninggal.”
Keela (23 tahun): “Daerah kami tak
mampu menghasilkan produksi sebanyak yang dikehendaki oleh perusahaan. Untuk
memaksa kami kerja lebih keras, mereka mengurung 50 orang perempuan dan
anak-anak dalam satu rumah. Mereka dilarang keluar selagi kerja belum selesai.
Mereka tidak diberi udara bersih, lampu, makanan dan air. Mereka disiksa dan
kami selalu mendengar jeritan mereka sambil kami bekerja. Perusahaan memberi
waktu 3 minggu untuk menghasilkan getah. Banyak di antara perempuan dan
anak-anak yang meninggal.
Sita (14 tahun): “Kami tidak
dibenarkan mengerjakan tanah kami sendiri. Kami bekerja keras untuk perusahaan
sepanjang waktu. Kami kelaparan. Walaupun hasil yang kami hasilkan lumayan
banyak tetapi makanan kami seperti sampah. Dalam tahun-tahun yang buruk, banyak
petani mati kelaparan dan mayat mereka bergelimpangan di atas ladang dan
jalan.”
M’Bezi (31 tahun): “Tahun lalu kering
kerontang. Hasil pun merosot. Kami tidak memiliki biji-bijian untuk makanan.
Kami makan rumput dan akar-akaran. Mereka yang tua mati kelaparan. Banyak yang
meninggalkan rumah mereka dan bersembunyi di dalam hutan. Perusahaan pun
memerintahkan pemburu dan prajurit-prajurit untuk mengejar mereka yang lari.
Mereka bersembunyi di dalam gua-gua di mana mereka mati kelaparan.”
Kaywana (18 tahun): “Kami telah
kehilangan tanah. Kami telah kehilangan lembu dan binatang ternak. Kami adalah
budak bagi orang kulit putih. Kami tidak punya apa-apa, kami tak punya hak dan
tak ada undang-undang. Jika ada orang yang membantah atau mencoba memberontak,
ia akan dibunuh.”
Pegawai penjajah, tanpa nama. “Aku
sendiri telah membunuh 150 orang. Banyak anak-anak dan perempuan dibunuh. Aku
telah memotong 60 tangan dan menggantung mayat-mayat mereka di tengah-tengah
kota. Sepanjang ingatanku, 1500 orang telah dibunuh di perkebunan saja,” ujar
salah seorang kaki tangan penjajah, mengakui.
11. Rasialisme. Bangsa Afrika
diajarkan agar memiliki rasa hina dan rendah diri. Ilmuwan kulit putih konon
katanya sudah membuktikan bahwa bangsa Afrika tidak mempunyai kecerdasan otak
yang sama dengan bangsa kulit putih; konon, bangsa kulit hitam memang merupakan
satu bangsa yang liar dan tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Dengan
cara-cara tersebut, yakni mengabarkan berita dan kesimpulan bohong, orang-orang
kulit putih memiliki alasan untuk menindas bangsa Afrika, yang konon wajar dan
tak berdosa. Kalian dihidupkan di muka bumi ini untuk menolong kapitalis yang sudah
kaya itu menjadi lebih kaya lagi. Kapitalisme hidup di atas kemiskinan petani
dan kehancuran nilai-nilai kemanusiaan. Pabrik-pabrik besar di Eropa berjalan
lancar atas pemerasan dan perbudakan rakyat Afrika.
12. Keadaan di Afrika yang telah
ditaklukkan. Sebuah pemerintahan didirikan di sini. Pemerintah di Eropa telah
melantik seorang Gubernur tanah jajahan. Pegawai-pegawai kulit putih dan
tentara-tentara akan memastikan bahwa setiap orang membayar pajak dan mematuhi
majikan perusahaan. Mereka yang menganggur dan tak punya tempat tinggal
ditempatkan dalam pondok. Mereka telah diusir dari tanah mereka. Sebagian dari
mereka bekerja sebagai pelayan, pekerja kebun atau penggembala, yang lain
mengabdi sebagai pejabat atau sebagai polisi. Berbagai bahan mentah dibawa
dengan kapal ke perusahaan-perusahaan di Eropa. Ini lah apa yang dikatakan
tanah jajahan.
13. Imprealisme dalam bentuk kartel
dan monopoli telah menguasai Afrika dan seluruh dunia. Imprealisme telah
membagi dunia menjadi tiga kategori atau golongan:
A. Imperialis, yaitu negeri kapitalis
yang memeras negeri lain untuk menggerakkan pabrik pabriknya;
B. Tanah jajahan, yaitu
kawasan-kawasan di mana kapitalis mengambil alih dan memeras dengan bantuan
negara.
C. Negeri-negeri yang tergantung,
yaitu negeri di mana kapitalis bisa memeras tanpa menjajah secara langsung.
Misalnya: bekerjasama dengan pemerintah setempat.
14. Bagi kapitalis, imprealisme
adalah kebutuhan mereka, seperti udara di sekeliling mereka. Tanpa imprealisme,
mereka akan mati. Semua bahan mentah yang bisa dibawa, akan dibawa dan
diserahkan kepada perusahaan-perusahaan monopoli. Negeri kapitalis tak memiliki
bahan mentah yang cukup untuk melayani keserakahan mereka. “Semua bahan-bahan
mentah terpaksa dibagikan di antara kami, yakni di antara perusahaan-perusahaan
raksasa,” kata kapitalis-kapitalis besar. Mereka mendapatkan bahan-bahan mentah
dari negeri-negeri asing: tanah jajahan dan negeri-negeri yang bergantung
kepada mereka. Pabrik-pabrik besar menghasilkan banyak barang. “Tentu kami
tidak dapat memasarkan semuanya di dalam negeri kami ini. Kami harus membuat
perjanjian mengenai berapa banyak barang yang dapat kami jual di sini, di
negeri kami,” demikian para kapitalis melakukan berbagai perjanjian-perjanjian
yang saling menguntungkan di antara mereka. Mereka memasarkan banyak barang ke
tanah jajahan dan negeri-negeri yang bergantung (kepada mereka). Mereka merasa
sangat beruntung karena mempunyai perusahaan-perusahaan seperti itu, walau para
kapitalis itu tidak dapat menanamkan keuntungan di negeri asalnya. “Semua
kesempatan penanaman modal yang ada telah direbut oleh pemodal-pemodal seperti
aku, yang lebih besar” katanya. Mereka terpaksa menanamkan keuntungan mereka di
tanah jajahan, di negeri-negeri lain yang bergantung kepada mereka.
IX. Penyelesaiannya Terdapat di Benua
Seberang, di Negeri-negeri Seberang
1. Kapitalis menyelesaikan
masalah-masalah mereka di tempat lain, di negeri-negeri lain. Mereka senantiasa
memerlukan lebih banyak bahan mentah, lebih banyak pembeli dan pabrik-pabrik
yang lebih besar untuk menambah keuntungan mereka. Bagaimanakah cara mereka
mengatasi masalah ini? “Aku telah lama memikirkan masalah ini. Pabrik-pabrik
kami adalah pabrik-pabrik terbesar di dunia, sedangkan tanah jajahan kita
terlalu sedikit. Kami perlu memperluas tanah jajahan kami kalau ingin
mempertahankan kedudukan kami,” kata Krupp, seorang kapitalis Jerman. Kapitalis
Jepang dan Italia menghadapi masalah yang sama seperti kapitalis Jerman.
Sayangnya, seluruh dunia telah dijajah oleh penguasa-penguasa lain. Hanya
melalui perang saja mereka dapat merampas tanah jajahan dari penguasaan
imperialis lain.
