SEJARAH DUNIA MODERN UNTUK ANAK-ANAK


Sumber:
1.    Historie Bogan;
2.    The Hostory Books;
3.    La Historia Del Capitalismo;
4.    Dalam Buku Sejarah Dunia Modern, INSAN (Institut Analisa Sosial), Kuala Lumpur, 1985.

I. Pengantar
1. Kisah ini diceritakan berdasarkan tulisan yang dibuat tigapuluh tahun yang lalu. Banyak orang sukar memahami pergolakan dunia saat ini. Mereka tidak paham mengapa terjadi pergolakan. Memang, mereka mendengar radio, menonton TV, membaca banyak buku, namun mereka masih juga gagal memahami perkembangan yang terjadi. Segala yang terjadi seolah-olah tidak ada kaitan antara yang satu dengan yang lainnya.
2. Dengan demikian, guna memahami masalah tersebut, kita harus terlebih dahulu mempelajari sejarah. Tapi dunia ini terlalu luas dan sejarahnya terlalu panjang. Oleh karena itu, tentunya, rentang waktu kajian tersebut akan panjang sekali. Sekelompok pemuda di Swedia (Pal Rydberg, Gittan Jonsson, Annika Elmquist, Ann Mari Langemar, Carol Baum Schmorleitz, dan Rius) sepakat untuk mengkaji dengan teliti sejarah Eropa dan Afrika sepanjang 500 tahun yang silam. Kemudian, mereka mengunjungi setiap perpustakaan di kota-kota untuk mendapatkan buku-buku yang ada kaitan dengannya. Mereka terus menerus membaca sehingga berhasil mengumpulkan banyak catatan. Setelah itu, mereka mendiskusikan dan memperdebatkan catatan-catatan tersebut. Setelah sekian lama, maka pandangan mereka menjadi semakin jelas. Mereka kini mempunyai cukup bahan dan bersedia menjadikannya sebuah buku (termasuk dalam bentuk kartun) untuk diterbitkan. Tentu saja buku tersebut harus mudah dibaca, mudah dipahami, bahkan oleh anak-anak sekalipun. Lalu mereka membuat kerangka buku tersebut menjadi: buku ringkasan sejarah.
3. Mereka pun menemui beberapa orang untuk merundingkan penerbitannya. Dengan banyak alasan, orang-orang tersebut menolaknya. Namun, akhirnya, ada juga orang yang membantu penerbitannya. Maka mereka pun menerbitkannya dan, di beberapa negeri, sudah diterjemahkan, bakan sudah difilmkan secara berseri. Ya, inilah buku tentang SEJARAH DUNIA MODERN.
II. Perjalanan Para Pengembara
1. Kehidupan Eropa Tengah pada tahun 1400-an. Eropa Tengah terdiri dari beberapa kerajaan kecil, yang dipisahkan oleh hutan-hutan lebat. Rakyat di satu negeri tidak tahu menahu apa yang terjadi di negeri lain. Mereka tidak bisa dan tidak mau menjelajah menembus hutan belantara di sekeliling mereka untuk mengetahuinya, karena mereka tahut binatang buas, hantu atau makhluk lain yang berbahaya. Rakyat hidup dengan berburu dan mengumpulkan bahan-bahan keperluan, di samping bercocok tanam dan beternak. Anak-anak tidak bersekolah karena sekolah belum lah ada. Tidak ada pekerja atau buruh pabrik karena pabrik belum lah ada. Yang ada hanyalah TANAH, tempat mereka tinggal dan bekerja. Kaum TANI, PETANI, mengerjakan tanah, para TUKANG yang mahir membuat alas kaki, bajak atau pakaian di pasar kecil; dan PEMBESAR atau PENGUASA NEGERI (biasanya bangsawan) tinggal di istana di dalam kota; sedangkan PADRI/PASTOR berkhotbah di gereja.
2. Petani dan tukang harus melakukan semua perkerjaan guna menyediakan semua keperluan hidup seperti makanan, pakaian dan kediaman. Namun, walaupun penguasa negeri tidak bekerja, mereka bisa memiliki makanan yang banyak, pakaian yang indah, dan tempat tinggal yang nyaman. Mengapa begitu? Itu karena penguasa negeri dan padre MENGUASAI TANAH. Petani dan tukang (yang mahir) terpaksa membayar CUKAI, PAJAK, atau UPETI yang tinggi kepada penguasa negeri dan padri agar diperbolehkan tinggal dan bekerja di atas tanah tersebut. Pada awalnya, cukai, pajak, atau upeti tersebut dibayar dengan gandum, susu, daging, sepatu, pakaian atau senjata.
3. Tidak banyak rakyat yang menggugat perkara tersebut, karena penguasa negeri memiliki dan menguasai sejumlah tentara bersenjata, yang senantiasa bersedia menghancurkan siapa saja yang memberontak; Padri menakut-nakuti rakyat dengan kutukan bahwa bagi mereka yang enggan membayar cukai, pajak atau upeti, akan disediakan neraka.
4. Maka terbentuk lah KELAS dalam masyarakat: PETANI dan TUKANG adalah KELAS YANG TIDAK MEMILIKI ATAU TIDAK MENGUASAI TANAH; sedangkan penguasa negeri (sekali lagi, biasanya bangsawan) dan padre adalah KELAS YANG MEMILIKI ATAU MENGUASAI TANAH. Patut atau layak kah kelas yang tidak memiliki atau tidak menguasai tanah harus membayar cukai, pajak atau upeti kepada kelas yang memiliki atau menguasai tanah? Coba kita renungkan penjelasan-penjelasan di bawah ini:
Steven: Umurku 11 tahun. Cukai, pajak atau upeti sudah ada sejak dahulu kala. Aku tidak bisa membayangkan keadaan di mana cukai, pajak atau upeti tidak ada atau tidak dikenakan kepada kami;
Soren: Umurku 29 tahun. Kalau tidak ada kelas yang memiliki atau menguasai tanah, maka kami mungkin tak akan memiliki pekerjaan.
Seorang ibu: Umurku 64 tahun. Kakek aku bodoh, beliau memberontak. Dia menghasut agar semua orang tak membayar cukai, pajak atau upeti. Kebetulan negeri kami sedang mengalami kesulitan pada tahun itu. Apa faedah yang diperolehnya? Dia digantung oleh tentara pemerintah dan Padre mengatakan bahwa dia akan masuk neraka.
Permaisuri: Umurku 34 tahun. Berani-beraninya mereka mendurhakai? Bukan kah tanah ini punyaku—karena itu aku berhak memberlakukan atau mengenakan cukai, pajak atau upeti kepada mereka?
Padri: Umurku 57 tahun. Kaya dan miskin adalah kehendak Tuhan. Tuhan menghendaki mereka membayar cukai, pajak atau upeti kepada kami.
5. Kini datang pula para pengembara atau pedagang ke negeri atau daerah ini, dengan kereta kuda yang sarat muatan. Mereka menuju istana—apa yang diperbuatnya di sana? Apa yang dibawanya di kereta kuda dipamerkannya kepada penguasa negeri. Mereka menunjukkan lada hitam yang, bila dibalurkan pada daging, maka dagingnya tak akan mudah busuk, bisa disimpan selama satu tahun. Mereka juga menunjukkan benda-benda yang terbuat dari kaca, seperti mangkuk, gelas dan lain sebagainya. Mereka itulah yang disebut saudagar atau pedagang. Mereka menginginkan barang-barangnya dipertukarkan dengan barang-barang milik penguasa negeri—seperti telur, mentega, manisan, kerajinan tangan (pedang, pakaian bulu kambing, dan lains sebagainya). Pedagang melihat bahwa barang-barang yang dimiliki oleh para penguasa negeri tersebut akan sangat laku (dan menguntungkan) bila dijual atau dipertukarkan di Venesia (Italia). Begitulah: para pembesar atau penguasa negeri membeli (atau menukarkan) banyak barang dari para pedagang dan membayarnya dengan harta yang diperoleh dari rakyat yang tidak memiliki tanah.
6. Para pembesar atau penguasa negeri sering mengadakan pesta-pesta kerajaan; dan para pedagang meneruskan perjalanan (kerja) nya. Para pedagang menganggap bahwa para penguasa negeri sangat bodoh—mereka hanya mementingkan soal pakaian, makanan, dan hiburan; sebenarnya mereka kaya tapi mereka tidak bijak menggunakan kekayaannya seperti pedagang. Namun, para pedagang sering mendapat gangguan (yang dapat mengurangi keuntungannya) dari para penguasa negeri: mereka sering dicegat di jalan oleh tentara penguasa negeri dan diwajibkan membayar pajak perjalanan kepada penguasa negeri.
7. Pedagang, yang tidak mempunyai hak di negeri tersebut, karena tidak memiliki tanah, tidak mau menjadi petani atau tukang. Kerja pedagang semata-mata membeli dan menjual. Bagaimana bisa mereka bisa maju dengan usaha seperti itu. Itu karena pertukarannya tidak adil—lada hitam, yang sangat sulit didapatkan di satu daerah, tapi mudah didapatkan di Venesia, dipertukarkan secara tidak adil. Beli murah, jual mahal! Menjualnya dengan nilai berkali lipat dari membelinya. Tak ada yang bisa menghalang-halangi para pedagang mencari untung. Yang diperlukan oleh mereka hanyalah CARA dan UANG.
8. Para pedagang di Venesia memiliki banyak uang. Uang tersebut disebut sebagai MODAL. Modal digunakan untuk membeli barang-barang yang mahal dari para pedagang Arab. Barang-barang berharga tersebut dibawa dari Cina, India, Arab dan Afrika. Para pedagang menjelajah ke seluruh negeri Eropa, menjual dan menukarkan barang-barang mereka. Mereka memiliki barang-barang dagangan yang luar biasa—baru dan indah—dan para penguasa negeri sanggup membayaranya berapa saja yang dihargai para pedagang. Setiap kali para pedagang pulang ke Venesia, mereka menjadi semakin kaya, dan modal mereka semakin bertambah—sehingga bisa membeli lebih banyak barang untuk dijual dan dipertukarkan. Semakin banyak yang dijual, semakin banyak pula uang mereka, juga modal mereka. Karena kebijakannya menggunakan uang, mereka tak pernah kehabisan uang, malah modalnya semakin bertambah terus. Menurut mereka, menjadi “pemodal” atau KAPITALIS adalah benar, enak dan indah.
9. Para pemodal di Venesia terus mengusahakan perniagaan mereka yang semakin maju. Mereka tidak mau orang lain juga berlaku seperti mereka atau mengikuti mereka. Para pedagang Portugis mengadakan kesepakatan secara sendiri-sendiri, tak mau mengajak pedagang negeri lain atau, bila bisa, tak mau bergabung dengan pedagang negerinya sendiri. Mereka berusaha mencari jalan agar mereka sendiri bisa langsung mendapatkan barang-barang dagangan tersebut dari India. Mereka mencari cara untuk berlayar ke India dan Cina agar bisa mendapatkan barang-barang dagangan tersebut langsung dari sumbernya, tujuannya adalah untuk mengalahkan pesaing mereka—para pedagang Venesia. Rencana tersebut mebahayakan karena belum pernah, sebelum ini, ada yang berlayar begitu jauh. Bagi mereka itu tidak jadi soal. Masalahnya: siapa yang akan membiayai mereka. Maka mereka memohon agar kerajaan dapat membiayainya—yang mereka minta dari kerajaan adalah uang, kapal, sedikit emas dan barang-barang lain yang bisa dipertukarkan. Sebagai imbalan bagi kerajaan, mereka menjanjikan berbagai persembahan. Raja menyetujuinya. (Dari mana datangnya uang dan berbagai barang yang dipersembahkan kepada para pedagang tersebut? Tentu saja dari rakyat yang tidak bertanah; dipersembahkan pada raja karena raja yang memiliki dan menguasai tanah!) Sungguh aneh: rakyat jelata datang ke pelabuhan untuk mengucapkan selamat jalan; awak kapalnya pun terdiri dari orang-orang miskin yang gagah berani. Maka berlayarlah Vasco De Gama menuju ke tempat yang belum diketahui.
III. Penemuan Dunia Baru
1. Dalam buku catatannya, Vasco De Gama menulis: “Minggu berganti minggu, bulan bertukar bulan, hanya air, air, air…
2. 4 November, 1497. Setelah empat bulan berlayar, barulah nampak daratan. Sekarang kapal mereka sedang merapat ke sebuah tanjung di selatan Benua Afrika. Di sana, mereka mendapat perbekalan air dan kalung gading yang sungguh cantik sebagai penukar bagi barang-barang yang mereka bawa seperti topi dan lonceng. Penduduk di daerah ini hidup dengan berburu binatang. Mereka tinggal bersuku-suku dalam kelompok-kelompok kecil dan senantiasa berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Setiap orang memikul beban kerja yang sama dan segala makanan yang diperoleh dibagi sama rata. Tidak ada perbedaan ‘kelas’ dalam mayarakat mereka.
3. Ketika mereka berlayar pergi, angin tenggara bertiup kencang, menyulitkan pelayaran mereka. Pada tanggal 22 November, 1497, mereka berhasil mengitari Tanjung Harapan.
4. Pada hari natal 1497, mereka berlabuh untuk kedua kalinya. 10 Januari, 1498. Orang-orang di negeri yang kami datangi mempunyai budi pekerti yang tinggi. Mereka menamakan tempat itu ”Negeri orang-orang baik”. Orang-orang baik itu hidup sebagai petani. Pada masa sebelumnya, mereka hidup sebagai pemburu, tapi saat hasil buruan mereka merosot, mereka beralih menjadi petani dan memelihara ternak. Sekarang, makanan sudah tidak menjadi masalah lagi bagi mereka. Ketua kampung tinggal dalam rumah besar. Ternaknya melebihi ternak orang lain, dan pekerjaan beternak dilakukan oleh orang-orang dari kampung lain. Perbedaan kelas mulai muncul dalam masyarakat mereka.
5. 25 Januari, 1498. Mereka menyaksikan suatu pemandangan yang ganjil. Dua orang pedagang menaiki kapal mereka. Yang satu mengenakan sorban sutera, dan yang lainnya mengenakan topi beludru. Mereka telah mengunjungi beberapa pelabuhan yang mewah, yang namanya tak pernah mereka dengar sebelumnya—seperti Kilwa dan Quelimane. Terdapat rumah-rumah yang terbuat dari batu, dan pelabuhan sesak dengan kapal. Di situ mereka bertemu dengan orang yang mengenal benar Lautan India. Dalam hal pelayaran, mereka lebih pandai. Pelabuhan tersebut sama dengan pelabuhan-pelabuhan di Eropa. Perbedaan di antara manusia dapat dengan jelas dilihat di situ—yakni, perbedaan kelas sangat ketara: di atas sekali, terdapat Raja dan para kerabatnya; terdapat juga pedagang, tukang dan petani—yang datang ke pelabuhan membawa hasil tanaman mereka; abdi hamba juga ada di situ—mereka adalah orang-orang suruhan. Abdi hamba bisa menebus diri mereka (agar bebas); sedangkan raja hidup dalam kemewahan—yang diperoleh dari cukai, pajak atau upeti yang dikenakan pada rakyat jelata.
6. Para pedagang merasa lebih betah tinggal di sana ketimbang di Eropa. Perhubungan mereka sangat luas—dari Cina dan India (di sebelah Timur) hingga berhubungan dengan para pedagang di Benin, Mali, Kongo, Mozaambique (di sebelah Barat). Jadi, inilah rute perjalanan dagangnya: Venesia, Benin, Kongo, Mozambique, pelabuhan Quelimane, Pelabuhan Kilwa, India dan Cina. Para pedagang berdagang di seluruh Lautan Hindi. Mereka berhubungan satu dengan yang lainnya, apakah dengan menggunakan unta (di padang pasir), kapal (di laut), atau dengan menggunakan bakul-bakul berjalan melintasi hutan belantara. Mereka menganut satu agama: Islam. Orang-orang Portugis cemburu, iri, dengan kejayaan para pedagang Islam. Kain, lada hitam, minyak wangi, besi, emas, tembikar, gading dan barang-barang mewah lainnya, yang sangat diingini oleh orang-orang Portugis, semuanya dikuasai oleh para pedagang Islam. Malangnya, orang-orang portugis tak memiliki barang-barang mewah untuk dipertukarkan dengan barang-barang mewah yang diperdagangkan oleh para pedagang Islam. Beberapa hari di sana, dua orang ternama datang menemui mereka. Mereka adalah para pembesar di tempat itu, dan mereka tak menghargai apapun yang diberikan oleh para pendatang tersebut. Mereka tidak sedikit pun kagum melihat kapal pendatang karena mereka memiliki kapal (dan pernah melihat kapal) yang lebih besar dan lebih banyak kelengkapannya. Setelah mendapat perbekalan yang cukup, maka mereka berlayar kembali menuju India.