2. Terjadilah perang dunia I.
Negara-negara imprealis berselisih dan perang dunia meletus pada tahun 1914.
Pekerja-pekerja semua negeri dikerahkan untuk berperang tanpa belas kasihan.
Mereka mengira itu adalah perjuangan suci demi mempertahankan tanah air. Mereka
tertipu. Kalau mereka sadar, mereka tidak rela mati membunuh sesama mereka
sendiri. Kapitalis adalah musuh bersama yang patut diperangi. Pertempuran
terjadi dengan hebat di darat, laut dan udara. Di darat terjadi peperangan
parit. Prajurit-prajurit bersembunyi di parit untuk mengecoh dan melindungi
diri dari musuh agar mudah menyerang. “Mereka memberikan kami senjata dan kami
belajar cara-cara menggunakannya. Kemudian, kami tembak saudara-saudara kami
sendiri, yaitu pekerja-pekerja dari negeri-negeri lain. Itulah yang
diperintahkan oleh kapitalis, pengkhianat golongan pekerja,” kata para pekerja
yang menyadari hal tersebut.
3. Oktober 1917, Rakyat di Rusia
berpendapat bahwa kapitalis perlu dihancurkan dengan segera. Mereka yakin bahwa
jika mereka mau mengembalikan kekuasaan kepada tangan mereka, maka mereka
membutuhkan revolusi. Pabrik-pabrik diambil-alih oleh buruh-buruh. “Mulai
sekarang, kami hanya menghasilkan barang-barang yang kita perlukan saja. Kita
tak perlu ragu barang-barang tidak laku karena apa yang kita hasilkan akan kita
gunakan semuanya, dan sudah tentu kita mampu membelinya. Tak ada, siapa pun,
yang akan merampas hak kita karena, mulai sekarang, segala hasil keringat kita
adalah bermanfaat bagi kita sendiri. Bila kita kekurangan makanan, semua akan
kekurangan makanan. Ladang dan pabrik kita akan menghasilkan cukup bahan-bahan
keperluan hidup untuk setiap orang ,” kata rakyat pekerja di Rusia. Kapitalis
di seluruh dunia kini mulai merasa bimbang. Kegembiraan jelas terbayang pada
wajah setiap pekerja. “Masanya sudah tiba bagi kita untuk melancarkan suatu
revolusi,” sorak-sorai rakyat pekerja.
4. Pasang Surut Perdagangan
Kapitalis:
1918: Perang Dunia I berakhir dengan
kekalahan Jerman. Kapitalis-kapitalis lain mengambil alih jajahan Jerman.
Jermas selepas perang mengalami kemerosotan perdagangan, hingga terjadi
pengangguran dimana-mana. Tentara-tentara mengawasi toko-toko dan gedung-gedung
perdagangan untuk mencegah para pengangguran (lapar) yang mau mencuri.
1921: Terjadi kerusuhan dan
demonstarasi besar-besaran di Prancis akibat depresi ekonomi.
1923: Di Jerman, uang tidak bernilai.
Segenggam lobak di pasar berharga 15 juta Mark Jerman!
1926: Di Inggris, jutaan rakyat turun
ke jalan, yang dihalau oleh polisi dengan senjata.
1929: Depresi besar (great
depression). 13 juta orang menjadi pengangguran di Amerika Serikat.
1931: Di Adalen, Swedia, tentara
menembak pekerja-pekerja yang berdemonstrasi dan menuntut dengan hebat di
seluruh negeri. Demonstrasi di Stockholm, 30 orang buruh dibawa ke rumah sakit
setelah dihajar oleh pasukan polisi berkuda.
1932: Ivan Kreuger, seorang kapitalis
Swedia yang paling besar tidak dapat menyelamatkan pabriknya dari kebangkrutan.
Dia kemudian bunuh diri.
1933: Hitler menjadi pemimpin Jerman.
Pabrik-pabrik mengeluarkan senjata sebanyak-banyaknya. Jerman memproduksi
persediaan untuk peperangan, dan begitu juga dengan negeri-negeri imprealis
lain. Perkembangan ini memberi nafas lagi kepada dunia perdagangan.
1935: Perdagangan tidak mungkin dapat
berjalan jika seperti itu terus. Suatu tindakan perlu segera diambil segera.
Keadaan perdagangan Jerman tidak mempunyai tanah jajahan. Mereka tahu bahwa
masalah mereka tidak mungkin dapat diselesaikan secara damai. Lalu mereka
memberikan bantuan uang kepada Hitler.
5. Perang Dunia II bergolak. Jerman,
Jepang dan Italia kalah dalam Perang Dunia ke-2. Sekutu—salah satunya Uni
Sovyet—berada pada pihak pemenang. Mari kita lihat perkembangan Uni Sovyet.
Rakyat Rusia meramalkan bahwa revolusi akan tersebar ke seluruh benua Eropa dan
mereka bersedia memberikan bantuan kepada pekerja-pekerja di sana.
Pertani-petani mencoba mengusahakan tanah agar semua orang mendapat makanan,
tetapi tanaman tidak memberikan hasil yang baik pada masa itu dan makanan tidak
mencukupi. Kemudian imperialis menyerang. Mereka mengirimkan agen intelejen dan
mata-mata untuk bekerja sama dengan bekas-bekas kapitalis yang memusuhi para
buruh. Kemudian, Uni Sovyet diserang dari luar dan, pada masa yang sama pula,
perang saudara pun meletus. Banyak rakyat Rusia yang menjadi korban. Rakyat
memerlukan makanan dan senjata untuk mempertahankan diri mereka. Bantuan luar
tidak ada. Sebuah pabrik yang cukup besar diperlukan untuk menghasilkan senjata
dan alat-alat pertanian. Tindakan harus segera diambil. Tetapi, Uni Sovyet pada
tahun 1945, berbeda dengan keadaannya dibandingkan dengan Uni Sovyet pada tahun
1917. Apa yang telah terjadi terhadap Revolusi Rusia? Banyak petani yang
dipaksa bekerja di pabrik-pabrik. Para pemimpinnya tidak ada waktu untuk
menjelaskan kepada rakyat mengapa tindakan itu perlu diambil. Banyak petani
yang marah membakar ladang dan membunuh ternak mereka. Mereka yang membantah
dipenjarakan dan dihukum berat. Dalam Perang Dunia II, Rusia sekali lagi
menghadapi serangan imprealis. Beruntung imprealis tak berhasil. Sebaliknya,
prajurit-prajurit Soviet telah membebaskan beberapa negeri Eropa Timur dari
pendudukan NAZI dan kapitalis. Sebanyak 20 juta rakyat Soviet gugur di medan
perjuangan. Setelah perang selesai, pemimpin Soviet menginginkan negeri Eropa
Timur membangun satu blok yang kuat setingkat dengan blok negeri kapitalis.
Dimulailah suatu persaingan yang hebat antara pihak Timur dan pihak Barat, yang
disebut dengan ‘Perang Dingin’. Oleh karena negeri-negeri Eropa Timur lemah dan
hancur dalam peperangan, maka pimpinan Soviet dapat memperluas pengaruhnya
melalui bantuan untuk membangun kembali negeri-negeri mereka. Soviet telah
berhasil membangun sebuah negeri yang kuat dari segi industri dan pertahanan.