7. Tanggal 20 Mei, 1498, merapat ke India, negeri rempah-rempah dan lada hitam. Orang-orang Portugis tak punya perbekalan yang cukup untuk berlayar jauh. Bagaimana sambutan orang-orang India terhadap orang-orang Portugis? Hadiah-hadiah dari Vasco De Gama tidak dihargai. Hadiah seperti madu, manisan dan lain-lainnya ditertawakan oleh orang-orang India. Hanya satu yang digemari oleh Maharaja India, yakni baju kulit yang dikenakan oleh anak-anak kapal Portugis. Tapi, bagaimana pun juga, orang-orang Portugis bernasib baik, berhasil juga membawa pulang lada hitam dan jenis rempah-rempah lainnya. 29 Mei, 1498 mereka pulang. Juli, 1499, akhirnya mereka berhasil kembali ke tanah airnya.
8. Pelayaran mereka memberikan keuntungan 60 kali lipat—melebih perdagangan dengan Venesia. Raja begitu gembira atas keberhasilan Vasco da Gama, tapi Vasco merasa khawatir. Mereka bisa saja mendapatkan keuntungan besar, tapi barang dagangan dari Portugis tidak menarik minat orang-orang yang didatangi karena mereka memiliki barang-barang yang lebih bagus. Raja marah. Sekali lagi kapal-kapal mereka meninggalkan Lisabon, dan kali ini dilengkapi dengan alat-alat perang.
9. Suatu dunia baru ditemukan dan perampasan pun dimulai. Sekali lagi kapal-kapal Portugis tiba di pantai timur Afrika. Kali ini lengkap dengan meriam, senapan dan tentara. Kapal berlabuh di luar pelabuhan perdagangan utama. Tentara mendarat. Mereka mengepung pelabuhan. Siapa pun yang menentang, dibunuh. Tentara merangsek ke rumah-rumah dan istana serta mengambil barang apapun yang berharga. Penduduk di kota sekitar pelabuhan berlarian menyelamatkan nyawa mereka masing-masing. Kapal Portugis dimuati penuh dengan emas dan gading, Setelah tidak ada lagi yang bisa dirampas, pelabuhan pun dibakar. Tak lama kemudian, hancurlah pelabuhan perdagangan yang pernah ada di sepanjang timur Afrika. Kekayaan mengalir ke Eropa. Akhirnya Portugis menguasai perdagangan antara Afrika, Cina, India, dan kepulauan nusantara Melayu (nusantara). Spanyol menguasai perdagangan Lautan Atlantik dan Amerika (Selatan). Keadaan yang sama juga terjadi di Amerika. Tentara, meriam, senapan, dan pembunuhan. Portugis dan Spanyol menaklukkan tanah jajahan yangluas di Amerika (Selatan), termasuk Inca dan Aztec. Mereka merampas tanah penduduk asli. Penduduk setempat tak dapat melawan penyerang dari Eropa, yang menggunakan meriam dan kuda. Mereka dipaksa menjadi hamba abdi, budak. Mereka bekerja di tambang-tambang emas dan tembaga atau di ladang-ladang tembakau. Mereka bekerja keras menyangkul tanah untuk tuan mereka yang baru ini. Siapa yang tidak bekerja, segera dipukuli. Banyak sekali penduduk pribumi yang mati dalam keadaan yang menyengsarakan tersebut. Barang-barang yang dihasilkan oleh penduduk setempat tersebut diangkut dengan kapal ke Eropa. Di sana barang-barang tersebut dijual.
IV. Penyatuan Negeri-negeri Kecil
1. Kekayaan mengalir ke Eropa. Orang dari negeri-negeri yang ditaklukkan Portugis dan Spanyol tak leluasa untuk berdagang—mereka ditarik cukai atau pajak bila berniaga karena tanah mereka sudah diakui sebagai tanah orang-orang Portugis dan Spanyol. Apapun yang berharga dirampas sebagai cukai atau pajak. Saat berdagang di pelabuhan, mereka ditarik cukai atau pajak karena, katanya, tanah mereka sudah bukan tanah mereka lagi tapi tanah orang-orang Portugis atau Spanyol. Mata uang yang diakui pun hanya mata uang Portugis dan Spanyol, kecuali uang emas—yang (sengaja) dinilai rendah sekali oleh Portugis dan Spanyol. Bila penduduk setempat tak mau menerima nilai yang ditetapkan, maka mereka diancam akan dibunuh. Perniagaan menjadi sulit karena cukai, pajak atau upeti yang tinggi, dan kerajaan akan menggunakan kekerasan (tentaranya) bila pedagang atu masyarakat tak mau membayar sesuai dengan jumlah yang ditetapkan kerajaan. Para pedagang dan rakyat banyak yang merasa sia-sia berusaha karena keuntungannya lebih banyak atau sebagian besar diambil kerajan. Bahkan untuk melewati jembatan saja harus kena pajak.
2. Para pedagang mulai tidak puas dan membicarakan persoalannya. Mereka menganggap bahwa kapitalis tak akan berhasil bila ditekan, diganggu dan dihambat oleh kerajaan. Mereka mulai merencanakan perlawanan. Mereka sepakat bahwa tuan-tuan tanah harus dihapuskan. Akhirnya mereka meminta pertolongan tuan tanah yang paling berkuasa: RAJA. Bila hak-hak tuan-tuan tanah dikurangi atau dihapuskan, maka raja akan menjadi lebih kaya raya. Di atas pertimbangan itulah maka raja setuju untuk membantu para pedagang. Para penasihat raja pun setuju dengan pendapat seperti itu. Namun, raja khawatir kekurangan dana dan persenjataan saat raja harus memerangi para tuan tanah yang memberontak pada aturan baru raja. Para pedagang lah yang membantu menyediakan dana tersebut.
3. Berita mengenai kesepakatan antara raja dan para pedagang tersebut menimbulkan kemarahan para tuan tanah. Para tuan tanah tidak rela hak-haknya (terutama atas tanah) dihapuskan oleh raja. Akibatnya: terjadilah PERTENTANGAN KELAS dalam wujud peperangan antara para pedagang (yang dibantu raja) dengan para tuan tanah. Para pedagang lebih pandai, mereka tidak pergi berperang (seperti para tuan tanah), tapi mereka menyewa tentara bayaran. Perang antara tuan tanah dengan pedagang memiliki persamaan atau hampir terjadi di seluruh Eropa dalam tahun 1500-an dan 1600-an Masehi.
4. Para pedagang tak memiliki waktu untuk bertempur di medan juang, mereka memiliki perkerjaan yang lebih penting: berdagang. Mereka membayar tentara bayaran dan akhli-akhli ilmu pengetahuan—terutama akhli-akhli senjata api dan meriam—untuk bekerja bagi para pedagang. Dalam perang antara raja—yang sedang membela pedagang—dengan tuan-tanah, senjata-senjata raja juga dibeli dari pedagang. Bahkan para pedagang membeli bengkel-bengkel kecil pembuat senjata dan menggabungkannya menjadi pabrik sejata besar—mereka mengupah tukang-tukang (yang tadinya pemilik bengkel-bengkel kecil) dan petani (yang tak bertanah) untuk bekerja di pabrik senjata besar itu.
5. Di pabrik besar tersebut, pekerjaan dipercepat dengan membagi-bagi kerja (atau spesialisasi)
sesuai dengan keakhliannya. Para pedagang (kapitalis) banyak mendapat keuntungan dari penjualan senjata. Tentu saja, dengan begitu, modalnya menjadi bertambah. Dan kini, para pedagang (kapitalis) mendapat perlindungan dari raja, menjadi teman baik raja. Sangat menyakitkan: para tuan tanah terpaksa membeli persenjataan kepada para pedagang dan kapitalis pabrik senjata, sedangkan keuntungannya sebagian diberikan pada raja untuk membiayai perang melawan tuan tanah. Jadi, uang yang diberikan tuan tanah (untuk membeli senjata) digunakan oleh raja untuk memerangi tuan tanah; para tuan tanah menggali liang kuburnya sendiri.
6. Perang, perdagangan, bengkel-bengkel, dan pabrik-pabrik (senjata) telah menambah kekuatan pedagang (kapitalis). Dalam ronde pertama, para pedagang (kapitalis) telah memenangkan pertentangan kelas tersebut. Setelah itu, oleh raja dibuatlah undang-undang yang menguntungkan para pedagang (kapitalis). Raja membayar upah hakim dan akhli hukum untuk membuat undang-undang baru yang akan diberlakukan di seluruh negeri. Undang-undang tersebut, antara lain: semua negeri-negeri kecil diwajibkan membentuk persekutuan di bawah pemerintahan seorang raja; dan pemberlakuan perdagangan bebas. Tuan-tuan tanah tak boleh memiliki tentaranya sendiri, dan mereka tak boleh memberlakukan sembarang cukai atau pajak kepada para pedagang. (Tapi para petani masih harus membayar sewa atau mempersembahkan upeti kepada tuan tanah.); dan siapa yang melanggar undang-undang tersebut, akan menerima hukuman dari tentara dan polisi kerajaan. Banyak negeri-negeri baru bermunculan di Eropa pada permulaan tahun 1600—Denmark; Swedia; Inggris; Polandia; Prancis; Portugal; Spanyol. Sebelum itu, Eropa hanya terdiri dari negeri-negeri kecil. Kemudian negeri-negeri kecil ini disatukan dan membentuk negeri yang besar (tetapi Jerman dan Italia belum lah terbentuk). Para pedagang dapat melakukan perdagangannya dengan bebas dalam tiap-tiap negeri. Dan para pedagang diperbolehkan menggunakan tentara kerajaan untuk membantu menjalankan perdagangannya di Asia dan Amerika (Selatan).
7. Menurut petani: “Pada awalnya, hanya tuan tanah yang memiliki kekuasaan. Sekarang, para pedagang itu juga telah berkuasa. Walaupun kebanyakan dari mereka tak memiliki tanah, golongan kita lah, kaum tani, yang sebenar-benarnya membiayai mereka.”
8. Pencuri dan Penjarah. Tuan hakim tinggal di kota pelabuhan yang besar. Beliau menjadi kaya raya dan memiliki banyak saham dalam berbagai serikat dagang yang merampas, memburu, merampok dan menjarah di seluruh pelosok dunia. Tiap-tiap kali pulang ke tanah airnya, serikat-serikat dagang tersebut akan banyak membawa keuntungan. Tuan hakim yang kaya raya ini terus hidup dalam kemewahan, kekayaannya ditumpuk di atas tumapahan darah beribu-ribu orang yang tak berdosa di Afrika, Asia dan Amerika (Selatan). Bagaimana pun, hakim laknat tersebut masih juga bernasib baik karena, walaupun kemewahan hidupnya diperoleh dari kegiatan orang lain—yang merampok, menyamun, dan mencuri untuknya—namun, mereka tergolong ke dalam kelas atau golongan yang berkuasa. Golongan ini mempunyai kekuasaan untuk menentukan yang benar dan yang salah. Sebagai contoh:
Hakim yang kaya ini ditugaskan menyiasati undang-undang dan menentukan hukuman berat yang dijatuhkan terhadap orang yang salah. Suatu hari, seorang anak muda yang gagah dan berhati mulia telah kedapatan melakukan kesalahan. Ibu dan bapak John telah lama bekerja kepada tuan tanah, dan tuan tanahnya, dari waktu ke waktu, telah menaikkan sewa tanahnya. Satu ketika, ibu dan bapak John tak sanggup lagi membayar sewa tanah yang terlalu mahal. Lantas mereka dihalau ke luar dari rumah dan tanahnya, serta terpaksa mengemis untuk menghidupi John yang, pada saat itu, baru berumur satu tahun.
Bapak john jatuh sakit, lalu menemui ajalnya setelah menderita wabah demam panas yang menyerang para pengemis. Setelah kematian bapaknya, ibu John pindah ke kota pelabuhan, tempat tuan hakim tersebut tinggal. Ibu John tinggal di kawasan terlarang bersama-sama pengemis-pengemis lainnya. Desakan hidup memaksa beliau menjual John kepada seorang pedagang kaya yang hendak mempekerjakan John sebagai pesuruhnya. Ketika itu, umur John 11 tahun. Tidak ada rasa belas kasihan di hati pedagang itu. Apa yang diperoleh John sebagai upah hanyalah semangkuk sop dan setampuk roti sehari. John tak berani mempersoalkan perkara tersbut kepada tuannya.
Suatu hari, ketika John telah telah dewasa, ia bertemu kembali dengan ibunya yang sudah tua. Ibunya datang dengan harapan dapat bertemu John di gudang tempat john bekerja. Dia menyesal sepanjang hidupnya karena telah menjual anaknya semata-mata karena uang. Sekarang pengemis ini datang untuk menemui anaknya, mungkin untuk terakhir kalinya sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir. John dapat merasakan penderitaan ibunya yang sangat miskin ini dan, serentak, saat itu juga, ia teringat kemewahan hidup pedagang itu, tuannya. Perasaan benci memenuhi jiwanya. Malam itu, dia masuk ke rumah pedagang itu, lalu mencuri sebuh mangkuk perak. Esoknya dia menjualnya guna mendapat sedikit uang untuk membeli obat bagi ibunya.
Nasibnya kurang baik, pencurian tersebut akhirnya diketahui juga. John ditangkap dan ditempatkan di sel tahanan polisi yang gelap dan berbau busuk. Dia tak bisa bertemu ibunya lagi. Mungkin ibunya telah meninggal pada malam yang sama saat dia ditahan. John dihadapkan ke muka pengadilan. Dia terpaksa mendengarkan tuduhan yang panjang lebar, yang dia sendiri kurang paham. Kemudian tuan hakim memberikan keputusan untuk menjatuhkan hukuman. “Anak muda ini adalah ‘seorang penjarah, pencuri yang paling berbahaya, dan melakukan penghinaan kepada masyarakat’. Dia tidak menghormati hak milik perseorangan.” Dia dihukum penjara seumur hidup. Syukur, dia tidak dihukum gantung.
Begitu keadaan di zaman itu, dan begitu juga lah keadaannya pada hari ini. Perampok-perampok besar yang berhasil menjadi kaya raya dari hasil rampasan dan pembunuhan dilepaskan tanpa menerima hukuman apapun. Mereka digambarkan sebagai orang-orang yang bijaksana dan layak menerima penghormatan dari masyarakat. Akan tetapi, pencurian-pencurian kecil, yang sekadar bertujuan menyambung nafas setelah tanah dan rumahnya dirampas, dianggap sebagai perampas berat, dan dimasukkan ke dalam penjara. Pencuri-pencuri kecil menerima hukuman penjara, sedangkan perampok dan pembunuh terbesar memerintah negara.
V. 100 juta orang ditawan
1. Orang-orang Portugis dan Spanyol terus menerus menguasai perdagangan di Lautan Hindia dan menaklukkan tanah-tanah jajahan di seluruh Amerika (Selatan). Di negeri-negeri lain, di Eropa, kaum kapitalis sibuk membicarakan bagaimana cara-cara untuk mengkukuhkan kedudukan mereka.
2. John Hawkins sedang berbincang-bincang dengan seorang sahabatnya. Isi pembicaraan mereka antara lain: bahwa barang-barang dagangan yang memberikan keuntungan besar adalah kopi dan gula; tapi mulai banyak orang menanam kopi Portugis di Amerika (Selatan); sehingga mereka merasa terancam karena, dengan begitu, harga kopi akan turun; Tapi mereka akhirnya sadar bahwa mereka tak bisa menghalangi orang-orang lain untuk menanam kopi, apalagi bagi mereka yang memiliki banyak uang (modal); kemudian, mereka memiliki siasat baru: karena orang-orang sekarang banyak yang menanam kopi, maka mereka, tentu, membutuhkan tenaga kerja, dan mereka akan menyediakan (maksudnya: menjual) tenaga kerja tersebut, yang diambil dari Afrika—karena mereka merasa bahwa orang-orang pribumu Amerika (Selatan) malas-malas.
3. Cerita sebenarnya mengenai John Hawkins. John adalah orang yang garang, kasar, dan tak punya hati. Dia lah yang akan merusak Afrika. Musim Panas, London, 1562, John Hawkins menjelaskan kepada para pedagang, pengusaha (kapitalis): bahwa bila para kapitalis itu mau menyediakan 3 kapal kepadanya, lengkap dengan tentaranya, termasuk juga sedikit barang yang akan dipertukarkan, dia berjanji akan membawa kembali keuntungan berlipat ganda atas modal yang ditanamkan oleh para kapitalis tersebut. Pada 3 Agustus, 3 buah kapal berlayar dari pelabuhan London. Sesampainya di tujuan, mereka menukar 10 bilah pisau dan 6 meter kain dengan seorang hamba abdi (budak) yang kuat. John mendapatkan segala yang dikehendakinya, tapi ia masih merasa tak puas. Kemudian mereka mendatangi kampung lainnya. Kampung-kampung dibakar dan yang menentang dibunuh. Kini kapal telah penuh dengan muatan. Ada 300 budak yang diangkut di dalamnya. Di tengah laut mereka menjual budak-budak tersebut kepada kapal portugis. Dengan uang yang diperoleh, John membeli kulit binatang dan gula. Kapal mereka dipenuhi barang-barang dagangan tersebut. Mereka membeli 2 kapal lagi (sebelum berlayar pulang) untuk memuat barang-barang dagangan tambahan. Di London John menjual semua yang dibawanya. Para kapitalis, yang dahulu memberinya modal, sangat gembira dengan keuntungan besar yang diperoleh John, yang juga akan dipersembahkan kepada mereka. Ratu Elizabeth memberi penghormatan bagi mereka yang memajukan perdagangan budak tersebut.
4. Perdagangan budak dengan cepat meningkat. Kapal-kapal dari Belanda, Inggris, Jerman, Denmark, Portugal dan Spanyol berlayar sepanjang pantai barat Afrika untuk membeli budak. Mereka juga mengupah orang kulit hitam untuk mencari budak (sebangsanya), bahkan dengan bayaran senjata. Penduduk semakin takut—mereka ditangkapi untuk dijual. 6 meter kain dan 10 pucuk senapan merupakan bayarannya. Budak diburu hingga kerajaan Kongo. Raja mengadukan perkara tersebut kepada raja mereka, yang bernama Affonso.
5. Sultan mengirim utusan ke semua ketua adat dan pedagang-pedagangnya yang tinggal di pantai. Sultan melarang mereka menjual budak kepada kapal-kapal Eropa. Mereka malah mengatakan: “Oh! Tuanku sudah tua, tak bisa mengerti perkara ini.”; “Inilah cara yang paling mudah untuk menjadi kaya.”; “Lihat betapa indahnya barang-barang ini, sutera, emas dan perak.”; “Dan senjata dari Eropa lebih kuat.”
6. Perhatikan! Ada perbedaan keuntungan yang diperoleh dari penjualan budak di Eropa dan Afrika. Pedagang di Afrika, hanya memperoleh barang-barang yang bermutu; tapi di Eropa, pedagang-pedagang menanamkan modalnya di pabrik-pabrik atau perkebunan-perkebunan, dan modal mereka semakin bertambah besar dari masa ke masa.
7. Raja Alfonso mengirim utusan demi utusan kepada sahabatnya, Raja Portugis. Inilah isi suratnya: “Emanuel yang saya hormati, sungguh, aku telah melarang penggunaan senjata yang dibawa oleh pedagang-pedagang tuan ke dalam kawasan pemerintahan kami. kebanyakan pembesar kami tidak lagi patuh kepada pemerintah kami karena tuan memiliki lebih banyak harta ketimbang yang kami miliki. Pedagang-pedagang tuan mengambil anak-anak kami, lelaki dan perempuan, setiap hari. Kegairahan pedagang-pedagang tuan tersebut akan melenyapkan pendudukku. Saudaraku yang terhormat, kami memerlukan bantuan tuan dalam perkara ini. Harap tuan bisa melarang pedagang-pedagang tuan menjual senjata api. Adalah harapan kami agar perjualan budak tidak berlaku di negeri ini. Affonso.”
8. Inilah jawaban bagi surat Affonso: “Affonso yang dimuliakan, harapa tuan tidak berkecil hati. Kita haruslah senantiasa tidak ketinggalan zaman. Pembelian dan penjualan budak sudah menjadi perdagangan penting di Eropa. Tidak ada satu kuasa pun di dunia ini yang dapat menghentikannya. Tambahan pula, aku tak memiliki kuasa apapun dalam perdagangan tersebut. Aku sendiri sudah banyak berhutang kepada pedagang-pedagang tersebut. Salam, Emanuel.” Kini, kain dan gading tidak bisa dipertukarkan dengan senapan, karena senapan hanya akan dipertukarkan dengan budak. Kini Raja dan penduduk memerlukan senapan untuk melindungi diri dari pemburu budak. Tapi untuk mendapatkan senapan, mereka harus menjual budak. Sekarang penduduk memiliki prinsip baru: siapa yang tak menjual budak, akan dijual sebagai budak.
9. Pusat-pusat perdagangan budak tumbuh bagai jamur, bagai cendawan di sepanjang pantai barat Afrika. Pedagang budak yang tinggal di sana bagai lintah yang sedang menghisap darah Afrika. Pedagang-pedagang dari Inggris, Jerman, Spanyol, Protugis, Belanda, dan Denmark memerlukan lebih banyak budak. 100 juta manusia ditawan. Keganasan tersebut menyebar ke seluruh Afrika. Ada orang-orang kampung yang satu menawan budak dari kampung-kampung tetangganya. Rakyat menjadi tidak saling percaya dan saling curiga sesama mereka. Tak ada satu pun yang berani mengerjakan tanah lebih luas dari keperluan mereka sendiri. Pada saat-saat tertentu, ladang ditinggalkan dan penduduk lari bersembunyi. Kain tak perlu ditenun lagi karena kain dari Eropa lebih murah harganya. Dalam keadaan seperti itu, kekejaman pun merajalela. Perdagangan yang menguntungkan tersebut telah memberikan keuntungan, laba, kepada perusahaan di Eropa, sementara Afrika dilanda penyakit kelamin, arak, dan senapan.
10. Tahun 1750. Seorang hamba yang berhasil membebaskan diri, kemudian melarikan diri, dan kembali ke kampung halamannya—yang hanya berpenduduk orang-orang tua dan yang lemah, yang ditinggalkan oleh atau tak berguna bagi pemburu budak—bercerita bahwa: mereka dibawa selama 4 bulan. Di kapal, agar menghemat tempat, kami dirapat-rapatkan. Kaki dan tangan kami dirantai. Kami semua ada 140 orang budak, tapi kami tinggal 50 orang, karena yang lainnya mati akibat kondisi yang jelek itu. Kami ada di kapal Belanda. Setelah 6 minggu berlayar, kapal Inggris mencoba menawan kami. Kami mendarat di sebuah pulau yang bernama Jamaica, dan kami dijual di pasar dekat pelabuhan. Kami diperkerjakan di ladang tebu dari jam 5 pagi hingga jam 7 malam. Mandor, penyelia atau pengawasnya, adalah orang kulit putih yang menunggang kuda, membawa rotan pemukul, mengawasi kami. Di ladang Portugis yang di Brazil, tebu ditanam. Di kepulauan Karibia, dan di ladang Prancis serta Inggris di Amerika Utara, tembakau, tebu dan kapas ditanam. Budak yang mencuri, walau sedikit, dihukum mati. Budak yang tak menuruti perintah dibakar kakinya. Mereka yang mencoba melarikan diri, dicari mati-matian. Kami sering memprotes keadaan tersebut. Tapi bahkan padri mendakwa mereka akan masuk neraka bila menentang keadaan tersebut. (Padahal neraka yang mereka alami lebih buruk keadaannya) Mereka mulai berangan-angan memberontak. Sebenarnya orang-orang kulit putih takut kepada mereka, tidur pun mereka membawa senjata. Pakaian yang ditenun, dan benang yang dipintal di Inggris mendapatkan bahan mentah kapasnya dari Amerika Utara, yang diproduksi oleh budak-budak.
11. Perdagangan segi tiga. Kapal-kapal merantau ke seluruh dunia dan terus menerus mendatangkan kekayaan bagi Eropa. Inilah ceritanya: Di Eropa, keuntungan dari perdagangan dan pemerasan ditanamkan dalam perusahaan pemintal, tenun dan pembuatan senjata api. Kain dan senjata api merupakan barang dagangan utama yang dikirim ke Afrika. Di Afrika Barat, senjata api dan kain ditukarkan dengan budak. Kapal kemudian berlayar ke Amerika Utara dimuati (penuh) dengan para budak. Di Amerika Utara, budak dijual kepada tuan-tuan yang punya ladang. Budak digunakan sebagai pekeja tanpa bayaran untuk menanam kapas, gula dan tembakau Para pedagang menggunakan uang yang mereka peroleh dari hasil menjual budak tadi untuk mengisi kapalnya dengan kapas, gula dan tembakau. Itulah mengapa kapas, gula, dan tembakau yang diangkut dengan kapal dari ladang-ladang Amerika Utara, dan dijual di Eropa, dapat memberikan keuntungan yang besar kepada para pedagang.
12. Para pedagang (kapitalis) Inggris mendapatkan bantuan dari pemerintahnya. Angkatan laut dan angkatan darat Inggris dikirim ke Amerika, Eropa, dan Asia untuk menghancurkan para pedagang (kapitalis) Spanyol, Prancis, Belanda dan Denmark. Pada pertengahan abad ke 18, mereka menguasai semua perdagangan antara Eropa dan benua lain. Kesan kejadian tersebut bagi kapitalis sangatlah penting:
13. Lanchashire, Inggris, 1766. Mesin pemintal dan penenun yang ada pada waktu itu terlalu lambat, padahal permintaan akan benang dan kain sedang meningkat. Kemudian kapitalis membayar akhli mesin untuk menciptakan mesin yang baru yang lebih cepat. Mesin “Spinning Jenny” selesai diciptakan tahun 1767. Tapi itu pun tak sanggup memenuhi permintaan akan benang dan kain yang terus meningkat. Mesin tenun bari diciptakan tahun 1785. Tetapi untuk membuat mesin, diperlukan besi dan batu bara (sebagai bahan bakarnya). Maka diciptakanlah bahan bakar yang lebih baik: Uap. Air ditampung di pam, kemudian airnya diuapkan sehingga bisa digunakan sebagai tenaga uap untuk menempa besi. Tenaga uap juga dapat menjalankan mesin tenun dan mesin anyam.
VI. Kemajuan Pesat
1. Peluit mesin tenaga uap menandakan permulaan zaman baru. Kebisingan kereta api dapat didengar sampai ke desa; bahkan di laut, karena kapal-kapal sekarang menggunakan mesin tenaga uap. Semua alat transportasi tersebut digunakan untuk mengangkut barang-barang dagangan dari gudang-gudang kapitalis. Hiruk pikuk mesin kini terdengar di mana-mana, mesin sekarang bisa melakukan berbagai kerja. Bengkel kecil kini menjadi pabrik besar. Hasil produksi (output) pabrik semakin bertambah. Asap pabrik meliputi bumi dan langit. Ketukan penempa besi dapat didengar di seluruh negeri, di jembatan, di jalan raya, malah hingga ke terowongan dan gudang-gudang. Kemajuan begitu pesat. Teknologi menguasai alam. Pemantik api diciptakan pada tahun 1883; propeler, 1834; morse telegrap, 1844; fotografi, 1852; kapal terbang, 1852; pembakar listrik, lampu patrol, 1860. Inilah ungkapan kapitalis: “Kami lah kapitalis yang membawa kesejahteraan hidup kepada seluruh manusia. Aku sungguh gembira dengan pabrik dan ciptaan baru tersebut. Semuanya akan membawa kesempurnaan dan kehidupan yang lebih baik kepada insan manusia seluruhnya. Segala modal dan pengetahuan tersebut adalah hasil usaha kami.”
2. Apakah semua itu hasil usaha kapitalis? Tidak, kaum pekerja, atau buruh lah yang mengerkan semua itu. Namun bagaimana kah (kisah) hidup kaum pekerja atau buruh. “Kami lah yang sebenarnya melakukan kerja. Kami lah yang dikorbankan. Jangan coba menafik atau menolak bahwa kaum pemodal telah mengorbankan kami demi kepentingannya. Tuan tanah membeli mesin dan mulai mengusahakan pertanian modern. Ladang tidak lagi memerlukan pekerja yang banyak. Kebanyakan pekerja terpaksa berhenti bekerja. Banyak yang jadi pengemis. Kami sebenarnya yang mengerjakan semua pekerjaan. Dahulu, kami bekerja sebagai petani, tukang kayu dan pandai besi.” Sekarang, keadaan telah berubah. Kapitalisme membawa perubahan terhadap para tuan tanah. Mereka mengutamakan uang. Sewa tanah dinaikkan, sehingga kami tidak sanggup membayarnya. Siapa pun yang tak sanggup membayaranya, diusir dari tanah (tempat kerjanya) maupun rumahnya. Tukang-tukang kayu dan pandai besi mengalami nasib yang serupa. Semua pekerjaannya diambil alih oleh mesin. Belanja mesin lebih murah ketimbang membayar upah pekerja. Kini beribu-ribu bekas petani dan tukang mengangur. Seolah-olah dicampakkan ke alam kosong. Menurut mereka: “Kami tidak memiliki apapun, sungguh. Kami tidak mendapatkan makanan. Kesengsaraan menggigit tulang-tulang kami. Dalam keadaan begitu, wabah penyakit mudah merebak—batuk kering dan cacar. Kemelaratan tersebut memaksa kami pergi ke kota-kota besar. Di kota, barulah kami dapat menyelamatkan diri dari maut dengan mendapatkan: kerja.” Keadaan seperti ini berlaku di semua negeri di mana kapitalisme berkembang, seperti di Inggris, Prancis, Jerman, dan Denmark. Perkembangan yang sulit tersebut terus terjadi hingga sekarang.
3. Kota-kota diselimuti oleh debu dan asap tebal. Penyakit dan penuh sesaknya penduduk. Pabrik, gudang dan bengkel semuanya terdapat di kota. Mereka terpaksa bekerja untuk kepentingan kapitalis. Mereka akan terus menindas kami hingga mati. Mereka tahu kami tak berdaya untuk melawan. Inilah kesaksian mereka:
Ellison Jack, pengangkut batu bara: umur 11 tahun. “Aku sudah tiga tahun bekerja di gudang batu bara ini. Ayahku menemaniku datang ke sini pada jam 2 pagi, dan aku pulang pada jam 1 atau jam 2 siang. Aku tidur jam 6 sore agar aku dapat bangun pagi pada esok harinya. Aku terpaksa mengangkut bakul yang berisi batu bara, menaiki empat atau lima tangga untuk sampai ke tempat penimbunan. Aku mengangkat 5 ton batu bara setiap harinya. Kadang-kadang aku dipukul jika aku tidak dapat mengangkut sebanyak itu.”
Sarah Gooder: Umur 8 tahun. “Kerjaku membuka dan menutup pintu lumbung. Aku terpaksa bekerja dalam gelap dan ini menakutkanku. Aku mulai bekerja pada jam 4 atau kadang jam 3.30 pagi, dan pulang pada jam 5 atau 5.30 sore. Aku tidak pernah tertidur. Aku suka bernyanyi di tempat terang dan aku takut berada di tempat gelap.” (Dikutip dari Suruhanjaya Negara, 1842)
John Smith, penenun kain: umur 42 tahun. “Aku bekerja setiap hari. Bila tiba di rumah, aku tidak dapat tidur karena terlalu letih. Itulah keadaanku setiap harinya. Aku tahu, aku tidak akan hidup lama. Hidupku tak bermakna.”
Bob Jones, pekerja pabrik: umur 18 tahun. “Kami tak diizinkan berpikir karena semuanya telah mereka pikirkan untuk kami. Mereka menghina kami. Kami dijadikan binatang yang hanya tahu bekerja. Itulah ganjaran karena mengabdi pada kapitalis.”
Anne Brown, pemintal benang: umur 23 tahun. “Aku , suamiku dan kedua anakku bekerja 15 jam sehari. Itupun tak cukup untuk membayar sewa rumah, roti dan sedikit bubur. Bila kami membantah, kami akan dimaki. Kami tak boleh hidup jika kami tak bekerja. Sekarang aku tak peduli lagi. Cukuplah dengan penderitaan ini.”