Ia merupakan negeri sosialis yang terkemuka di dunia. Di samping itu, Soviet
juga telah bertahun-tahun memberi sumbangannya kepada pergerakan revolusioner
di seluruh dunia, terutama di Korea dan Vietnam. Namun demikian, banyak pula
yang berpendapat bahwa negeri Soviet juga mempunyai kepentingannya sendiri dan
selalu menggunakan gerakan pembebasan lain sebagai alat untuk mencapai
kepentingannya sendiri, dan Rusia sendiri mulai berupaya seperti negeri
kapitalis lainnya dalam usahanya untuk mencari kekayaan. Hanya sejarah yang
dapat membuktikan semua prasangka tersebut. Tapi, apa yang jelas kepada kita
sekarang adalah bahwa penyatuan seluruh rakyat miskin Dunia Ketiga merupakan
keharusan untuk mengalahkan kekuasaan imperialis.
6. Revolusi meletus di Cina, Korea,
Albania, Kuba, Vietnam, Kamboja, Laos, Guinea-Bissau, Mozambik, Angola,
Nikaragua, dan Zimbambwe. Petani miskin dan pekerja mengangkat senjata berjuang
untuk pembebasan mereka. Imprealis tidak mudah menyerah. Perang rakyat
berkepanjangan hingga beberapa tahun. Bom dan tentara imprealis membunuh dan
memusnahkan rakyat, serta menghancurkan alam dengan bomnya, demi mempertahankan
kepentingannya. Oleh karena itu, rakyat miskin haruslah bersatu dan bekerja
sama. Tanpa banyak bantuan dari luar, mereka diharuskan mandiri dan akhirnya
mereka berhasil mengalahkan kekuasaan imprealis.
7. Dan mereka membangun revolusi.
“Kami bangun pabrik-pabrik di desa agar rakyat tidak bertumpu pada kota saja
untuk mencari pekerjaan,” kata pekerja. Dalam perundingan rakyat di lingkungan
tempat tinggalnya, diputuskan “Kami telah memutuskan bahwa saudara masuk
universitas dan mengambil jurusan kajian permesinan, karena saudara berminat
dalam bidang itu dan saudara adalah adalah kawan seperjuangan yang sungguh
setia.” Banyak orang memberikan sumbangan bagi pembebasan negeri ini. Sekarang,
perlu pula diawasi agar golongan pimpinan partai dan serikat pekerja,
penyelenggara pemerintahan dan perusahaan, serta ahli teknik, tidak
mengambil-alih kekuasaan untuk kepentingan mereka sendiri. Administratur dan
pegawai pemerintah diwajibkan bekerja di pabrik dan ladang untuk beberapa waktu
lamanya dalam setahun agar mereka tidak sombong dan menganggap diri mereka dari
golongan terbaik ketimbang kami. Univesitas dan badan-badan lain terbuka untuk
semua petani dan buruh. Petani-petani tidak harus pindah ke kota-kota besar
untuk bekerja. Pabrik-pabrik telah dibangun di pasar-pasar kecil dan di
kampung-kampung di mana rakyat tinggal. Seperti biasa, kaum kapitalis dalam
ketakutan, tapi…
8. Rakyat di tanah-tanah jajahan
gembira kapitalis sudah bisa digulingkan. Semangat nasionalis merebak ke
seluruh Afrika dan Asia. Rakyat ingin menentukan nasib mereka sendiri. Cita-cita
mencapai kemerdekaan mencetuskan pemberontakkan di banyak tempat. Sebagai
contoh:
Di Algeria, anak-anak melakukan unjuk
rasa menuntut kemerdekaan. Akhirnya rakyat merampas uang dari bank-bank untuk
membeli senjata. Pemuda-pemuda—yang tidak mau menjadi anggota tentara
Prancis—bersatu. Satu gerakan pembebasan diorganisasikan, lalu mencetuskan
pemberontakkan dalam bulan November, 1945. Tidak ada satu kekuasaan imprealis
pun di dunia ini yang dapat menghalangi rakyat dari berjuang menuntut
pembebasan mereka.
Di Afrika Selatan, Kaum Zulu memulai
suatu pemberontakkan mereka pada 13 Januari 1949. Tiga pabrik, 700 gudang dan
1500 rumah musnah dalam pemberontakkan. Pemberontakkan ini dapat dipatahkan
oleh polisi dan tentara Afrika Selatan.
Di Kenya, Kaum Kikiyu mengawali
pergerakan pembebasan mereka dari kawasan bukit lembah Kenya. Dengan
menggunakan senjata, mereka berjuang untuk mendapatkan kembali tanah mereka
yang diambil oleh Inggris. Imprealis tidak mau mengalah.
9. Satu per satu, kapitalis tumbang.
Keadaan ini memusingkan kapitalis-kapitalis lain di seluruh dunia. Tindakan
segera perlu diambil untuk menjamin keselamatan mereka. Undangan dikirim ke
seluruh dunia untuk menghubungi para kapitalis. Persidangan diselenggarakan di
Amerika Serikat, yang menjadi pemasok senjata terbesar di dunia. Kapitalis AS
merencanakan sesuatu untuk rekan-rekan mereka sesama kapitalis. “Ini adalah
masalah kita bersama. Masalah hidup atau mati. Kita harus mengutamakan kelas
kita dan menyingkirkan perkara-perkara lain. Kita tidak mau terus-menerus
berperang sesama negara imprealis. Kita juga tidak ingin krisis ekonomi
berulang kembali,” kata kapitalis dari Amerika itu. “Hentikan Revolusi!” sahut
kapitalis dari Inggris. Sementara, di luar gedung pertemuan, di jalanan, jutaan
rakyat pekerja di berbagai negeri sedang bergerak bersama untuk melancarkan
aksi revolusi. “Jumlah kita terlalu sedikit jika dibandingkan dengan buruh dan
petani…,” kata kapitalis yang lain. “Kita perlu bersatu,” kapitalis Amerika
menekankan. Persidangan-persidangan di Bonn, Tokyo dan Roma menghasilkan kata
sepakat. “Kita memerlukan tanah jajahan. Semasa perang kita gagal mendapatkan
tanah jajahan,” kata mereka, para kapitalis itu. “Tenanglah, kita bisa
memberikan kemerdekaan kepada tanah-tanah jajahan kita itu,” saran kapitalis
Amerika. “Apa!” yang lainnya tak sepakat. “Maksudku, sebelum mereka melancarkan
revolusi,” kata kapitalis Amerika.
10. Penjajah utama—Inggris, Prancis,
Belanda dan Belgia—pada mulanya enggan memberikan kemerdekaan tetapi akhirnya
mereka menuruti nasihat Amerika Serikat. Namun, Portugal tidak sanggup menuruti
saran Amerika, sehingga terjadi pergolakan pada tahun 1974 yang menjatuhkan
rezim Salazar. Kini, tumpuan gerakan ada pada perjuangan SWAPO untuk
kemerdakaan Namibia yang dikuasai oleh Afrika Selatan, dan perjuangan Polisario
untuk kemerdekaan Sahara Espanyol, dan perjuangan rakyat kulit hitam Azania di
Afrika Selatan.
11. “Kami mencapai kemerdekaan dalam
tahun 1957,” kata rakyat Afrika. Berita ini disambut dengan gembira oleh semua
lapisan masyarakat. Mereka mengadakan upacara besar. Bendera Inggris
diturunkan. Pembesar Inggris juga hadir dalam upacara tersebut untuk
mengucapkan selamat tinggal. Dan bendera Afrika dikibarkan. “Peristiwa ini
sepatutnya menandakan tamatnya pemerasan! Kami tidak lagi dianggap sebagai
tanah jajahan! Kami sudah merdeka. Lalu kami berikan nama baru kepada negeri
kami. Dulunya negeri kami dikenali oleh orang Eropa sebagai ‘Pantai Emas’.
Sekarang kami menamakannya GHANA, yaitu nama negeri ini sebelum kedatangan orang
kulit putih,” cerita rakyat Ghana.