4. Kapitalis dituduh sebagai perampok. “Beratus ribu buruh, seperti kami, bekerja keras—dengan badan yang tinggal tulang-belulang, kurus kering—bermandikan peluh. Kami membangun jalan raya, menanam dan memanen kapas, serta mengawasi mesin. Kami melakukan segala macam kerja sehingga kami menjadi orang yang paling diperlukan dalam masyarakat. Tapi kami tak memiliki kekuasaan atau hak untuk menentukan nasib kami sendiri. Sebaliknya, pemilik-pemilik pabrik, gudang dan mesin menentukan nasib kami. Hanya mereka yang berkuasa. Mereka lah yang menentukan berapa cepat kami harus bekerja, bagaimana kami harus bertindak dan undang-undang yang harus kami patuhi. Mereka menentukan hidup-mati kami. Dan mereka melakukan segala penindasan kepada kami, menekan dan menghisap darah kami… Seperti tuan tanah yang hidup di atas keringat petani dan tukang. Kelas kapitalis membeli kesanggupan kerja para buruh sama dengan membeli mesin dan bahan mentah.” (Bahan mentah adalah benda-benda seperti besi, bulu biri-biri, kayu, dan lain sebagainya. Bahan mentah digunakan untuk membuat berbagai barang.) Mereka membeli kesanggupan kerja buruh dengan upah yang mereka bayar. Upah yang mereka bayar, mungkin mahal, mungkin murah, tapi yang pasti adalah: buruh tidak pernah diberi ganjaran yang setimpal dengan usahanya. Hanya sebagian saja dari kerjanya yang dibayar, dan sebagian lagi tidak dibayarkan. Kelas kapitalis lah yang merampas kerja yang tidak dibayar tersebut. Para kapitalis menganggap kerja yang tidak dibayar dan benda yang dicuri seperti itu adalah keuntungan. Keuntungan yang akan dimasukkan ke dalam kantong mereka. Kapitalis menggunakan keuntungan tersebut untuk membeli lebih banyak pabrik dan membeli lebih banyak buruh, sehingga dapat terus menerus mengambil keuntungan yang lebih banyak. Dengan cara inilah modal bertambah. Dari dahulu hingga sekarang, cara melakukannya tak pernah berubah—caranya adalah dengan membeli murah dan menjual mahal. Kapitalis membeli tenaga kerja buruh dengan bayaran yang rendah, sedangkan barang yang dihasilkan oleh buruh dijual dengan harga tinggi. Seberapapun keuntungannya, akan menjadi milik kapitalis. Sekarang, rahasia mereka terbongkar, rahasia para pedagang/kapitalis dan orang-orang yang sama kelasnya dengan mereka. Di balik senyuman mesra dan pakaian mereka yang serba indah, mereka adalah perampok yang hidup di atas usaha dan kerja orang lain. Kelas mereka lah yang berkuasa dalam masyarakat.
5. Dan negara (termasuk pemerintah) ditentukan oleh kekuasaan mereka. Para kapitalis menggunakan cara yang sama dengan cara pedagang dalam mengekalkan kekuasaan dan pengaruh mereka. Kapitalis merombak, menukar, susunan pemerintahan lama menjadi yang baru. Maka terbentuklah pemerintahan kapitalis Jerman, Italia, Austria, Jepang, dan Amerika serikat. Sekarang raja atau permaisuri tidak lagi memerintah negeri. Mereka sekadar dijadikan perhiasan atau simbol belaka. Sekarang yang memerintah adalah kelas kapitalis dan para pembela kepentingan mereka. Para hakim dan akhli-akhli hukum diwajibkan memastikan bahwa undang-undang negara akan menjamin keselamatan kepentingan kapitalis. Tentara dan polisi harus memastikan bahwa undang-undang dipatuhi. Jika para kapitalis menginginkan sesuatu di negeri lain, tentara akan dikirim untuk berperang dan merebut apa yang mereka inginkan
VII. Tanpa Kerja—Tanpa Gaji—Tanpa Makan
1. Perindustrian dimulai di Inggris. Selama industri hanya terdapat di Inggris, mereka tidak memiliki masalah dalam memasarkan hasil produksi mereka. Malah Inggris tak mampu memenuhi permintaan yang begitu tinggi. Bagaimanapun, pada pertemgahan tahun 1800-an, pabrik-pabrik di negeri-negeri lain seperti Prancis, Belgia, Jerman, dan Amerika Serikat memasarkan hasil produksi mereka. Maka kapitalis mulai mengalami kesulitan menjual hasil produksi buruh mereka. Banyak barang-barang dagangan kapitalis tidak dapat dijual. Orang-orang tak sanggup lagi memberi barang-barang tersebut, dan mereka terpaksa harus bersaing sesama mereka untuk dapat menjual. Hampir semua kapitalis berpendapat sama: “Kalau aku jual dengan harga murah, tentu orang-orang akan membeli dariku”; “kalau aku turunkan harga, semua orang akan membeli dariku”. Dan setiap kapitalis menurunkan harga serendah mungkin: termurah; sangat murah; lelang; obral. Bagaimana pun, tidak semua kapitalis mampu menurunkan harganya. Hanya mereka yang mempunyai mesin lebih banyak dan lebih baik, yang dapat menghasilkan produksi lebih banyak dan murah, yang dapat menurunkan harga, atau menjual barangnya jauh lebih murah. Pembeli tentu menginginkan barang yang lebih murah. Banyak yang tak mampu membeli dengan harga tinggi. Mereka yang tak mampu menawarkan barang yang lebih murah akan hancur usahanya, bangkrut. Maka, beberapa kapitalis bertumbangan dan keadaan ekonomi semakin memburuk. Siapa kuat, dia yang selamat. Sekarang jumlah kapitalis berkurang.
2. Kapitalis besar merasa yakin bahwa perdagangan akan berkembang seperti semula, modal akan terus bertambah, karena itu mereka berpikir harus membeli mesin lebih banyak, mempekerjakan buruh lebih banyak. Mereka, semua, berpikir harus bersaing di antara sesamanya dengan membeli lebih banyak mesin dan mempekerjakan buruh lebih banyak. Tujuannya agar barangnya lebih baik, lebih banyak dan lebih murah, mengalahkan yang lain. Tapi, yang terjadi, berulang seperti semula: sekali lagi barang-barang yang dijual di pasar melebihi permintaan karena orang tak mampu membeli. Sekarang, kapitalis mana lagi yang akan tumbang menjadi korban.
3. Saat-saat akhir Willy Rust. Willy Rust adalah seorang kapitalis yang tidak dapat memasarkan barang-barang produksinya, akibat pengeluaran yang berlebihan. Sejak beberapa beberapa minggu belakangan ini, barang-barangnya tidak dapat dijual, tidak laku, dan utangnya sudah jatuh tempo. Bila tidak dapat melunasi utangnya maka ia terpaksa harus menjual pabriknya, yang memproduksi mesin. Ia merasa masih memiliki jalan lain, yaitu meminjam uang kembali untuk melunasi hutangnya. Maka ia berusaha meminjam uang pada bank. Ia mencoba memohon pinjaman jangka pendek untuk membayar utangnya atas pembelian biji besi kepada perusahaan Macprofit. Banyak kapitalis yang juga melakukan hal yang sama dengan Willy Trust. Pimpinan bank kemudian menelpon pemilik Macprofit dan memberitahu persoalan Willy Trust. Dan pemilik Macprofit merasa memiliki kesempatan untuk mengambil alih hak pemilikan pabrik Willy Trust. Kemudian pemilik Macprofit melakukan persekongkolan dengan pemilik bank—yaitu menolak pinjaman Willy Trust. Willy Trust gagal membayar utangnya,ia bunuh diri, dan Macprofit mengambil alih atau membeli pabriknya dari bank.
4. Keadaan bertambah sulit bagi kapitalis—terutama bagi kapitalis kecil. Kapitalis kecil mempunyai hambatan yang mengancam mereka: pemilik bank. Pemilik bank juga adalah kapitalis. Melalui usahanya, ia telah berhasil mengumpiukan banyak uang, yang kemudian dipinjamkan (baca: dijual) pada orang lain (dan dia mendapatkan bunga dari uang yang dipinjamkan itu). Seperti juga Willy Trust, pemilik bank suka meminjam uang pada kapitalis-kapitalis besar, dengan harapan bahwa kapitalis besar bisa memberikan keuntungan baginya—dan kapitalis besar akan mengurangi resikonya. Dalam situasi persaingan, maka yang kuat dan yang besar saling membantu mengatasi resiko bersama. Pabrik besi dan baja, minyak serta batu bara, perusahaan-perusahaan elektrik, banyak membuat pinjaman kepada bank karena mereka memerlukan uang banyak untuk membeli mesin.
5. Perusahaan-perusahaan besar dan bank-bank besar. Mereka bekerjasama dan saling bantu sesamanya agar menjadi lebih besar, makin lebih besar, dan lebih besar lagi, terutama perusahaan Amerika Serikat dan Jerman. Mereka memiliki pabrik-pabrik yang besar dan cakap. Mereka dapat menghasilkan barang-barang yang dapat membuat masyarakat tak mampu lagi membeli barang-barang tersebut. Kapitalis terjepit dan mereka menurunkan harganya agar barang menjadi murah dan dapat dibeli. Mereka mencari jalan lain agar harga barangnya tidak turun terus. Misalnya dengan menghemat pembelian mesin. Tapi tidak bisa, karena tidak ada lagi mesin yang harganya lebih murah; cara lainnya adalah dengan mengurangi pekerja atau buruh. Pabriknya ditutup atau dikurangi sebagian kemampuan produksinya. Yang merugi adalah buruh, mereka kehilangan pendapatan dan daya belinya.
6. Krisis Tahun 1873. 10 ribu, 100 ribu, berjuata-juta pekerja atau buruh di-PHK, tanpa kerja, tanpa upah, tanpa makan. Zaman malaise (baca: meleset) disebutnya, yang mulai terjadi pada tahun 1873, yang merebak ke seluruh negeri-negeri perindustrian. Malaise tidak berakhir dalam waktu yang singkat—satu tahun, dua tahun sampai lima tahun, tetap belum selesai.
7. Kesulitan dan kesengsaraan meningkatkan semangat kaum buruh. Mereka berkumpul untuk melakukan rapat-rapat akbar. Mereka merasa lebih kuat jika mereka bersatu menentang musuh. Semangat mereka untuk menuntut keadilan kian memuncak. Mereka semuanya bersuara meluapkan perasaan masing-masing. “Golongan kapitalis mempunyai banyak barang yang tidak laku dijual, sedangkan kita kelaparan.” “Mereka menutup pabrik karena keuntungannya merosot, sedangkan kita tidak punya pekerjaan.” “Begitulah kedudukan kita sekarang.” “Apa tindakan kita sekarang.” “Kita harus memberontak.” Salah seorang di antara mereka yang berpakaian lebih rapi dari yang lainnya mulai berkata. “Sabar, sabar. Kita tidak perlu mengambil tindakan terburu-buru begini. Kita bisa memperbaiki keadaan ini, namun secara berangsur-angsur.” Bisikan-bisikan kecil kedengaran di antara buruh-buruh yang berkumpul itu. Mereka mencurigai sikap orang yang berpidato tadi. Seorang pekerja tambang yang masih muda lantas menyahut. “Berangsur-angsur? Kita tidak bisa menghilangkan penindasan atas kaum buruh secara berangsur-angsur. Sebaliknya kita harus menghapuskan sama sekali segala bentuk penindasan secara menyeluruh.” Kata-kata beliau disambut dengan tepukan gemuruh. Perkumpulan pun dilanjutkan.
8. Pada sore itu juga, para buruh berarak-arakan menuju kediaman Macprofit. Ketika itu, Macprofit sedang membaca koran yang memberitakan kebangkrutan perusahaan Inggris (karena mendapatkan saingan dari luar negeri) dan pemogokan-pemogokan kaum buruh. Macprofit menerima telepon yang membuatnya semakin panik. “Aku ingin memberitahu kau, bahwa tambang besi milikmu yang besar itu sudah bangkrut. Perusahaan lain sudah membeli semua tambang-tambang tersebut.” “Pranggggg” kaca jendela di belakang Macprofit pecah. Kepanikan Macprofit semakin bertambah begitu melihat ke luar jendela, ribuan buruh yang marah dan menuntut telah memenuhi halaman rumahnya. Telepon yang masih bersuara (memanggil) diabaikannya sama sekali. “Kami sudah cukup menderita!” “Keluarlah kau ke sini agar kami potong leher kau,” teriakan para buruh yang membuat Macprofit menggigil dan menghubungi polisi. Polisi berkuda pun datang dan membubarkan massa buruh dengan kekerasan dan tembakan senjata. Banyak di antara massa yang tertembak dan terluka bahkan ada yang mati. “Kami akan datang lagi. Polisi, kau bisa mengusir buruh, tapi kalian tidak akan mampu menghalangi gerakan kelas buruh seluruhnya,” demikian lah suara-suara buruh yang dialamatkan kepada Mac’profit’, membahana di antara bunyi letusan senjata api yang ditembakkan polisi. Kaum buruh mulai bersatu-padu. Mereka mengaitkan persatuan buruh dengan gerakan sosialis—mereka menginginkan agar semua kekayaan yang dihasilkan di dalam masyarakat menjadi milik bersama; setiap orang saling membantu satu sama lain dalam mewujudkan kehidupan yang lebih sempurna; tapi, sebelum semuanya bisa dicapai, kapitalis harus dihancurkan terlebih dahulu. Kaum buruh kini sudah bersiap-siap untuk berjuang sampai menang. Mereka berusaha seolah-olah saat kehancuran kapitalis sudah di depan mata!
VIII. Kekayaan Dunia Digenggam Segelintir Orang Kaya (Kapitalis)
1. Pemilik-pemilik perusahaan-perusahaan besar dan bank-bank terkemuka berkumpul untuk membicarakan rencana masa depan mereka. Persidangan diselenggarakan di Paris, Brussels, Roma, New York, St. Petersburg, Tokyo dan London. Kapitalisme harus diselamatkan, dengan cara apapun. “Dahulu, hanya kami, orang-orang Inggris, yang menjalankan perusahaan. Kini, perusahaan-perusahaan dari negeri lain juga sudah berkembang. Bagaimana jadinya nanti?,” tanya Happy Jack, sebagai moderator yang memang berasal dari Inggris ini, kepada para hadirin. “Kebanyakan perusahaan-perusahaan tersebut dikelola dengan lebih baik dan lebih kuat, tetapi sekarang perusahaan-perusahaan Inggris semakin berkurang,” Sir Edward Steel menambahkan. “Aku semalam berada di sebelah timur London, mendengarkan pembicaraan para penganggur. Aku mendengar cerita hebat dan teriakan-teriakan yang menuntut makanan, makanan, makanan,” kata Tuan Cecil Rhodes, sambil menghembuskan asap cerutunya. Mr. Macprofit kelihatan diam saja dengan kening berkerut. Ia berpikir, jika pabrik-pabrik terus ditutup, maka para pekerja akan merampas pabrik-pabrik tersebut dari tangan mereka. “Untuk menghindari perang saudara di Inggris, yang akan melibatkan 40 juta penduduknya, kita harus mendapatkan tanah jajahan baru yang bukan saja bisa menerima penganggur di negeri kita, malah bisa juga menjamin pemasaran barang-barang pabrik dan tambang yang tidak laku dijual di sini,” lanjut Tuan Cecil Rhodes lagi. “Barang-barang yang tak dapat dijual lagi dan ancaman dari kaum buruh. Tetapi, berapa banyak orang yang memikirkan persoalan ini?” pikir Macprofit gelisah. Tiba-tiba ia menukas. “Bahan mentah! Apabila pabrik-pabrik kita pulih kembali, permintaan bahan mentah akan menjadi satu perkara penting. Bahan mentah yang sekarang tidak mencukupi,” Sir Edward Steel tak menggubris, ia seperti sedang menunggu kedatangan seseorang. “Kereta api seharusnya sudah di stasiun sekarang,” ujarnya. Tak lama kemudian. “Tuan-tuan sekalian, aku sungguh berbesar hati karena dapat memperkenalkan kepada Tuan-Tuan semua seorang jurnalis dan petualang: Henry Morton Stanley,” Steel memperkenalkan. Tampak di depan mata hadirin pria dengan penampilan mengesankan, berpakaian pelaut, berkumis, berambut pirang, dengan kulit kecoklatan karena terpanggang sinar matahari. Stanley dengan antusias berbicara kepada para ahli-ahli perdagangan yang hadir. “Aku baru saja pulang dari penjelajahan yang jauh. Satu perjalanan yang telah mengorbankan beratus nyawa manusia tapi hasilnya sangat menggembirakan. Dalam penjelajahan itu, Aku temui sebuah benua yang sedang menunggu kedatangan orang orang kulit putih. AFRIKA! Kita akan menemukan penyelesaian bagi semua masalah yang kita hadapi. Di sana, berjuta-juta manusia masih tidak berbaju. Mereka ingin membeli kain dari perusahaan-perusahaan Tuan. Tuan-Tuan bisa mengusahakan adanya kereta api, membangun jalan raya dan pertambangan di Afrika. Keadaan iklim juga sangat sesuai untuk semua jenis tanaman getah, teh, kopi, coklat, dan bisa mendapatkan tenaga-tenaga kerja yang cukup serta murah di Afrika.” Seisi ruangan menjadi ribut. Para kapitalis berebutan melobi, menelpon, berniat berlomba-lomba ke Afrika. “Afrika sedang menunggu kedatangan kita, yang penting kita harus sampai terlebih dahulu,” terdengar pembicaraan salah seorang dari mereka, yang memang sejak dari tadi berusaha menelpon terlebih dahulu. “Syukurlah kita selamat,” mata mereka seakan berkata demikian. Bodoh! Mereka tidak tahu bahwa mereka sedang menghadapi kehancuran yang, memang, bisa ditunda, tapi tak bisa dielakkan. Maka, kapal-kapal pun berlayar dari Eropa dengan tujuan: AFRIKA HARUS DITAKLUKKAN!