12. Saat itu, mereka sungguh gembira.
Akhirnya, pemerasan dan penindasan dapat diakhiri juga. Namun, apa yang
selanjutnya terjadi berlainan sama sekali dengan apa yang mereka harapkan.
Hampir seluruh penduduk negeri ini terdiri dari petani. Kebanyakan dari mereka
menanam coklat dan menjualnya kepada perusahaan. Dahulu, mereka dipaksa menanam
coklat. Sekarang, sesudah merdeka, mereka berharap akan dapat menambah hasil
penjualan mereka. Mereka hidup dalam kemiskinan karena uang dari penjualan
coklat yang sampai ke tangan mereka sangat kecil. Pemerintah mencoba menaikkan
harga, tapi usaha ini juga gagal. “Kalau kami meminta harga tinggi,
perusahaan-perusahaan tidak mau membeli coklat kami. Jadi, kami terpaksa
menjual dengan harga rendah. Kami terpaksa menjualnya juga untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Harga coklat bukan saja tidak meningkat, malah sejak
merdeka semakin menurun. Kehidupan kami tidak bertambah baik, seperti
diharapkan, tetapi sebaliknya menjadi semakin melarat,” kata petani Afrika.
Tidak ada kemajuan yang dicapai sejak merdeka dan rakyat tidak dapat menahan
kesabarannya. Dalam tahun 1961, mogok besar-besaran terjadi setelah kapitalis
menurunkan gaji buruh di kota. Mogok telah dilancarkan di Sekondi, Takoradi,
Kumasi, dan Accra. Buruh pembuat besi, buruh pelabuhan, penjaga toko, termasuk
perempuan yang berjualan di pasar, semua berhenti bekerja. Pemerintah
menjalankan berbagai usaha untuk menarik mereka agar kembali bekerja. Setelah
lebih dari tiga minggu para pekerja yang mogok ini terpaksa juga kembali
bekerja untuk mencari nafkah hidup. Makanan dan uang tabungan mereka sudah
habis. Pimpinan-pimpinan yang bertanggung jawab melancarkan pemogokkan itu
dihukum penjara. Presiden, dalam pidatonya melalui radio, telah menasihatkan
mereka untuk tenang. “Negara dalam keadaan huru-hara. Kita, janganlah
memikirkan kepentingan sendiri, tetapi haruslah mengabdi untuk negara.” Bicara
memang gampang, apa lagi bagi seorang presiden yang tinggal di rumah berhawa
dingin dan mempunyai mobil besar. “Para pejabat tidak memahami cara hidup kita
yang sebenarnya. Kebanyakan dari mereka lulusan sekolah Inggris dan banyak yang
telah belajar undang-undang di Universitas. Mereka lebih menyerupai orang kulit
putih daripada orang Afrika.”
13. “Negeri kami seharusnya kaya dan
makmur. Kami seharusnya mempunyai pabrik-pabrik sendiri. Tidak seorang pun
harus kelaparan lagi. Kita harus memiliki cukup sekolah dan rumah sakit untuk
memberi penghidupan kepada setiap penduduk. Kapankah harapan ini akan tercapai?
Dan hari ini pun, kami masih terus bekerja untuk perusahaan. Tidak ada bedanya
di antara dulu dengan sekarang,” kata rakyat Afrika.
14. Sebaliknya pemerintah telah
meminta lebih banyak lagi perusahaan asing menanamkan modalnya di sini.
Sekarang bukan saja Inggris yang menanamkan modalnya, malah terdapat juga
Jerman dan Amerika Serikat. Menurut pemerintah, keadaan akan bertambah baik
jika lebih banyak perusahaan asing yang menanamkan modal di sini. Kita semua
sangat paham mengenai akibat buruk yang dibawa oleh perusahaan asing kepada
kita, tetapi golongan kaya mendapatkan keuntungan yang lumayan dari penanaman
itu.
15. Pada tanggal 26 Februari, 1966,
radio mengumumkan pembentukan sebuah negara baru di bawah pimpinan presiden
baru pula. Pemerintahan lama telah digulingkan. Pihak tentara telah
mengambi-alih pemerintahan dan berjanji akan menghapuskan segala bentuk praktek
yang tidak adil. Kebanyakan rakyat menyambut berita ini dengan perasaan
gembira. Itu merupakan berita baik. Rakyat menunggu perubahan yang dijanjikan
itu dengan penuh kesabaran, tapi keadaan tidak bertambah baik. Semuanya sama
seperti dulu juga. Semuannya bohong belaka. Negara tidak didirikan untuk
memenuhi kebutuhan rakyat, tetapi didirikan untuk kepentingan perusahaan. “Kami
tahu ini salah, tapi apa yang bisa kami perbuat? Kebanyakan dari kami tidak
bisa menulis dan membaca. Bagaimana kami dapat mengubah keadaan?”
16. Cerita tentang sebuah negeri
berkembang. Ini adalah sebuah negeri yang sedang membangun, sebuah negeri bekas
tanah jajahan, yang kini sudah mempunyai pemerintahan sendiri, bendera dan lagu
kebangsaan sendiri. Akan tetapi, negeri ini masih dikuasai oleh imperialis.
Bahan-bahan mentah yang dihasilkan oleh negeri ini diangkut dari pertambangan
dan perkebunan serta dibawa ke pabrik-pabrik besar yang senantiasa memerlukan
bahan mentah. Perusahaan-perusahaan membeli bahan mentah dengan harga murah. Di
pabrik-pabrik milik kapitalis, bahan-bahan mentah tersebut dijadikan
barang-barang pabrik. Barang-barang tersebut akan dijual kembali kepada
negeri-negeri yang sedang membangun atau atau negeri imprealis lain dengan
harga yang tinggi.
17. Satu kelas baru, yaitu kelas
menengah Afrika, mulai muncul di kota-kota Afrika. Mereka, yang digolongkan ke
dalam kelas ini—termasuk pegawai pemerintah, birokrat, pegawai, profesor
universitas dan pegawai lain—mempunyai taraf hidup yang lebih tinggi dari
rakyat kecil. Adalah menjadi tanggung jawab kelas menengah untuk memperhatikan
agar semua kehendak imprealis dipenuhi—yakni: selalu bisa mendapatkan bahan
mentah dengan harga murah, agar mereka bisa mengangkut keuntungan besar yang
diperoleh dari negeri ini ke luar negeri, ke negeri imperialis tanpa hambatan.
Selagi imperialis dibenarkan mencuri kekayaan negeri-negeri yang sedang
berkembang, saat inilah rakyat bertambah miskin dan papa.
18. Akhirnya, pemerintahan yang
sedang membangun akan berhutang kepada negeri imperialis, dan pinjaman serta
bantuan yang diberikan “digunakan” untuk membangun sekolah, rumah sakit, dan
fasilitas lain yang diperlukan oleh rakyat. Namun, pengangguran, kemiskinan dan
kelaparan tidak juga bias dihapuskan. Kaum kapitalis memberikan kebebasan
kepada rakyatnya dengan satu tangannya tapi, dengan tangan lainnya, mencengkram
mereka. Beginilah keadaan imprealisme hari ini:
19. Kapitalis bisa menindas dan
memeras orang lain untuk mendapatkan keuntungan. Melalui penipuan, keganasan
dan kekejaman, mereka merampas hasil usaha berjuta-juta umat manusia dan
memusnahkan kehidupan mereka. Kapitalis tidak pernah puas. Setiap hari mereka
berusaha mendapatkan buruh murah, bahan-bahan mentah yang lebih murah dan
apa-apa saja yang bisa mendatangkan keuntungan. Mereka menggunakan kapal
terbang pembom, kendaraan anti peluru dan tentara untuk membunuh siapa saja
yang berusaha menuntut hak agar kekayaan di dunia ini dibagikan dengan adil
kepada seluruh penduduk, di Vietnam, Laos, Angola, India, Palestina, Bolivia,
Uruguay, Filipina, Amerika Serikat, Ethiopia, Mozambique, Republik Dominika,
Yunani, Indonesia, dan lain-lainnya. Sekarang mari kita melihat keadaan negeri
imprealis yang terkemuka di dunia, yaitu Amerika Serikat:
20. “Kami berempat mengunjungi di
suatu daerah pedalaman yang terdapat pepohonan, danau, dan juga jalan raya
dengan kendaraannya hilir mudik. Kawasan hutan tersebut terlalu kosong dan
terpencil. Kami bertanya-tanya apakah bencana yang telah menimpa penduduk, yang
pernah bercocok tanam, yang tinggal di kebun-kebun kecil dan kota-kota kecil di
daerah ini.”
21. “Kemudian, kami temui pula sebuah
kota besar yang dipenuhi manusia, kendaraan dan juga penjahat. Pemandangannya
tidak begitu menarik minat kami, namun kami singgah juga di sini. Di sini, kami
bertemu dengan seorang kapitalis yang benar-benar sama saja dengan
kapitalis-kapitalis lain yang pernah kami temui.” “Selamat datang, selamat
datang,” katanya. “Ada yang bisa aku bantu untuk kalian semua?” Kami
menerangkan bahwa kami hanya ingin menyaksikan kehidupan di Amerika saat ini.
Lalu dia membawa kami berjalan-jalan di kota. “Aku pantas mengatakan bahwa
Amerika adalah negeri terkaya di dunia. Rakyatnya hidup aman dan makmur,”
ujarnya. “Tidakkah Amerika kalah dalam perang Vietnam?,” ujar kami. Kami sudah
sampai. Dia membawa kami ke warung kopi. “Negeri kami mencintai keamanan. Tapi
kami harus juga mengawasi kepentingan kami di luar negeri. Kami tahu bahwa kami
mempertaruhkan nyawa prajurit-prajurit kami di negeri-negeri yang tidak mau
mempertahankan diri mereka sendiri dan itu, ternyata, adalah suatu usaha yang
sia-sia. Namun, bagaimana pun, kami masih juga berusaha,” terangnya. Dia terus
saja berbicara. Kami mengikuti dia memasuki warung kopi. Dia mempersilahkan
kami memilih makanan dan minuman yang kami inginkan. Bermacam-macam roti, kue
dan kopi dijual di tempat ini. Semuanya kelihatan enak, kami bisa melihatnya
dengan jelas dari balik kaca. “Bagaimana caranya?” tanya kami. “Kami hanya
memerlukan beberapa orang agen CIA (intelejen Amerika) yang cakap dan langkah
diplomasi yang lain, juga disertai dengan bantuan keuangan untuk tentara agar
menjaga keamanan di negeri-negeri sahabat,” katanya, sambil membayar di kasir, uangnya
sangat banyak. “Dalam keadaan tertentu, kami juga mengirimkan tentara,” setelah
membayar, dia membawa makanan dengan nampan ke meja di hadapan kami. Dia duduk,
menyeruput kopi dan melanjutkan bicara. “Kami perlu banyak kawan di luar
negeri. Mereka seperti udara untuk bernafas, tanpa mereka kami mati.” Kami
meminum kopi kami dan terus memperhatikannya bicara. “Sekarang ini, kami tidak
mempunyai tanah jajahan. Sebagai gantinya, kami mempunyai negeri-negeri yang
dikenal sebagai negeri-negeri berkembang. Tentu sekali, kami semua menginginkan
keadaan di mana seluruh manusia cukup makan dan kebutuhan lain-lainnya untuk
diri mereka. Namun, bagaimanapun, kami harus mengutamakan diri kami sendiri,”
ujar kapitalis itu, sambil menyalakan rokok. “Agar kami bisa bersaing dalam
pasar dunia, kami terpaksa membeli dengan harga murah di satu tempat, yaitu di
negeri-negeri yang sedang berkembang karena upah buruh di sana murah.”
Kapitalis itu menyudahi acara minum kopi dan mengajak kami pergi ke tempat
lain. Dia terus saja bicara sambil berjalan. “Kemana lagi perusahaan-perusahaan
kami yang besar-besar akan pergi kalau tidak ke negeri-negeri yang sedang
berkembang, yang sedang membangun. Pemerintah Amerika membantu pergerakan dan
pemerintahan tangan besi seperti di Filipina, Pakistan, Korea Selatan, Brazil
dan Spanyol.”
22. Kami melangkahkan kaki di trotoar
salah satu jalan di Amerika, di mana-mana yang terlihat adalah manusia yang
sibuk lalu lalang, papan reklame dari ukuran paling kecil sampai yang paling
raksasa. Kami juga menyaksikan buruh-buruh bangunan yang sedang sibuk
mendirikan gedung berpuluh-puluh lantai. “Kalau kami tidak memanfaatkan keadaan
di negerri-negeri yang sedang membangun, perusahaan-perusahaan kami mungkin
terpaksa ditutup, beribu-ribu pekerja akan kehilangan pekerjaan,” dia berbicara
sambil menoleh ke belakang, ke arah kami, dengan memperlihatkan senyuman licik.
Akh, dasar kapitalis. Jadi, orang-orang di sini hidup di atas titik-titik
keringat orang-orang miskin yang bekerja di negeri-negeri lain, pikir kami,
muram. Ini adalah suatu keadaan yang sangat menyedihkan. “Jumlah buruh terlalu
banyak, sedangkan jumlah kapitalis sangat kecil. Tidakkah anda khawatir pada
suatu hari nanti buruh-buruh akan merebut kekuasaan?” tanya salah seorang di
antara kami. “Kami tak perlu terlalu yakin dengan perkara seperti itu,” dia
melirik kami, lagi-lagi dengan senyumannya yang licik. Dia lantas melanjutkan,
“tetapi, selagi mereka masih percaya kepada kepala negara, saat itulah
pemberontakkan tidak akan terjadi.”
23. Kami terus mengikuti langkah
kakinya untuk mendengarkan keterangan-keterangan yang lebih banyak lagi tentang
kebusukan kapitalisme. “Kami selalu menyelenggarakan pertemuan secara rutin
dengan kapitalis, ahli-ahli ekonomi dan pejabat pemerintah lainnya. Kami mempunyai
hubungan yang dekat.” “Tapi bukankah pemerintahan yang membuat keputusan?”
tanya kami keheranan. “Tidak,…. karena kami, kapitalis, yang sebenarnya
berkuasa.” Kali ini dia benar-benar tersenyum dengan lebarnya. Kami berpapasan
dengan polisi-polisi yang sedang menjaga bank. “Kami yang memiliki segalanya,
maka kamilah yang menentukan kebijakan apa yang harus dikeluarkan dan produksi
apa yang harus dihasilkan. Kalau buruh bekerja cepat, gaji mereka akan
ditambah,” matanya memandang melalui kaca ke dalam toko yang kami lewati. Di
dalam toko itu, buruh-buruh yang kebanyakan perempuan sedang bekerja. “Negara
hanya bertugas membantu kami dalam mendapatkan lebih banyak untung. Negara juga
menyediakan kemudahan dan jaminan sosial, serta sedikit perubahan untuk memupuk
kepercayaan rakyat kepada negara. Juga melatih anak-anak muda di sekolah agar
apabila mereka tamat sekolah akan menjadi buruh yang terampil. Yang penting
ialah: segala yang kami rencanakan berjalan lancar.” Kami jadi tahu, negara
sebenarnya berada di pihak siapa, ternyata: di pihak kelas kapitalis!