2. Paksaan, perbudakan, dan penipuan yang telah dipraktekkan selama beratus-ratus tahun telah menjadikan para kapitalis Eropa kaya dan kuat di dunia. Mereka begitu kuat sehingga semakin bisa melengkapi tentaranya. Sebuah kapal besar berlayar ke Pantai Afrika penuh dengan prajurit, meriam dan senapan.
3. Perlawanan Afrika. Bagaimana pun, setelah ditindas selama 400 tahun, Afrika sudah bisa dipecah-pecah dan mudah ditembus. Pedagang-pedagang Eropa memecah-belah para kapitalis Afrika agar perusahaa-perusahaan mereka jangan bersatu sesamanya. Oleh karena kelebihan teknologi senjata Eropa, mereka bisa mengalahkan rakyat Afrika yang terpecah belah. Keberanian dan kepahlawanan rakyat Afrika terus menerus menentang penjajahan dengan menumpahkan darah mereka. Suku Metabela dan Mashona bertempur menentang penjajahan dari tahun 1893-1897. Suku Ibo ikut serta sejak tahun 1900. Sedikitnya 24.000 orang korban jatuh dalam pertempuran di Sudan. Suatu pertempuran yang sengit terjadi pada tahun1887, saat kaum Zulu dikalahkan. Burundi pun dikalahkan di antara tahun-tahun 1881-1898. Suku Kilwa memberontak antara tahun1905-1906, yang mengorbankan 120.000 orang. Kaum Hereo mempertahankan diri antara tahun 1901-1906. Di Chad pun, 60.000 orang tewas dalam menentang penjajahan pada tahun 1900. Di Kamerun, kaum Yaonde berperang pada tahun 1896. Di Guinea, gerakan rakyat tidak dapat dipatahkan hingga tahun 1936. Pemberontakan di Botswana terjadi pada tahun 1895. Mesir ditundukkan pada tahun 1882. Perlawanan di Ghana, Mali, Songhai bergolak selama 20 tahun, sebelum akhirnya dapat dipatahkan; dan lain-lainnya. Walaupun demikian, api perlawanan meninggalkan bara yang tak dapat dipadamkan.
4. Bumi Afrika, tahun 1882, dikuasai oleh para penjajah dari Eropa (Inggris, Prancis, Portugal, Spanyol, Italia, Jerman, dan Belgia) hanya di daerah-daerah pesisir saja. Dalam perebutan wilayah di Afrika, tidak jarang perusahaan-perusahaan dari negeri-negeri Eropa saling bersaing dengan hebat, bahkan seringkali dengan perang memperebutkan wilayah-wilayah jajahan di Afrika. Alhasil, pada tahun 1914 Afrika dapat dikuasai sepenuhnya dan dibagi-bagi di antara para imprealis. Inilah negeri-negeri Afrika yang dibagi-bagi di antara mereka: Alzazair, Maroko, Kepulauan Canary, Senegal, Zambia, Guinia Portugis, Siera Leone, Liberia, Pantai Gading, Pantai Emas, Nigeria, Kameron, Kongo, Anggola, Afrika Barat Daya, Betswana, Afrika Selatan, Rhodesia, Mozambique, Madagaskar, Tanzania, Uganda, Kenya, Ethieopia, Sudan, Mesir, Libya, dan Tunisia. Diplomat-diplomat dari berbagai negeri Eropa yang mewakili kepentingan perusahaan bertemu di Eropa untuk membagi-bagi wilayah jajahan di antara mereka. Prancis mendapatkan tanah jajahan yang paling luas, disusul oleh Inggris.
5. Saudara-saudara pembaca, sejak kelahiran kapitalisme di Eropa, banyak uang yang telah dihabiskan dalam prosesnya, banyak pula terjadi pertumpahan darah. Tentu saudara masih ingat, kapitalisme pada mulanya hadir dalam masyarakat feodal dengan membawa barang-barang dagangannya. Kapitalisme gigih dan berusaha kuat membawa ide-ide yang baru. Kapitalisme seolah-olah membawa nafas baru (progresif, maju). Kemudian kapitalisme berhasil menguasai masyarakat. Dahulu, tuan-tuan tanah yang berkuasa, kini kapitalis atau kaum borjuis yang memerintah; agar kapitalis bisa memerintah, perindustrian harus berkembang terlebih dahulu, dan perkembangan tersebut memerlukan uang. Bank-bank memainkan peranan yang penting dalam membantu kapitalis besar dan tangguh, agar lebih besar dan tangguh, tetapi sebaliknya mengancam pertumbuhan kapitalis-kapitalis yang kecil. Pengusaha seperti Willy Rust mati begitu saja karena bank hanya berminat memberi pinjaman kepada kapitalis yang besar dan kuat. Kapitalis besarlah yang paling berkuasa, karena kapitalis besar lah yang dapat menguasai kedua-duanya, bank dan perusahaan. Sekarang, pembaca sekalian, pembicaraan kita telah sampai pada permulaan abad ke-20, zaman yang dekat dengan zaman kita. Untuk memahami pergolakan dunia hari ini, saudara perlu mengetahui sejarahnya.
6. Kapitalis. Di saat perusahaan-perusahaan sibuk memperluas tanah jajahannya di Afrika, para kapitalis masih terus bimbang. “Krisis yang terjadi 20 tahun yang lalu masih terasa hingga hari ini. Hanya beberapa perusahaan besar saja yang terselamatkan. Apakah yang menyebabkan terjadinya krisis? Mengapa bisa terjadi kelebihan produksi sehingga harga turun sangat rendah? Kenapa pula terlalu banyak barang yang diproduksi sehingga banyak barang yang tidak dapat dijual,” pertanyaan-pertanyaan ini terus menghantui kapitalis. Mereka menemukan jawabannya. Jawabannya adalah: PERSAINGAN. Ya, krisis itu disebabkan oleh persaingan bebas. Dan krisis tersebut telah membawa kehancuran kepada kapitalis. Kapitalis pun menemukan ilham. Lalu, seorang kapitalis mengirimkan telegram kepada kapitalis-kapitalis lainnya yang kuat dan besar, yang isinya: “Jika krisis ini dibiarkan terus-menerus, maka pasti akan menghancurkan kita. Kita harus bersatu. Hanya cara ini saja yang akan dapat menyelamatkan kita semua,” tulisnya. Telegram dikirimkan ke seluruh dunia, terutama ke Eropa dan Amerika Serikat. Kapitalis-kapitalis yang menerima telegram itu pun menjawab: “Aku tidak dapat menahan keinginan awalku untuk bersaing.” “Bertanding sudah menjadi darah dagingku.” Atau, “Aku sudah memiliki kekuasaan yang besar dan kuat. Bagaimana aku bisa bekerjasama dengan orang yang setingkat denganku?” “Mustahi cara tersebut akan berhasil.” Mereka awalnya tidak mau bersatu. Lalu, kapitalis yang menyarankan persatuan di antara mereka itu mengancam tidak akan memberikan pinjaman lagi kepada mereka yang menolak. Akhirnya mereka bersedia karena menolak persatuan artinya sama dengan bangkrut. Perusahaan-perusahaan yang selamat memulai kerjasama. Kerjasama yang sebenarnya hanya berwujud di permukaan saja, karena mereka lebih suka saling menghancurkan satu sama lain. Di semua negeri kapitalis, kaum kapitalis bekerjasama, bergandengan tangan satu dengan yang lain, untuk menghindari krisis. Para kapitalis dari seluruh dunia tersebut: K.A. Wallenberg dari Swedia, J.D. Rockfeller dari Amerika Serikat, N.M. Rothschild dari Inggris, G. Krupp dari Jerman dan C.F. Tietgen dari Denmark.
7. Perusahaan-perusahaan pun mulai berubah bentuk menjadi kartel, oligopoli dan monopoli. “Kamilah kartel. Kami bersama-sama mengeluarkan semua jenis besi dan baja yang diperlukan di dalam negeri ini. Kami tidak lagi bersaing sesama kami. Kami telah sepakat untuk hanya mengeluarkan sejumlah besi yang bisa kami jual dan tidak lebih dari itu. Kapitalis adalah kawan setia kami,” kata kapitalis-kapitalis yang menggabungkan diri membentuk kartel. “Kami adalah oligopoli. Kami tidak lagi bersaing sesama kami sendiri. Kamu sudah bersepakat untuk membentuk sebuah perusahaan. Perusahaan kami menghasilkan semua barang elektronik yang diinginkan di dalam negeri ini. Kami menentukan harga yang paling tinggi untuk barang-barang tersebut dan semua orang terpaksa membeli dari kami. Kapitalis berada di pihak kami,” kata para kapitalis yang bergabung membentuk oligopoli. “Aku adalah monopoli. Aku tidak perlu bertanding. Aku sudah mengalahkan semua pihak yang bersaing dengan aku. Sekarang aku dapat menentukan berapa banyak minyak yang pantas aku keluarkan dan berapa pula harganya. Aku adalah sahabat karib kapitalis,” kata Sang Monopolis.
8. Ini lah cara kapitalis mengatasi krisis, yakni dengan menggabungkan modal mereka. Taktik baru mencapai kejayaan. Pabrik-pabrik pulih seperti sediakala. Penganggur-penganggur kembali bekerja. Dan ada pula di antara mereka yang diberikan gaji yang lebih besar. Semua telah pulih kembali, sekarang. Bagaimanakah hal ini bisa terjadi?
9. Dari surat kabar diperoleh jawaban bagaimana proses pemulihan krisis tersebut ternyata dengan mengorbankan Afrika:
Di Afrika, para kapitalis menjual barang-barang mereka yang tidak laku. Tapi, kebanyakan penduduk Afrika terdiri dari kaum tani. Mereka bekerja sendiri dan mempraktekkan barter untuk memperoleh apa yang mereka kehendaki. Mereka harus dipaksa menggunakan mata uang. Untuk maksud itu, mereka diharuskan: MEMBAYAR PAJAK. “Kalian harus membayar pajak kepada pemerintah,” kata pemerintah. “Kami tidak ada uang,” ujar penduduk Afrika. “Kalau begitu, kalian harus bekerja pada perusahaan untuk memperoleh uang,” hardik pemerintah. Orang-orang Afrika terpaksa membayar pajak dengan menjadi buruh.
Perusahaan-perusahaan berusaha untuk mendapatkan bahan mentah yang murah untuk pabrik-pabrik mereka. Untuk itu, mereka memerlukan pekerja-pekerja di perkebunan dan di gudang. Tapi, kebanyakan penduduk tinggal di kawasan-kawasan yang subur dan sesuai untuk pertanian. Mereka harus diusir dengan: MERAMPAS TANAHNYA. “Aku sudah membeli tanah ini, maka menjadi milikku sekarang,” kata kapitalis. “Tuan tidak boleh membeli tanah. Tanah adalah kepunyaan semua makhluk di bumi ini,” balas penduduk Afrika yang memang menjadikan tanah sebagai milik bersama. “Kau sudah melakukan pelanggaran, masuk ke kawasan tanahku. Kau harus membayar pajak,” kata kapitalis itu. “Kami tidak ada uang untuk membayar pajak,” “Kalau begitu, kau harus keluar dari sini,” kapitalis mengusir dengan bengisnya. “Atau, kalau tak bisa bayar pajak, kau harus bekerja di tambangku atau di perkebunan milikku.” Tanah penduduk Afrika dirampas.
Perusahaan-perusahaan mengeluarkan uang untuk membangun jalan, kereta api, jembatan, rumah, pelabuhan, istana dan tambang. Tapi tak satu pun dari pembangunan tersebut yang memberi manfaat kepada kaum yang membangunnya (pekerja). Dan dengan bekerja sendiri, bercocok tanam saja, sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk sehari-hari, mengapa pula mereka harus bekerja dengan orang asing. Penduduk Afrika harus dikerahkan: MENJADI BURUH PAKSAAN. “Kau dan kau harus bekerja pada perusahaan!” perintah kapitalis. “Kami tidak mau. Kami mau tinggal di sini untuk memanen hasil kebun kami,” petani Afrika menolak dengan keras. “Bukk, bukk, dorr, dorr,” mereka dihajar dengan pukulan dan diancam dengan senapan. “Bagaimana? Sekarang masih membangkang,” ancam kapitalis dengan kejamnya. Petani-petani Afrika tidak berani lagi bersuara. Tak ada pilihan bagi mereka selain menuruti kehendak kapitalis, karena jika tidak, sama halnya dengan menerima penyiksaan bahkan kematian. Penduduk Afrika terpaksa menjadi buruh (paksaan), atau bekerja di tanah mereka sendiri untuk kepentingan kapitalis.
Satu lagi cara mereka untuk mendapatkan pekerja dan bahan mentah dengan gratis, yakni dengan: RAMPASAN DAN PAKSAAN. “Kau diharuskan menanam kopi di ladang kau untuk perusahaan,” paksa kapitalis. “Bagaimana pula dengan makanan kami? Apa yang bisa kami makan?” Tanya penduduk Afrika. “Barangsiapa yang ingkar, tidak mau menanam kopi akan dipotong tangan dan kaki mereka,” balas kapitalis dengan ancaman.
10. Kapitalis dan pemerintah Afrika benar-benar melaksanakan segala ancaman terhadap mereka yang menolak. Penduduk menjadi ketakutan dan terpaksa bekerja memenuhi kemauan kapitalis. Ini lah cerita-cerita mereka:
Assyai (49 tahun): “Pada masa yang lalu, lebih banyak orang yang tinggal di sini. Kami memiliki kebun, pertanian, serta banyak ayam dan kambing. Tetapi itu tujuh tahun yang lalu; sekarang semuanya telah hancur. Kota-kota dihancurkan, kebun dan ladang dibinasakan, ayam dan kambing kami mati. Kami sakit dan terpaksa bekerja melebihi tenaga kami, tanpa upah pula. Kami tidak ada waktu untuk bekerja di ladang kami sendiri. Kami sakit dan kelaparan. Banyak yang telah meninggal.”
Keela (23 tahun): “Daerah kami tak mampu menghasilkan produksi sebanyak yang dikehendaki oleh perusahaan. Untuk memaksa kami kerja lebih keras, mereka mengurung 50 orang perempuan dan anak-anak dalam satu rumah. Mereka dilarang keluar selagi kerja belum selesai. Mereka tidak diberi udara bersih, lampu, makanan dan air. Mereka disiksa dan kami selalu mendengar jeritan mereka sambil kami bekerja. Perusahaan memberi waktu 3 minggu untuk menghasilkan getah. Banyak di antara perempuan dan anak-anak yang meninggal.
Sita (14 tahun): “Kami tidak dibenarkan mengerjakan tanah kami sendiri. Kami bekerja keras untuk perusahaan sepanjang waktu. Kami kelaparan. Walaupun hasil yang kami hasilkan lumayan banyak tetapi makanan kami seperti sampah. Dalam tahun-tahun yang buruk, banyak petani mati kelaparan dan mayat mereka bergelimpangan di atas ladang dan jalan.”
M’Bezi (31 tahun): “Tahun lalu kering kerontang. Hasil pun merosot. Kami tidak memiliki biji-bijian untuk makanan. Kami makan rumput dan akar-akaran. Mereka yang tua mati kelaparan. Banyak yang meninggalkan rumah mereka dan bersembunyi di dalam hutan. Perusahaan pun memerintahkan pemburu dan prajurit-prajurit untuk mengejar mereka yang lari. Mereka bersembunyi di dalam gua-gua di mana mereka mati kelaparan.”
Kaywana (18 tahun): “Kami telah kehilangan tanah. Kami telah kehilangan lembu dan binatang ternak. Kami adalah budak bagi orang kulit putih. Kami tidak punya apa-apa, kami tak punya hak dan tak ada undang-undang. Jika ada orang yang membantah atau mencoba memberontak, ia akan dibunuh.”
Pegawai penjajah, tanpa nama. “Aku sendiri telah membunuh 150 orang. Banyak anak-anak dan perempuan dibunuh. Aku telah memotong 60 tangan dan menggantung mayat-mayat mereka di tengah-tengah kota. Sepanjang ingatanku, 1500 orang telah dibunuh di perkebunan saja,” ujar salah seorang kaki tangan penjajah, mengakui.
11. Rasialisme. Bangsa Afrika diajarkan agar memiliki rasa hina dan rendah diri. Ilmuwan kulit putih konon katanya sudah membuktikan bahwa bangsa Afrika tidak mempunyai kecerdasan otak yang sama dengan bangsa kulit putih; konon, bangsa kulit hitam memang merupakan satu bangsa yang liar dan tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Dengan cara-cara tersebut, yakni mengabarkan berita dan kesimpulan bohong, orang-orang kulit putih memiliki alasan untuk menindas bangsa Afrika, yang konon wajar dan tak berdosa. Kalian dihidupkan di muka bumi ini untuk menolong kapitalis yang sudah kaya itu menjadi lebih kaya lagi. Kapitalisme hidup di atas kemiskinan petani dan kehancuran nilai-nilai kemanusiaan. Pabrik-pabrik besar di Eropa berjalan lancar atas pemerasan dan perbudakan rakyat Afrika.
12. Keadaan di Afrika yang telah ditaklukkan. Sebuah pemerintahan didirikan di sini. Pemerintah di Eropa telah melantik seorang Gubernur tanah jajahan. Pegawai-pegawai kulit putih dan tentara-tentara akan memastikan bahwa setiap orang membayar pajak dan mematuhi majikan perusahaan. Mereka yang menganggur dan tak punya tempat tinggal ditempatkan dalam pondok. Mereka telah diusir dari tanah mereka. Sebagian dari mereka bekerja sebagai pelayan, pekerja kebun atau penggembala, yang lain mengabdi sebagai pejabat atau sebagai polisi. Berbagai bahan mentah dibawa dengan kapal ke perusahaan-perusahaan di Eropa. Ini lah apa yang dikatakan tanah jajahan.
13. Imprealisme dalam bentuk kartel dan monopoli telah menguasai Afrika dan seluruh dunia. Imprealisme telah membagi dunia menjadi tiga kategori atau golongan:
A. Imperialis, yaitu negeri kapitalis yang memeras negeri lain untuk menggerakkan pabrik pabriknya;
B. Tanah jajahan, yaitu kawasan-kawasan di mana kapitalis mengambil alih dan memeras dengan bantuan negara.
C. Negeri-negeri yang tergantung, yaitu negeri di mana kapitalis bisa memeras tanpa menjajah secara langsung. Misalnya: bekerjasama dengan pemerintah setempat.
14. Bagi kapitalis, imprealisme adalah kebutuhan mereka, seperti udara di sekeliling mereka. Tanpa imprealisme, mereka akan mati. Semua bahan mentah yang bisa dibawa, akan dibawa dan diserahkan kepada perusahaan-perusahaan monopoli. Negeri kapitalis tak memiliki bahan mentah yang cukup untuk melayani keserakahan mereka. “Semua bahan-bahan mentah terpaksa dibagikan di antara kami, yakni di antara perusahaan-perusahaan raksasa,” kata kapitalis-kapitalis besar. Mereka mendapatkan bahan-bahan mentah dari negeri-negeri asing: tanah jajahan dan negeri-negeri yang bergantung kepada mereka. Pabrik-pabrik besar menghasilkan banyak barang. “Tentu kami tidak dapat memasarkan semuanya di dalam negeri kami ini. Kami harus membuat perjanjian mengenai berapa banyak barang yang dapat kami jual di sini, di negeri kami,” demikian para kapitalis melakukan berbagai perjanjian-perjanjian yang saling menguntungkan di antara mereka. Mereka memasarkan banyak barang ke tanah jajahan dan negeri-negeri yang bergantung (kepada mereka). Mereka merasa sangat beruntung karena mempunyai perusahaan-perusahaan seperti itu, walau para kapitalis itu tidak dapat menanamkan keuntungan di negeri asalnya. “Semua kesempatan penanaman modal yang ada telah direbut oleh pemodal-pemodal seperti aku, yang lebih besar” katanya. Mereka terpaksa menanamkan keuntungan mereka di tanah jajahan, di negeri-negeri lain yang bergantung kepada mereka.
IX. Penyelesaiannya Terdapat di Benua Seberang, di Negeri-negeri Seberang
1. Kapitalis menyelesaikan masalah-masalah mereka di tempat lain, di negeri-negeri lain. Mereka senantiasa memerlukan lebih banyak bahan mentah, lebih banyak pembeli dan pabrik-pabrik yang lebih besar untuk menambah keuntungan mereka. Bagaimanakah cara mereka mengatasi masalah ini? “Aku telah lama memikirkan masalah ini. Pabrik-pabrik kami adalah pabrik-pabrik terbesar di dunia, sedangkan tanah jajahan kita terlalu sedikit. Kami perlu memperluas tanah jajahan kami kalau ingin mempertahankan kedudukan kami,” kata Krupp, seorang kapitalis Jerman. Kapitalis Jepang dan Italia menghadapi masalah yang sama seperti kapitalis Jerman. Sayangnya, seluruh dunia telah dijajah oleh penguasa-penguasa lain. Hanya melalui perang saja mereka dapat merampas tanah jajahan dari penguasaan imperialis lain.
2. Terjadilah perang dunia I. Negara-negara imprealis berselisih dan perang dunia meletus pada tahun 1914. Pekerja-pekerja semua negeri dikerahkan untuk berperang tanpa belas kasihan. Mereka mengira itu adalah perjuangan suci demi mempertahankan tanah air. Mereka tertipu. Kalau mereka sadar, mereka tidak rela mati membunuh sesama mereka sendiri. Kapitalis adalah musuh bersama yang patut diperangi. Pertempuran terjadi dengan hebat di darat, laut dan udara. Di darat terjadi peperangan parit. Prajurit-prajurit bersembunyi di parit untuk mengecoh dan melindungi diri dari musuh agar mudah menyerang. “Mereka memberikan kami senjata dan kami belajar cara-cara menggunakannya. Kemudian, kami tembak saudara-saudara kami sendiri, yaitu pekerja-pekerja dari negeri-negeri lain. Itulah yang diperintahkan oleh kapitalis, pengkhianat golongan pekerja,” kata para pekerja yang menyadari hal tersebut.
3. Oktober 1917, Rakyat di Rusia berpendapat bahwa kapitalis perlu dihancurkan dengan segera. Mereka yakin bahwa jika mereka mau mengembalikan kekuasaan kepada tangan mereka, maka mereka membutuhkan revolusi. Pabrik-pabrik diambil-alih oleh buruh-buruh. “Mulai sekarang, kami hanya menghasilkan barang-barang yang kita perlukan saja. Kita tak perlu ragu barang-barang tidak laku karena apa yang kita hasilkan akan kita gunakan semuanya, dan sudah tentu kita mampu membelinya. Tak ada, siapa pun, yang akan merampas hak kita karena, mulai sekarang, segala hasil keringat kita adalah bermanfaat bagi kita sendiri. Bila kita kekurangan makanan, semua akan kekurangan makanan. Ladang dan pabrik kita akan menghasilkan cukup bahan-bahan keperluan hidup untuk setiap orang ,” kata rakyat pekerja di Rusia. Kapitalis di seluruh dunia kini mulai merasa bimbang. Kegembiraan jelas terbayang pada wajah setiap pekerja. “Masanya sudah tiba bagi kita untuk melancarkan suatu revolusi,” sorak-sorai rakyat pekerja.
4. Pasang Surut Perdagangan Kapitalis:
1918: Perang Dunia I berakhir dengan kekalahan Jerman. Kapitalis-kapitalis lain mengambil alih jajahan Jerman. Jermas selepas perang mengalami kemerosotan perdagangan, hingga terjadi pengangguran dimana-mana. Tentara-tentara mengawasi toko-toko dan gedung-gedung perdagangan untuk mencegah para pengangguran (lapar) yang mau mencuri.
1921: Terjadi kerusuhan dan demonstarasi besar-besaran di Prancis akibat depresi ekonomi.
1923: Di Jerman, uang tidak bernilai. Segenggam lobak di pasar berharga 15 juta Mark Jerman!
1926: Di Inggris, jutaan rakyat turun ke jalan, yang dihalau oleh polisi dengan senjata.
1929: Depresi besar (great depression). 13 juta orang menjadi pengangguran di Amerika Serikat.
1931: Di Adalen, Swedia, tentara menembak pekerja-pekerja yang berdemonstrasi dan menuntut dengan hebat di seluruh negeri. Demonstrasi di Stockholm, 30 orang buruh dibawa ke rumah sakit setelah dihajar oleh pasukan polisi berkuda.
1932: Ivan Kreuger, seorang kapitalis Swedia yang paling besar tidak dapat menyelamatkan pabriknya dari kebangkrutan. Dia kemudian bunuh diri.
1933: Hitler menjadi pemimpin Jerman. Pabrik-pabrik mengeluarkan senjata sebanyak-banyaknya. Jerman memproduksi persediaan untuk peperangan, dan begitu juga dengan negeri-negeri imprealis lain. Perkembangan ini memberi nafas lagi kepada dunia perdagangan.
1935: Perdagangan tidak mungkin dapat berjalan jika seperti itu terus. Suatu tindakan perlu segera diambil segera. Keadaan perdagangan Jerman tidak mempunyai tanah jajahan. Mereka tahu bahwa masalah mereka tidak mungkin dapat diselesaikan secara damai. Lalu mereka memberikan bantuan uang kepada Hitler.
5. Perang Dunia II bergolak. Jerman, Jepang dan Italia kalah dalam Perang Dunia ke-2. Sekutu—salah satunya Uni Sovyet—berada pada pihak pemenang. Mari kita lihat perkembangan Uni Sovyet. Rakyat Rusia meramalkan bahwa revolusi akan tersebar ke seluruh benua Eropa dan mereka bersedia memberikan bantuan kepada pekerja-pekerja di sana. Pertani-petani mencoba mengusahakan tanah agar semua orang mendapat makanan, tetapi tanaman tidak memberikan hasil yang baik pada masa itu dan makanan tidak mencukupi. Kemudian imperialis menyerang. Mereka mengirimkan agen intelejen dan mata-mata untuk bekerja sama dengan bekas-bekas kapitalis yang memusuhi para buruh. Kemudian, Uni Sovyet diserang dari luar dan, pada masa yang sama pula, perang saudara pun meletus. Banyak rakyat Rusia yang menjadi korban. Rakyat memerlukan makanan dan senjata untuk mempertahankan diri mereka. Bantuan luar tidak ada. Sebuah pabrik yang cukup besar diperlukan untuk menghasilkan senjata dan alat-alat pertanian. Tindakan harus segera diambil. Tetapi, Uni Sovyet pada tahun 1945, berbeda dengan keadaannya dibandingkan dengan Uni Sovyet pada tahun 1917. Apa yang telah terjadi terhadap Revolusi Rusia? Banyak petani yang dipaksa bekerja di pabrik-pabrik. Para pemimpinnya tidak ada waktu untuk menjelaskan kepada rakyat mengapa tindakan itu perlu diambil. Banyak petani yang marah membakar ladang dan membunuh ternak mereka. Mereka yang membantah dipenjarakan dan dihukum berat. Dalam Perang Dunia II, Rusia sekali lagi menghadapi serangan imprealis. Beruntung imprealis tak berhasil. Sebaliknya, prajurit-prajurit Soviet telah membebaskan beberapa negeri Eropa Timur dari pendudukan NAZI dan kapitalis. Sebanyak 20 juta rakyat Soviet gugur di medan perjuangan. Setelah perang selesai, pemimpin Soviet menginginkan negeri Eropa Timur membangun satu blok yang kuat setingkat dengan blok negeri kapitalis. Dimulailah suatu persaingan yang hebat antara pihak Timur dan pihak Barat, yang disebut dengan ‘Perang Dingin’. Oleh karena negeri-negeri Eropa Timur lemah dan hancur dalam peperangan, maka pimpinan Soviet dapat memperluas pengaruhnya melalui bantuan untuk membangun kembali negeri-negeri mereka. Soviet telah berhasil membangun sebuah negeri yang kuat dari segi industri dan pertahanan. Ia merupakan negeri sosialis yang terkemuka di dunia. Di samping itu, Soviet juga telah bertahun-tahun memberi sumbangannya kepada pergerakan revolusioner di seluruh dunia, terutama di Korea dan Vietnam. Namun demikian, banyak pula yang berpendapat bahwa negeri Soviet juga mempunyai kepentingannya sendiri dan selalu menggunakan gerakan pembebasan lain sebagai alat untuk mencapai kepentingannya sendiri, dan Rusia sendiri mulai berupaya seperti negeri kapitalis lainnya dalam usahanya untuk mencari kekayaan. Hanya sejarah yang dapat membuktikan semua prasangka tersebut. Tapi, apa yang jelas kepada kita sekarang adalah bahwa penyatuan seluruh rakyat miskin Dunia Ketiga merupakan keharusan untuk mengalahkan kekuasaan imperialis.
6. Revolusi meletus di Cina, Korea, Albania, Kuba, Vietnam, Kamboja, Laos, Guinea-Bissau, Mozambik, Angola, Nikaragua, dan Zimbambwe. Petani miskin dan pekerja mengangkat senjata berjuang untuk pembebasan mereka. Imprealis tidak mudah menyerah. Perang rakyat berkepanjangan hingga beberapa tahun. Bom dan tentara imprealis membunuh dan memusnahkan rakyat, serta menghancurkan alam dengan bomnya, demi mempertahankan kepentingannya. Oleh karena itu, rakyat miskin haruslah bersatu dan bekerja sama. Tanpa banyak bantuan dari luar, mereka diharuskan mandiri dan akhirnya mereka berhasil mengalahkan kekuasaan imprealis.
7. Dan mereka membangun revolusi. “Kami bangun pabrik-pabrik di desa agar rakyat tidak bertumpu pada kota saja untuk mencari pekerjaan,” kata pekerja. Dalam perundingan rakyat di lingkungan tempat tinggalnya, diputuskan “Kami telah memutuskan bahwa saudara masuk universitas dan mengambil jurusan kajian permesinan, karena saudara berminat dalam bidang itu dan saudara adalah adalah kawan seperjuangan yang sungguh setia.” Banyak orang memberikan sumbangan bagi pembebasan negeri ini. Sekarang, perlu pula diawasi agar golongan pimpinan partai dan serikat pekerja, penyelenggara pemerintahan dan perusahaan, serta ahli teknik, tidak mengambil-alih kekuasaan untuk kepentingan mereka sendiri. Administratur dan pegawai pemerintah diwajibkan bekerja di pabrik dan ladang untuk beberapa waktu lamanya dalam setahun agar mereka tidak sombong dan menganggap diri mereka dari golongan terbaik ketimbang kami. Univesitas dan badan-badan lain terbuka untuk semua petani dan buruh. Petani-petani tidak harus pindah ke kota-kota besar untuk bekerja. Pabrik-pabrik telah dibangun di pasar-pasar kecil dan di kampung-kampung di mana rakyat tinggal. Seperti biasa, kaum kapitalis dalam ketakutan, tapi…
8. Rakyat di tanah-tanah jajahan gembira kapitalis sudah bisa digulingkan. Semangat nasionalis merebak ke seluruh Afrika dan Asia. Rakyat ingin menentukan nasib mereka sendiri. Cita-cita mencapai kemerdekaan mencetuskan pemberontakkan di banyak tempat. Sebagai contoh:
Di Algeria, anak-anak melakukan unjuk rasa menuntut kemerdekaan. Akhirnya rakyat merampas uang dari bank-bank untuk membeli senjata. Pemuda-pemuda—yang tidak mau menjadi anggota tentara Prancis—bersatu. Satu gerakan pembebasan diorganisasikan, lalu mencetuskan pemberontakkan dalam bulan November, 1945. Tidak ada satu kekuasaan imprealis pun di dunia ini yang dapat menghalangi rakyat dari berjuang menuntut pembebasan mereka.