24. Perjalanan kami sampai di tempat
yang sangat ramai, mall, pusat perbelanjaan yang menjadi pasar. Mall dipenuhi
teriakan orang-orang yang menawarkan barang-barang. Banyak orang yang membeli
karena harus memenuhi kebutuhan mereka. Bermacam cara digunakan untuk menarik
pembeli, di antaranya diskon, beli dua gratis satu dan banyak lagi, bahkan
sampai ada yang menawarkan diskon 50%. Barang-barang memang sangat banyak dan
melimpah: pakaian, kaus kaki, beras, buah-buahan, minyak wangi, barang-barang
keramik, elektronik, bermacam-macam lagi banyaknya. Kapitalis itu kelihatan
sangat bahagia menyaksikan aktivitas di Mall.
25. Ia lalu mengajak kami menaiki
tangga eskalator, salah satu capaian teknologi modern. Dan ia terus bicara.
“Perusahaan-perusahaan besar kami menghasilkan barang-barang yang sudah tentu
dapat pasaran. Jika barang-barang ini tidak dapat dijual maka, terjadilah…,” ia
menjejakkan kaki di ujung tangga eskalator, “ KRISIS,” ucapnya dengan suara yang
agak gemetaran. Terlihat perubahan air mukanya yang nampak seperti bingung, dan
suaranya pun mulai meninggi. “Orang-orang akan membeli barang-barang kami,
seperti baju, selimut, lipstik, kaus kaki, rumah, mobil, penyubur rambut…,” dia
sudah mulai tidak terkontrol, suaranya makin meninggi dan kedua tangannya
diangkat ke atas. Orang-orang di mall memperhatikan ulahnya. Kami menjadi agak
malu. “…Rokok, mobil, gas, tirai, AC, alat-alat listrik, kerupuk, pasta gigi,
kertas, televisi, sepeda motor, mainan kanak-kanak, pulpen,” dia menyemburkan
nama berbagai jenis barang dengan berteriak. Kami jadi menutup telinga
dibuatnya dan melarikan diri.
26. Kami meninggalkan dia yang sudah
mulai meracau karena ia teringat krisis. Kami berempat berjalan-jalan tanpa
suatu tujuan tertentu. Apa yang kami dengar dan kami lihat membuat kami merasa
kurang senang. Kami merasa seolah-olah senantiasa dikejar oleh kapitalis ke
mana saja kami pergi. Di hutan rimba Afrika atau pun di gedung-gedung besar di
Amerika, kami tidak mungkin dapat melepaskan diri dari keganasan dan penipuan
kapitalis.
27. Kami tiba di sebuah pabrik. Kami
membuka pintu dan mengintip ke dalamnya. Beruntung, tak ada penjaga, kami bisa
masuk ke dalam pabrik dan ingin berbincang-bincang dengan salah seorang buruh
di sini. Para buruh duduk dalam sebuah ruangan yang besar dan bising. Kami
menunggu hingga tiba jam istirahat agar kami bisa masuk dan berbincang dengan
mereka. Ini lah pengalaman-pengalaman buruh-buruh yang terpaksa menjual dirinya
pada kapitalis.
En. Z :
“Radioku membantu membangunkanku pada pukul 6, setiap pagi. Aku tidak langsung bangun. Aku berbaring dulu sambil mendengar berita di radio. Kira-kira 15 menit kemudian, barulah aku bangun dan mandi. Untuk sarapan pagi, biasanya aku minum segelas besar kopi untuk menahan kantuk, beberapa butir telur dan daging. Aku membangunkan isteriku, antara jam 6.30 dan 7.00 pagi. Isteriku pun bekerja. Kami berdua harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Aku bekerja di pabrik perakitan barang-barang elektronik. Aku harus tiba di tempat kerja tepat pukul 8.00. Kalau tidak, gajiku pada hari itu bisa dipotong. Di pabrik, aku akan diberikan beberapa kotak sirkuit elektronik untuk diuji. Bagianku bekerja 24 jam sehari. Aku menyambungkan sirkuit elektronik ini ke sebuah alat komputer yang akan mendeteksi sirkuit-sirkuit yang rusak. Sirkuit-sirkuit yang rusak akan aku singkirkan ke sebelah sini, dan akan diambil pada waktu tertentu. Aku tidak mau berpikir apa yang aku kerjakan setiap hari. Kalau aku pikirkan, aku mungkin jadi gila—kerja ini sungguh membosankan. Perusahaan banyak mengambil buruh perempuan dari Meksiko. Dulu, mereka melakukan pergerakan, persatuan. Akibatnya, sebuah perusahaan ditutup dan dipindahkan ke Puerto Rico karena buruh-buruh di situ mengambil tindakan yang, sebenarnya, sesuai dengan peraturan. Sekarang, persatuan sudah tidak ada lagi karena buruh-buruh takut kehilangan pekerjaan mereka. Jumlah pengangguran di kota ini telah naik sebesar 87,2% karena banyak orang luar datang ke sini untuk mencari pekerjaan. Aku sekarang berumur 50 tahun. Aku pernah bekerja di pabrik pembuat kapal terbang. Aku bekerja di sana selama 29 tahun. Kemudian mereka memberhentikan aku, satu tahun sebelum aku layak menerima pensiun.”
“Radioku membantu membangunkanku pada pukul 6, setiap pagi. Aku tidak langsung bangun. Aku berbaring dulu sambil mendengar berita di radio. Kira-kira 15 menit kemudian, barulah aku bangun dan mandi. Untuk sarapan pagi, biasanya aku minum segelas besar kopi untuk menahan kantuk, beberapa butir telur dan daging. Aku membangunkan isteriku, antara jam 6.30 dan 7.00 pagi. Isteriku pun bekerja. Kami berdua harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Aku bekerja di pabrik perakitan barang-barang elektronik. Aku harus tiba di tempat kerja tepat pukul 8.00. Kalau tidak, gajiku pada hari itu bisa dipotong. Di pabrik, aku akan diberikan beberapa kotak sirkuit elektronik untuk diuji. Bagianku bekerja 24 jam sehari. Aku menyambungkan sirkuit elektronik ini ke sebuah alat komputer yang akan mendeteksi sirkuit-sirkuit yang rusak. Sirkuit-sirkuit yang rusak akan aku singkirkan ke sebelah sini, dan akan diambil pada waktu tertentu. Aku tidak mau berpikir apa yang aku kerjakan setiap hari. Kalau aku pikirkan, aku mungkin jadi gila—kerja ini sungguh membosankan. Perusahaan banyak mengambil buruh perempuan dari Meksiko. Dulu, mereka melakukan pergerakan, persatuan. Akibatnya, sebuah perusahaan ditutup dan dipindahkan ke Puerto Rico karena buruh-buruh di situ mengambil tindakan yang, sebenarnya, sesuai dengan peraturan. Sekarang, persatuan sudah tidak ada lagi karena buruh-buruh takut kehilangan pekerjaan mereka. Jumlah pengangguran di kota ini telah naik sebesar 87,2% karena banyak orang luar datang ke sini untuk mencari pekerjaan. Aku sekarang berumur 50 tahun. Aku pernah bekerja di pabrik pembuat kapal terbang. Aku bekerja di sana selama 29 tahun. Kemudian mereka memberhentikan aku, satu tahun sebelum aku layak menerima pensiun.”