Di Afrika Selatan, Kaum Zulu memulai suatu pemberontakkan mereka pada 13 Januari 1949. Tiga pabrik, 700 gudang dan 1500 rumah musnah dalam pemberontakkan. Pemberontakkan ini dapat dipatahkan oleh polisi dan tentara Afrika Selatan.
Di Kenya, Kaum Kikiyu mengawali pergerakan pembebasan mereka dari kawasan bukit lembah Kenya. Dengan menggunakan senjata, mereka berjuang untuk mendapatkan kembali tanah mereka yang diambil oleh Inggris. Imprealis tidak mau mengalah.
9. Satu per satu, kapitalis tumbang. Keadaan ini memusingkan kapitalis-kapitalis lain di seluruh dunia. Tindakan segera perlu diambil untuk menjamin keselamatan mereka. Undangan dikirim ke seluruh dunia untuk menghubungi para kapitalis. Persidangan diselenggarakan di Amerika Serikat, yang menjadi pemasok senjata terbesar di dunia. Kapitalis AS merencanakan sesuatu untuk rekan-rekan mereka sesama kapitalis. “Ini adalah masalah kita bersama. Masalah hidup atau mati. Kita harus mengutamakan kelas kita dan menyingkirkan perkara-perkara lain. Kita tidak mau terus-menerus berperang sesama negara imprealis. Kita juga tidak ingin krisis ekonomi berulang kembali,” kata kapitalis dari Amerika itu. “Hentikan Revolusi!” sahut kapitalis dari Inggris. Sementara, di luar gedung pertemuan, di jalanan, jutaan rakyat pekerja di berbagai negeri sedang bergerak bersama untuk melancarkan aksi revolusi. “Jumlah kita terlalu sedikit jika dibandingkan dengan buruh dan petani…,” kata kapitalis yang lain. “Kita perlu bersatu,” kapitalis Amerika menekankan. Persidangan-persidangan di Bonn, Tokyo dan Roma menghasilkan kata sepakat. “Kita memerlukan tanah jajahan. Semasa perang kita gagal mendapatkan tanah jajahan,” kata mereka, para kapitalis itu. “Tenanglah, kita bisa memberikan kemerdekaan kepada tanah-tanah jajahan kita itu,” saran kapitalis Amerika. “Apa!” yang lainnya tak sepakat. “Maksudku, sebelum mereka melancarkan revolusi,” kata kapitalis Amerika.
10. Penjajah utama—Inggris, Prancis, Belanda dan Belgia—pada mulanya enggan memberikan kemerdekaan tetapi akhirnya mereka menuruti nasihat Amerika Serikat. Namun, Portugal tidak sanggup menuruti saran Amerika, sehingga terjadi pergolakan pada tahun 1974 yang menjatuhkan rezim Salazar. Kini, tumpuan gerakan ada pada perjuangan SWAPO untuk kemerdakaan Namibia yang dikuasai oleh Afrika Selatan, dan perjuangan Polisario untuk kemerdekaan Sahara Espanyol, dan perjuangan rakyat kulit hitam Azania di Afrika Selatan.
11. “Kami mencapai kemerdekaan dalam tahun 1957,” kata rakyat Afrika. Berita ini disambut dengan gembira oleh semua lapisan masyarakat. Mereka mengadakan upacara besar. Bendera Inggris diturunkan. Pembesar Inggris juga hadir dalam upacara tersebut untuk mengucapkan selamat tinggal. Dan bendera Afrika dikibarkan. “Peristiwa ini sepatutnya menandakan tamatnya pemerasan! Kami tidak lagi dianggap sebagai tanah jajahan! Kami sudah merdeka. Lalu kami berikan nama baru kepada negeri kami. Dulunya negeri kami dikenali oleh orang Eropa sebagai ‘Pantai Emas’. Sekarang kami menamakannya GHANA, yaitu nama negeri ini sebelum kedatangan orang kulit putih,” cerita rakyat Ghana.
12. Saat itu, mereka sungguh gembira. Akhirnya, pemerasan dan penindasan dapat diakhiri juga. Namun, apa yang selanjutnya terjadi berlainan sama sekali dengan apa yang mereka harapkan. Hampir seluruh penduduk negeri ini terdiri dari petani. Kebanyakan dari mereka menanam coklat dan menjualnya kepada perusahaan. Dahulu, mereka dipaksa menanam coklat. Sekarang, sesudah merdeka, mereka berharap akan dapat menambah hasil penjualan mereka. Mereka hidup dalam kemiskinan karena uang dari penjualan coklat yang sampai ke tangan mereka sangat kecil. Pemerintah mencoba menaikkan harga, tapi usaha ini juga gagal. “Kalau kami meminta harga tinggi, perusahaan-perusahaan tidak mau membeli coklat kami. Jadi, kami terpaksa menjual dengan harga rendah. Kami terpaksa menjualnya juga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Harga coklat bukan saja tidak meningkat, malah sejak merdeka semakin menurun. Kehidupan kami tidak bertambah baik, seperti diharapkan, tetapi sebaliknya menjadi semakin melarat,” kata petani Afrika. Tidak ada kemajuan yang dicapai sejak merdeka dan rakyat tidak dapat menahan kesabarannya. Dalam tahun 1961, mogok besar-besaran terjadi setelah kapitalis menurunkan gaji buruh di kota. Mogok telah dilancarkan di Sekondi, Takoradi, Kumasi, dan Accra. Buruh pembuat besi, buruh pelabuhan, penjaga toko, termasuk perempuan yang berjualan di pasar, semua berhenti bekerja. Pemerintah menjalankan berbagai usaha untuk menarik mereka agar kembali bekerja. Setelah lebih dari tiga minggu para pekerja yang mogok ini terpaksa juga kembali bekerja untuk mencari nafkah hidup. Makanan dan uang tabungan mereka sudah habis. Pimpinan-pimpinan yang bertanggung jawab melancarkan pemogokkan itu dihukum penjara. Presiden, dalam pidatonya melalui radio, telah menasihatkan mereka untuk tenang. “Negara dalam keadaan huru-hara. Kita, janganlah memikirkan kepentingan sendiri, tetapi haruslah mengabdi untuk negara.” Bicara memang gampang, apa lagi bagi seorang presiden yang tinggal di rumah berhawa dingin dan mempunyai mobil besar. “Para pejabat tidak memahami cara hidup kita yang sebenarnya. Kebanyakan dari mereka lulusan sekolah Inggris dan banyak yang telah belajar undang-undang di Universitas. Mereka lebih menyerupai orang kulit putih daripada orang Afrika.”
13. “Negeri kami seharusnya kaya dan makmur. Kami seharusnya mempunyai pabrik-pabrik sendiri. Tidak seorang pun harus kelaparan lagi. Kita harus memiliki cukup sekolah dan rumah sakit untuk memberi penghidupan kepada setiap penduduk. Kapankah harapan ini akan tercapai? Dan hari ini pun, kami masih terus bekerja untuk perusahaan. Tidak ada bedanya di antara dulu dengan sekarang,” kata rakyat Afrika.
14. Sebaliknya pemerintah telah meminta lebih banyak lagi perusahaan asing menanamkan modalnya di sini. Sekarang bukan saja Inggris yang menanamkan modalnya, malah terdapat juga Jerman dan Amerika Serikat. Menurut pemerintah, keadaan akan bertambah baik jika lebih banyak perusahaan asing yang menanamkan modal di sini. Kita semua sangat paham mengenai akibat buruk yang dibawa oleh perusahaan asing kepada kita, tetapi golongan kaya mendapatkan keuntungan yang lumayan dari penanaman itu.
15. Pada tanggal 26 Februari, 1966, radio mengumumkan pembentukan sebuah negara baru di bawah pimpinan presiden baru pula. Pemerintahan lama telah digulingkan. Pihak tentara telah mengambi-alih pemerintahan dan berjanji akan menghapuskan segala bentuk praktek yang tidak adil. Kebanyakan rakyat menyambut berita ini dengan perasaan gembira. Itu merupakan berita baik. Rakyat menunggu perubahan yang dijanjikan itu dengan penuh kesabaran, tapi keadaan tidak bertambah baik. Semuanya sama seperti dulu juga. Semuannya bohong belaka. Negara tidak didirikan untuk memenuhi kebutuhan rakyat, tetapi didirikan untuk kepentingan perusahaan. “Kami tahu ini salah, tapi apa yang bisa kami perbuat? Kebanyakan dari kami tidak bisa menulis dan membaca. Bagaimana kami dapat mengubah keadaan?”
16. Cerita tentang sebuah negeri berkembang. Ini adalah sebuah negeri yang sedang membangun, sebuah negeri bekas tanah jajahan, yang kini sudah mempunyai pemerintahan sendiri, bendera dan lagu kebangsaan sendiri. Akan tetapi, negeri ini masih dikuasai oleh imperialis. Bahan-bahan mentah yang dihasilkan oleh negeri ini diangkut dari pertambangan dan perkebunan serta dibawa ke pabrik-pabrik besar yang senantiasa memerlukan bahan mentah. Perusahaan-perusahaan membeli bahan mentah dengan harga murah. Di pabrik-pabrik milik kapitalis, bahan-bahan mentah tersebut dijadikan barang-barang pabrik. Barang-barang tersebut akan dijual kembali kepada negeri-negeri yang sedang membangun atau atau negeri imprealis lain dengan harga yang tinggi.
17. Satu kelas baru, yaitu kelas menengah Afrika, mulai muncul di kota-kota Afrika. Mereka, yang digolongkan ke dalam kelas ini—termasuk pegawai pemerintah, birokrat, pegawai, profesor universitas dan pegawai lain—mempunyai taraf hidup yang lebih tinggi dari rakyat kecil. Adalah menjadi tanggung jawab kelas menengah untuk memperhatikan agar semua kehendak imprealis dipenuhi—yakni: selalu bisa mendapatkan bahan mentah dengan harga murah, agar mereka bisa mengangkut keuntungan besar yang diperoleh dari negeri ini ke luar negeri, ke negeri imperialis tanpa hambatan. Selagi imperialis dibenarkan mencuri kekayaan negeri-negeri yang sedang berkembang, saat inilah rakyat bertambah miskin dan papa.
18. Akhirnya, pemerintahan yang sedang membangun akan berhutang kepada negeri imperialis, dan pinjaman serta bantuan yang diberikan “digunakan” untuk membangun sekolah, rumah sakit, dan fasilitas lain yang diperlukan oleh rakyat. Namun, pengangguran, kemiskinan dan kelaparan tidak juga bias dihapuskan. Kaum kapitalis memberikan kebebasan kepada rakyatnya dengan satu tangannya tapi, dengan tangan lainnya, mencengkram mereka. Beginilah keadaan imprealisme hari ini:
19. Kapitalis bisa menindas dan memeras orang lain untuk mendapatkan keuntungan. Melalui penipuan, keganasan dan kekejaman, mereka merampas hasil usaha berjuta-juta umat manusia dan memusnahkan kehidupan mereka. Kapitalis tidak pernah puas. Setiap hari mereka berusaha mendapatkan buruh murah, bahan-bahan mentah yang lebih murah dan apa-apa saja yang bisa mendatangkan keuntungan. Mereka menggunakan kapal terbang pembom, kendaraan anti peluru dan tentara untuk membunuh siapa saja yang berusaha menuntut hak agar kekayaan di dunia ini dibagikan dengan adil kepada seluruh penduduk, di Vietnam, Laos, Angola, India, Palestina, Bolivia, Uruguay, Filipina, Amerika Serikat, Ethiopia, Mozambique, Republik Dominika, Yunani, Indonesia, dan lain-lainnya. Sekarang mari kita melihat keadaan negeri imprealis yang terkemuka di dunia, yaitu Amerika Serikat:
20. “Kami berempat mengunjungi di suatu daerah pedalaman yang terdapat pepohonan, danau, dan juga jalan raya dengan kendaraannya hilir mudik. Kawasan hutan tersebut terlalu kosong dan terpencil. Kami bertanya-tanya apakah bencana yang telah menimpa penduduk, yang pernah bercocok tanam, yang tinggal di kebun-kebun kecil dan kota-kota kecil di daerah ini.”
21. “Kemudian, kami temui pula sebuah kota besar yang dipenuhi manusia, kendaraan dan juga penjahat. Pemandangannya tidak begitu menarik minat kami, namun kami singgah juga di sini. Di sini, kami bertemu dengan seorang kapitalis yang benar-benar sama saja dengan kapitalis-kapitalis lain yang pernah kami temui.” “Selamat datang, selamat datang,” katanya. “Ada yang bisa aku bantu untuk kalian semua?” Kami menerangkan bahwa kami hanya ingin menyaksikan kehidupan di Amerika saat ini. Lalu dia membawa kami berjalan-jalan di kota. “Aku pantas mengatakan bahwa Amerika adalah negeri terkaya di dunia. Rakyatnya hidup aman dan makmur,” ujarnya. “Tidakkah Amerika kalah dalam perang Vietnam?,” ujar kami. Kami sudah sampai. Dia membawa kami ke warung kopi. “Negeri kami mencintai keamanan. Tapi kami harus juga mengawasi kepentingan kami di luar negeri. Kami tahu bahwa kami mempertaruhkan nyawa prajurit-prajurit kami di negeri-negeri yang tidak mau mempertahankan diri mereka sendiri dan itu, ternyata, adalah suatu usaha yang sia-sia. Namun, bagaimana pun, kami masih juga berusaha,” terangnya. Dia terus saja berbicara. Kami mengikuti dia memasuki warung kopi. Dia mempersilahkan kami memilih makanan dan minuman yang kami inginkan. Bermacam-macam roti, kue dan kopi dijual di tempat ini. Semuanya kelihatan enak, kami bisa melihatnya dengan jelas dari balik kaca. “Bagaimana caranya?” tanya kami. “Kami hanya memerlukan beberapa orang agen CIA (intelejen Amerika) yang cakap dan langkah diplomasi yang lain, juga disertai dengan bantuan keuangan untuk tentara agar menjaga keamanan di negeri-negeri sahabat,” katanya, sambil membayar di kasir, uangnya sangat banyak. “Dalam keadaan tertentu, kami juga mengirimkan tentara,” setelah membayar, dia membawa makanan dengan nampan ke meja di hadapan kami. Dia duduk, menyeruput kopi dan melanjutkan bicara. “Kami perlu banyak kawan di luar negeri. Mereka seperti udara untuk bernafas, tanpa mereka kami mati.” Kami meminum kopi kami dan terus memperhatikannya bicara. “Sekarang ini, kami tidak mempunyai tanah jajahan. Sebagai gantinya, kami mempunyai negeri-negeri yang dikenal sebagai negeri-negeri berkembang. Tentu sekali, kami semua menginginkan keadaan di mana seluruh manusia cukup makan dan kebutuhan lain-lainnya untuk diri mereka. Namun, bagaimanapun, kami harus mengutamakan diri kami sendiri,” ujar kapitalis itu, sambil menyalakan rokok. “Agar kami bisa bersaing dalam pasar dunia, kami terpaksa membeli dengan harga murah di satu tempat, yaitu di negeri-negeri yang sedang berkembang karena upah buruh di sana murah.” Kapitalis itu menyudahi acara minum kopi dan mengajak kami pergi ke tempat lain. Dia terus saja bicara sambil berjalan. “Kemana lagi perusahaan-perusahaan kami yang besar-besar akan pergi kalau tidak ke negeri-negeri yang sedang berkembang, yang sedang membangun. Pemerintah Amerika membantu pergerakan dan pemerintahan tangan besi seperti di Filipina, Pakistan, Korea Selatan, Brazil dan Spanyol.”
22. Kami melangkahkan kaki di trotoar salah satu jalan di Amerika, di mana-mana yang terlihat adalah manusia yang sibuk lalu lalang, papan reklame dari ukuran paling kecil sampai yang paling raksasa. Kami juga menyaksikan buruh-buruh bangunan yang sedang sibuk mendirikan gedung berpuluh-puluh lantai. “Kalau kami tidak memanfaatkan keadaan di negerri-negeri yang sedang membangun, perusahaan-perusahaan kami mungkin terpaksa ditutup, beribu-ribu pekerja akan kehilangan pekerjaan,” dia berbicara sambil menoleh ke belakang, ke arah kami, dengan memperlihatkan senyuman licik. Akh, dasar kapitalis. Jadi, orang-orang di sini hidup di atas titik-titik keringat orang-orang miskin yang bekerja di negeri-negeri lain, pikir kami, muram. Ini adalah suatu keadaan yang sangat menyedihkan. “Jumlah buruh terlalu banyak, sedangkan jumlah kapitalis sangat kecil. Tidakkah anda khawatir pada suatu hari nanti buruh-buruh akan merebut kekuasaan?” tanya salah seorang di antara kami. “Kami tak perlu terlalu yakin dengan perkara seperti itu,” dia melirik kami, lagi-lagi dengan senyumannya yang licik. Dia lantas melanjutkan, “tetapi, selagi mereka masih percaya kepada kepala negara, saat itulah pemberontakkan tidak akan terjadi.”