Kami meninggalkan pabrik tersebut dan
pergi ke seberang jalan, ke sebuah warung kopi. Di sini kami mengobrol dengan
seorang pelayan warung kopi tersebut, yakni:
Nyonya P:
“Ini adalah warung yang paling murah di kota ini. Aku mendapatkan upah sebanyak $1.25 sejam tanpa uang makan. Aku mendapatkan $2.00 sejam dari pemberian tip. Aku bekerja giliran saat sarapan pagi dan tengah hari, yaitu dari pukul 1 pagi hingga pukul 2 sore. Tempat ini sungguh sibuk dengan pelanggan dan kadang kala mereka terpaksa menunggu. Manajer senantiasa mengawasi pekerjaan kami. Selepas kerja, aku mengambil anakku pulang dari sekolah. Aku pulang ke rumah dan kemudian aku atau anakku menyediakan makan malam. Di malam hari, aku merasa sangat letih, tambahan pula dengan anak-anak yang nakal. Rumah sewaan kami juga terlalu sempit. Beberapa waktu yang lalu, tuan pemilik rumah tempat kami tinggal berusaha menaikkan sewa sebanyak $50.oo sebulan. Kami membantah. Kami beramai-ramai mengorganisasikan suatu persatuan penyewa rumah dan kemudian membawa perkara ini ke pengadilan. Tuan rumah ini menggandeng sebuah perusahaan pengembang perumahan. Oleh karena perusahaan mereka tidak memperbaiki kerusakan, maka mereka kalah dalam perundingan di pengadilan. Tapi, baru-baru ini, aku mendengar mereka ingin memberikan gedung ini untuk dijadikan gedung perkantoran. Jadi, orang-orang miskin akan diusir keluar dan digantikan dengan kantor-kantor perusahaan kaya. Dengan cara ini, mereka akan memperoleh lebih banyak untung.”
“Ini adalah warung yang paling murah di kota ini. Aku mendapatkan upah sebanyak $1.25 sejam tanpa uang makan. Aku mendapatkan $2.00 sejam dari pemberian tip. Aku bekerja giliran saat sarapan pagi dan tengah hari, yaitu dari pukul 1 pagi hingga pukul 2 sore. Tempat ini sungguh sibuk dengan pelanggan dan kadang kala mereka terpaksa menunggu. Manajer senantiasa mengawasi pekerjaan kami. Selepas kerja, aku mengambil anakku pulang dari sekolah. Aku pulang ke rumah dan kemudian aku atau anakku menyediakan makan malam. Di malam hari, aku merasa sangat letih, tambahan pula dengan anak-anak yang nakal. Rumah sewaan kami juga terlalu sempit. Beberapa waktu yang lalu, tuan pemilik rumah tempat kami tinggal berusaha menaikkan sewa sebanyak $50.oo sebulan. Kami membantah. Kami beramai-ramai mengorganisasikan suatu persatuan penyewa rumah dan kemudian membawa perkara ini ke pengadilan. Tuan rumah ini menggandeng sebuah perusahaan pengembang perumahan. Oleh karena perusahaan mereka tidak memperbaiki kerusakan, maka mereka kalah dalam perundingan di pengadilan. Tapi, baru-baru ini, aku mendengar mereka ingin memberikan gedung ini untuk dijadikan gedung perkantoran. Jadi, orang-orang miskin akan diusir keluar dan digantikan dengan kantor-kantor perusahaan kaya. Dengan cara ini, mereka akan memperoleh lebih banyak untung.”
28. Seluruh kekayaan dunia dikuasai
oleh segelintir manusia. Inilah dunia, yang digenggam oleh tangan-tangan
segelintir kapitalis. Perusahaan-perusahaan besar yang memproduksi berbagai
barang-barang dan jasa-jasa kebutuhan manusia dikuasai oleh segelintir
kapitalis. Mereka tak bekerja, mereka seperti dalang yang memainkan
boneka-boneka. Mereka mengontrol jalannya perusahaan dalam berproduksi dan
menyalurkannya. Tak ada yang tak dimiliki kapitalis. Ilmu pengetahuan,
teknologi, kesehatan, segala jenis barang dan jasa. Mereka bisa membuat orang
saling berkelahi untuk memperebutkan kekayaan, mereka bisa membuat
negeri-negeri saling berperang. Para pemimpin negara berlomba-lomba dan saling
berebutan menjadi kaki tangan kapitalis. Mereka berada pada posisi paling di
atas, memandang ke bawah sambil menggenggam dunia. Sementara para pekerja dan rakyat
miskin memikul beban yang diberikan oleh kapitalis. Para buruh dipekerjakan di
pabrik-pabrik dan menghasilkan kekayaan yang dimiliki kapitalis. Buruh berada
pada posisi yang paling bawah, menanggung beban yang sangat berat.
29. Penaklukkan Puerto Rico.
Menurut Negara Amerika Serikat:
Penduduk Puerto Rico tinggal di kawasan-kawasan pemukiman sempit yang tidak
teratur. Mereka bertani sekadar cukup untuk hidup saja. Pemerintahan Spanyol
sengaja tidak mau membangun tanah jajahannya. Bagi Spanyol, Puerto Rico hanya
penting dari segi pertahanan saja, karena kedudukan Puerto Rico yang menjadi
pintu masuk ke tanah-tanah jajahan Spanyol yang lain di Amerika Latin.
Karenanya, tidak heran jika rakyat Puerto Rico, yang kebanyakan bukan penduduk
keturunan Spanyol, mendukung penuh segala usaha untuk mengakhiri pemerintahan
Spanyol di sana.
Pendapat Gereja Protestan: “Tujuan akhir Republik ini adalah menghancurkan pemerintahan Spanyol di benua Amerika. Untuk mencapai tujuan tersebut, Amerika Serikat haruslah bersedia menjajah Kuba, Puerto Rico, Filipina atau, jika perlu, Spanyol sendiri. Amerika tentu sangat bersedia melakukannya.” (Rev. J.F. Carson)
Pendapat Gereja Protestan: “Tujuan akhir Republik ini adalah menghancurkan pemerintahan Spanyol di benua Amerika. Untuk mencapai tujuan tersebut, Amerika Serikat haruslah bersedia menjajah Kuba, Puerto Rico, Filipina atau, jika perlu, Spanyol sendiri. Amerika tentu sangat bersedia melakukannya.” (Rev. J.F. Carson)
Seorang Perwira Angkatan Laut AS,
berkata: “Kami harus menjadikan negeri ini negeri yang terkemuka di dunia.
Sebuah negeri yang mempunyai kekuatan angkatan laut terbesar sehingga dapat
menguasai terusan-terusan utama. Negeri yang memiliki pangkalan-pangkalan
tentara laut di Lautan Pasifik dan Atlantik, dan negeri yang mempunyai hubungan
perdagangan yang kuat, sekelas dengan penguasa-penguasa lain di Lautan Pasifik
dan Timur Jauh.” (Kapten Alfred Mahan)
Golongan Intelektual juga berkata:
“Upaya yang telah dimulai oleh bangsa Inggris, yakni ketika mereka menaklukkan
Amerika Utara, perlu diteruskan sehingga setiap kawasan di muka bumi ini, yang
belum beradab akan menerima sifat Barat baik dari segi bahasa, agama, politik
dan tradisi.” (John Fiske, Sejarahwan)
Golongan Kapitalis berkata:
“Pabrik-pabrik di Amerika menghasilkan terlalu banyak barang sehingga melebihi
kebutuhan rakyat Amerika. Kami harus mendirikan pusat-pusat perdagangan di
seluruh dunia, yang akan menjadi pusat penjualan barang-barang kebutuhan buatan
Amerika.” (Albert Beveridge, Senator dan Usahawan).
Dan pemerintah juga berkata:
“Kedatangan kami ke Puerto Rico bukanlah bertujuan memerangi rakyat negeri ini
yang telah menjadi mangsa pemerasan sejak berabad-abad lamanya. Kami datang
untuk memberikan perlindungan kepada kalian dan harta benda kalian. Kami datang
membawa kemakmuran kepada negeri ini; kemakmuran yang akan diperoleh sebagai
hasil dari pemerintahan liberal yang dipraktekkan oleh negeri kami.” (Jeneral
Miles, Panglima Tentara Amerika Serikat yang menaklukkan Puerto Rico)
Rakyat berkata: “Tapi kami ditipu.
Kami bekerja untuk kepentingan kapitalis Amerika Serikat. Semua industri
perdagangan dan pertanian di negeri kami dimonopoli oleh kapitalis Amerika.
Kemakmuran yang mereka janjikan itu telah menjadi penindasan.” (Rakyat Puerto
Rico)
Penderitaan rakyat Puerto Rico
dikisahkan oleh kapitalis Amerika Serikat sebagai kisah Kejayaan Puerto Rico:
“Anda juga bisa merasakan semua
pengalaman manis yang pernah dinikmati oleh para pengusaha lain di Puerto Rico.
Anda bisa mendapatkan untung yang lebih besar. Semua keuntungan yang anda
dapatkan akan menjadi milik anda sepenuhnya. Anda bisa memperoleh sebanyak
apapun buruh yang anda inginkan—dengan jumlah upah yang telah ditentukan. Anda
akan dapat menjalankan bisnis anda dengan penuh keyakinan, karena di sinilah,
satu-satunya tempat di dunia ini, yang menjadi tanah jajahan Amerika Serikat
masa kini. Barang-barang produksi anda akan dijual di pasar Amerika Serikat
tanpa dikenakan sedikit pun pajak. Pengusaha akan dapat menikmati 100%
keuntungan tanpa pajak untuk barang-barang produksi mereka selama 30 tahun.
Melihat banyaknya halangan dan rintangan yang dihadapi oleh para pengusaha pada
hari ini, seperti naik turunnya nilai uang, inflasi, kedudukan ekonomi yang
tidak stabil serta persaingan yang begitu hebat, maka aku berpendapat bahwa
adalah sangat baik bila anda sekalian mempertimbangkan manfaat-manfaat yang
disediakan di Puerto Rico. Kami pikir tidak ada tempat lain yang dapat
menandingi Puerto Rico.” (Kapitalis Amerika)
Puerto Rico tergadaikan. Pabrik-pabrik
dan pertambangan berdiri di seluruh penjuru negeri Puerto Rico, mesin-mesin
didatangkan dan kawasan pertambangan diberikan kepada kapitalis. Rakyat Puerto
Rico bekerja demi kepentingan kapitalis yang kebanyakan dari Amerika Serikat.
Berbagai barang dan jasa dihasilkan. Pencemaran lingkungan terjadi di
mana-mana. Pertumbuhan ekonomi Puerto Rico yang sungguh cemerlang dan tak
terduga menjadi idaman semua negeri-negeri berkembang lainnya di dunia. Hal itu
juga yang menjadi kebanggaan bagi Amerika Serikat.
30. Kaum kapitalis membangun
kota-kota besar. Pabrik-pabrik, kantor-kantor dan lain-lain jenis kegiatan
perdagangan, semuanya membuat kota-kota besar lebih sesak. Para buruh di kota
bekerja untuk kepentingan kelas kapitalis. Mereka juga membeli barang-barang
produksi kapitalis. Di sekeliling kota-kota besar tersebut, didirikan pula
rumah-rumah petak sebagai tempat tinggal para buruh. Mereka senang tinggal di
rumah-rumah seperti itu hanya karena berdekatan dengan tempat kerja mereka.
Semua bangunan rumah petak tersebut adalah milik kapitalis. Rumah-rumah petak
tersebut merupakan barang yang bisa disewakan kepada golongan buruh oleh para
pemodal yang memilikinya. Bangunan rumah petak dibuat dari bahan-bahan yang
murah. Golongan kapitalis mempunyai kekuasaan penuh dalam menentukan harga
sewa, yang terpaksa harus dibayar oleh para buruh yang menyewanya. Kerja
kapitalis: rumah petak yang dibangun dengan harga murah, disewakan dengan harga
tinggi sehingga untungnya besar.
31. Di tengah-tengah kota, terdapat bank,
hotel dan toko-toko besar. Begitu juga dengan pengacara, Tuan Pemilik Kapal,
dan perusahaan-perusahaan. Masing-masing memiliki kantor sendiri di
tengah-tengah kota, karena kawasan inilah yang menjadi pusat keramaian. Mereka
mengunjungi kawasan ini beramai-ramai hendak membeli barang-barang produksi
kapitalis, mengunjungi bank-bank kapitalis, atau tinggal di hotel-hotel milik
kapitalis. Gedung-gedung yang dibangun terlalu tinggi dan terlalu rapat dari
yang seharusnya, karena pihak yang menata kota ingin memastikan bahwa kelas
kapitalis memperoleh keuntungan yang besar.
32. Cerita Sebuah Hotel. Empat orang
kaya berunding—mereka adalah direktur perusahaan penerbangan, pimpinan
perusahaan property (perumahan), dan seorang arsitek terkenal, yang berjumpa
dengan seorang manajer bank. “Hotel sangat menguntungkan,” kata direktur
perusahaan penerbangan. “Hotel itu haruslah besar,” tanggap si Arsitek. “Di
tengah-tengah kota,” ujar pimpinan perusahaan perumahan. “Aku tahu di mana ada
tanah yang murah,” kata pegawai bank yang memang banyak tahu soal tanah, karena
orang-orang sering menjaminkan tanahnya ketika meminjam uang di banknya. Dia
pun menelpon. “Walikota, kami telah mendirikan perusahaan perhotelan. Kami
ingin membangun hotel di tanah Dewan Kota. Bisa?” “Tanah itu dekat dengan rumah
petak. Orang-orang di situ menginginkan dibangun sekolah dan taman. Tidak
adakah tempat yang lainnya?” “Sebenarnya ada di kota lain. Tapi sayang sekali,
lahan itu sangat sesuai untuk membangun hotel. Benar, kan?” “Ya, tapi tidak adakah
lahan lain?” “Tidak ada, hanya itu saja yang cocok.”
“Akhirnya, tanah itu dibangun juga.
Syukurlah, sekarang taman dan sekolah akan dibangun,” kata seorang warga sambil
memandangi tanah yang sekarang sedang dikeruk Buldozer. “Bukan, hotel yang akan
dibangun di sana,” balas kawannya. “Hotel? Sekolah dan taman tidak bisa
dibangun. Nanti cahaya dan udara akan berkurang. Alangkah bodohnya, Kita harus
protes!” Warga yang menginginkan pembangunan sekolah dan taman mengajukan
protes. Ratusan lembar surat protes dilayangkan kepada Walikota.
“Apa ini? Protes dari warga. Mereka
itu bodoh!” kata Walikota yang banyak sekali menerima surat protes. “Sekolah
dan taman hanya akan makan biaya. Hotel lah yang akan memberikan keuntungan
kepada kita,” lanjut Walikota sambil membuang semua surat protes ke tong
sampah. Ia tak menanggapi protes warga.
Akhirnya hotel berdiri dengan
megahnya di antara rumah petak warga kota.
Tamat
Komentar