23. Kami terus mengikuti langkah kakinya untuk mendengarkan keterangan-keterangan yang lebih banyak lagi tentang kebusukan kapitalisme. “Kami selalu menyelenggarakan pertemuan secara rutin dengan kapitalis, ahli-ahli ekonomi dan pejabat pemerintah lainnya. Kami mempunyai hubungan yang dekat.” “Tapi bukankah pemerintahan yang membuat keputusan?” tanya kami keheranan. “Tidak,…. karena kami, kapitalis, yang sebenarnya berkuasa.” Kali ini dia benar-benar tersenyum dengan lebarnya. Kami berpapasan dengan polisi-polisi yang sedang menjaga bank. “Kami yang memiliki segalanya, maka kamilah yang menentukan kebijakan apa yang harus dikeluarkan dan produksi apa yang harus dihasilkan. Kalau buruh bekerja cepat, gaji mereka akan ditambah,” matanya memandang melalui kaca ke dalam toko yang kami lewati. Di dalam toko itu, buruh-buruh yang kebanyakan perempuan sedang bekerja. “Negara hanya bertugas membantu kami dalam mendapatkan lebih banyak untung. Negara juga menyediakan kemudahan dan jaminan sosial, serta sedikit perubahan untuk memupuk kepercayaan rakyat kepada negara. Juga melatih anak-anak muda di sekolah agar apabila mereka tamat sekolah akan menjadi buruh yang terampil. Yang penting ialah: segala yang kami rencanakan berjalan lancar.” Kami jadi tahu, negara sebenarnya berada di pihak siapa, ternyata: di pihak kelas kapitalis!
24. Perjalanan kami sampai di tempat yang sangat ramai, mall, pusat perbelanjaan yang menjadi pasar. Mall dipenuhi teriakan orang-orang yang menawarkan barang-barang. Banyak orang yang membeli karena harus memenuhi kebutuhan mereka. Bermacam cara digunakan untuk menarik pembeli, di antaranya diskon, beli dua gratis satu dan banyak lagi, bahkan sampai ada yang menawarkan diskon 50%. Barang-barang memang sangat banyak dan melimpah: pakaian, kaus kaki, beras, buah-buahan, minyak wangi, barang-barang keramik, elektronik, bermacam-macam lagi banyaknya. Kapitalis itu kelihatan sangat bahagia menyaksikan aktivitas di Mall.
25. Ia lalu mengajak kami menaiki tangga eskalator, salah satu capaian teknologi modern. Dan ia terus bicara. “Perusahaan-perusahaan besar kami menghasilkan barang-barang yang sudah tentu dapat pasaran. Jika barang-barang ini tidak dapat dijual maka, terjadilah…,” ia menjejakkan kaki di ujung tangga eskalator, “ KRISIS,” ucapnya dengan suara yang agak gemetaran. Terlihat perubahan air mukanya yang nampak seperti bingung, dan suaranya pun mulai meninggi. “Orang-orang akan membeli barang-barang kami, seperti baju, selimut, lipstik, kaus kaki, rumah, mobil, penyubur rambut…,” dia sudah mulai tidak terkontrol, suaranya makin meninggi dan kedua tangannya diangkat ke atas. Orang-orang di mall memperhatikan ulahnya. Kami menjadi agak malu. “…Rokok, mobil, gas, tirai, AC, alat-alat listrik, kerupuk, pasta gigi, kertas, televisi, sepeda motor, mainan kanak-kanak, pulpen,” dia menyemburkan nama berbagai jenis barang dengan berteriak. Kami jadi menutup telinga dibuatnya dan melarikan diri.
26. Kami meninggalkan dia yang sudah mulai meracau karena ia teringat krisis. Kami berempat berjalan-jalan tanpa suatu tujuan tertentu. Apa yang kami dengar dan kami lihat membuat kami merasa kurang senang. Kami merasa seolah-olah senantiasa dikejar oleh kapitalis ke mana saja kami pergi. Di hutan rimba Afrika atau pun di gedung-gedung besar di Amerika, kami tidak mungkin dapat melepaskan diri dari keganasan dan penipuan kapitalis.
27. Kami tiba di sebuah pabrik. Kami membuka pintu dan mengintip ke dalamnya. Beruntung, tak ada penjaga, kami bisa masuk ke dalam pabrik dan ingin berbincang-bincang dengan salah seorang buruh di sini. Para buruh duduk dalam sebuah ruangan yang besar dan bising. Kami menunggu hingga tiba jam istirahat agar kami bisa masuk dan berbincang dengan mereka. Ini lah pengalaman-pengalaman buruh-buruh yang terpaksa menjual dirinya pada kapitalis.
En. Z :
“Radioku membantu membangunkanku pada pukul 6, setiap pagi. Aku tidak langsung bangun. Aku berbaring dulu sambil mendengar berita di radio. Kira-kira 15 menit kemudian, barulah aku bangun dan mandi. Untuk sarapan pagi, biasanya aku minum segelas besar kopi untuk menahan kantuk, beberapa butir telur dan daging. Aku membangunkan isteriku, antara jam 6.30 dan 7.00 pagi. Isteriku pun bekerja. Kami berdua harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Aku bekerja di pabrik perakitan barang-barang elektronik. Aku harus tiba di tempat kerja tepat pukul 8.00. Kalau tidak, gajiku pada hari itu bisa dipotong. Di pabrik, aku akan diberikan beberapa kotak sirkuit elektronik untuk diuji. Bagianku bekerja 24 jam sehari. Aku menyambungkan sirkuit elektronik ini ke sebuah alat komputer yang akan mendeteksi sirkuit-sirkuit yang rusak. Sirkuit-sirkuit yang rusak akan aku singkirkan ke sebelah sini, dan akan diambil pada waktu tertentu. Aku tidak mau berpikir apa yang aku kerjakan setiap hari. Kalau aku pikirkan, aku mungkin jadi gila—kerja ini sungguh membosankan. Perusahaan banyak mengambil buruh perempuan dari Meksiko. Dulu, mereka melakukan pergerakan, persatuan. Akibatnya, sebuah perusahaan ditutup dan dipindahkan ke Puerto Rico karena buruh-buruh di situ mengambil tindakan yang, sebenarnya, sesuai dengan peraturan. Sekarang, persatuan sudah tidak ada lagi karena buruh-buruh takut kehilangan pekerjaan mereka. Jumlah pengangguran di kota ini telah naik sebesar 87,2% karena banyak orang luar datang ke sini untuk mencari pekerjaan. Aku sekarang berumur 50 tahun. Aku pernah bekerja di pabrik pembuat kapal terbang. Aku bekerja di sana selama 29 tahun. Kemudian mereka memberhentikan aku, satu tahun sebelum aku layak menerima pensiun.”
Kami meninggalkan pabrik tersebut dan pergi ke seberang jalan, ke sebuah warung kopi. Di sini kami mengobrol dengan seorang pelayan warung kopi tersebut, yakni:
Nyonya P:
“Ini adalah warung yang paling murah di kota ini. Aku mendapatkan upah sebanyak $1.25 sejam tanpa uang makan. Aku mendapatkan $2.00 sejam dari pemberian tip. Aku bekerja giliran saat sarapan pagi dan tengah hari, yaitu dari pukul 1 pagi hingga pukul 2 sore. Tempat ini sungguh sibuk dengan pelanggan dan kadang kala mereka terpaksa menunggu. Manajer senantiasa mengawasi pekerjaan kami. Selepas kerja, aku mengambil anakku pulang dari sekolah. Aku pulang ke rumah dan kemudian aku atau anakku menyediakan makan malam. Di malam hari, aku merasa sangat letih, tambahan pula dengan anak-anak yang nakal. Rumah sewaan kami juga terlalu sempit. Beberapa waktu yang lalu, tuan pemilik rumah tempat kami tinggal berusaha menaikkan sewa sebanyak $50.oo sebulan. Kami membantah. Kami beramai-ramai mengorganisasikan suatu persatuan penyewa rumah dan kemudian membawa perkara ini ke pengadilan. Tuan rumah ini menggandeng sebuah perusahaan pengembang perumahan. Oleh karena perusahaan mereka tidak memperbaiki kerusakan, maka mereka kalah dalam perundingan di pengadilan. Tapi, baru-baru ini, aku mendengar mereka ingin memberikan gedung ini untuk dijadikan gedung perkantoran. Jadi, orang-orang miskin akan diusir keluar dan digantikan dengan kantor-kantor perusahaan kaya. Dengan cara ini, mereka akan memperoleh lebih banyak untung.”
28. Seluruh kekayaan dunia dikuasai oleh segelintir manusia. Inilah dunia, yang digenggam oleh tangan-tangan segelintir kapitalis. Perusahaan-perusahaan besar yang memproduksi berbagai barang-barang dan jasa-jasa kebutuhan manusia dikuasai oleh segelintir kapitalis. Mereka tak bekerja, mereka seperti dalang yang memainkan boneka-boneka. Mereka mengontrol jalannya perusahaan dalam berproduksi dan menyalurkannya. Tak ada yang tak dimiliki kapitalis. Ilmu pengetahuan, teknologi, kesehatan, segala jenis barang dan jasa. Mereka bisa membuat orang saling berkelahi untuk memperebutkan kekayaan, mereka bisa membuat negeri-negeri saling berperang. Para pemimpin negara berlomba-lomba dan saling berebutan menjadi kaki tangan kapitalis. Mereka berada pada posisi paling di atas, memandang ke bawah sambil menggenggam dunia. Sementara para pekerja dan rakyat miskin memikul beban yang diberikan oleh kapitalis. Para buruh dipekerjakan di pabrik-pabrik dan menghasilkan kekayaan yang dimiliki kapitalis. Buruh berada pada posisi yang paling bawah, menanggung beban yang sangat berat.
29. Penaklukkan Puerto Rico.
Menurut Negara Amerika Serikat: Penduduk Puerto Rico tinggal di kawasan-kawasan pemukiman sempit yang tidak teratur. Mereka bertani sekadar cukup untuk hidup saja. Pemerintahan Spanyol sengaja tidak mau membangun tanah jajahannya. Bagi Spanyol, Puerto Rico hanya penting dari segi pertahanan saja, karena kedudukan Puerto Rico yang menjadi pintu masuk ke tanah-tanah jajahan Spanyol yang lain di Amerika Latin. Karenanya, tidak heran jika rakyat Puerto Rico, yang kebanyakan bukan penduduk keturunan Spanyol, mendukung penuh segala usaha untuk mengakhiri pemerintahan Spanyol di sana.
Pendapat Gereja Protestan: “Tujuan akhir Republik ini adalah menghancurkan pemerintahan Spanyol di benua Amerika. Untuk mencapai tujuan tersebut, Amerika Serikat haruslah bersedia menjajah Kuba, Puerto Rico, Filipina atau, jika perlu, Spanyol sendiri. Amerika tentu sangat bersedia melakukannya.” (Rev. J.F. Carson)
Seorang Perwira Angkatan Laut AS, berkata: “Kami harus menjadikan negeri ini negeri yang terkemuka di dunia. Sebuah negeri yang mempunyai kekuatan angkatan laut terbesar sehingga dapat menguasai terusan-terusan utama. Negeri yang memiliki pangkalan-pangkalan tentara laut di Lautan Pasifik dan Atlantik, dan negeri yang mempunyai hubungan perdagangan yang kuat, sekelas dengan penguasa-penguasa lain di Lautan Pasifik dan Timur Jauh.” (Kapten Alfred Mahan)
Golongan Intelektual juga berkata: “Upaya yang telah dimulai oleh bangsa Inggris, yakni ketika mereka menaklukkan Amerika Utara, perlu diteruskan sehingga setiap kawasan di muka bumi ini, yang belum beradab akan menerima sifat Barat baik dari segi bahasa, agama, politik dan tradisi.” (John Fiske, Sejarahwan)
Golongan Kapitalis berkata: “Pabrik-pabrik di Amerika menghasilkan terlalu banyak barang sehingga melebihi kebutuhan rakyat Amerika. Kami harus mendirikan pusat-pusat perdagangan di seluruh dunia, yang akan menjadi pusat penjualan barang-barang kebutuhan buatan Amerika.” (Albert Beveridge, Senator dan Usahawan).
Dan pemerintah juga berkata: “Kedatangan kami ke Puerto Rico bukanlah bertujuan memerangi rakyat negeri ini yang telah menjadi mangsa pemerasan sejak berabad-abad lamanya. Kami datang untuk memberikan perlindungan kepada kalian dan harta benda kalian. Kami datang membawa kemakmuran kepada negeri ini; kemakmuran yang akan diperoleh sebagai hasil dari pemerintahan liberal yang dipraktekkan oleh negeri kami.” (Jeneral Miles, Panglima Tentara Amerika Serikat yang menaklukkan Puerto Rico)
Rakyat berkata: “Tapi kami ditipu. Kami bekerja untuk kepentingan kapitalis Amerika Serikat. Semua industri perdagangan dan pertanian di negeri kami dimonopoli oleh kapitalis Amerika. Kemakmuran yang mereka janjikan itu telah menjadi penindasan.” (Rakyat Puerto Rico)
Penderitaan rakyat Puerto Rico dikisahkan oleh kapitalis Amerika Serikat sebagai kisah Kejayaan Puerto Rico:
“Anda juga bisa merasakan semua pengalaman manis yang pernah dinikmati oleh para pengusaha lain di Puerto Rico. Anda bisa mendapatkan untung yang lebih besar. Semua keuntungan yang anda dapatkan akan menjadi milik anda sepenuhnya. Anda bisa memperoleh sebanyak apapun buruh yang anda inginkan—dengan jumlah upah yang telah ditentukan. Anda akan dapat menjalankan bisnis anda dengan penuh keyakinan, karena di sinilah, satu-satunya tempat di dunia ini, yang menjadi tanah jajahan Amerika Serikat masa kini. Barang-barang produksi anda akan dijual di pasar Amerika Serikat tanpa dikenakan sedikit pun pajak. Pengusaha akan dapat menikmati 100% keuntungan tanpa pajak untuk barang-barang produksi mereka selama 30 tahun. Melihat banyaknya halangan dan rintangan yang dihadapi oleh para pengusaha pada hari ini, seperti naik turunnya nilai uang, inflasi, kedudukan ekonomi yang tidak stabil serta persaingan yang begitu hebat, maka aku berpendapat bahwa adalah sangat baik bila anda sekalian mempertimbangkan manfaat-manfaat yang disediakan di Puerto Rico. Kami pikir tidak ada tempat lain yang dapat menandingi Puerto Rico.” (Kapitalis Amerika)
Puerto Rico tergadaikan. Pabrik-pabrik dan pertambangan berdiri di seluruh penjuru negeri Puerto Rico, mesin-mesin didatangkan dan kawasan pertambangan diberikan kepada kapitalis. Rakyat Puerto Rico bekerja demi kepentingan kapitalis yang kebanyakan dari Amerika Serikat. Berbagai barang dan jasa dihasilkan. Pencemaran lingkungan terjadi di mana-mana. Pertumbuhan ekonomi Puerto Rico yang sungguh cemerlang dan tak terduga menjadi idaman semua negeri-negeri berkembang lainnya di dunia. Hal itu juga yang menjadi kebanggaan bagi Amerika Serikat.
30. Kaum kapitalis membangun kota-kota besar. Pabrik-pabrik, kantor-kantor dan lain-lain jenis kegiatan perdagangan, semuanya membuat kota-kota besar lebih sesak. Para buruh di kota bekerja untuk kepentingan kelas kapitalis. Mereka juga membeli barang-barang produksi kapitalis. Di sekeliling kota-kota besar tersebut, didirikan pula rumah-rumah petak sebagai tempat tinggal para buruh. Mereka senang tinggal di rumah-rumah seperti itu hanya karena berdekatan dengan tempat kerja mereka. Semua bangunan rumah petak tersebut adalah milik kapitalis. Rumah-rumah petak tersebut merupakan barang yang bisa disewakan kepada golongan buruh oleh para pemodal yang memilikinya. Bangunan rumah petak dibuat dari bahan-bahan yang murah. Golongan kapitalis mempunyai kekuasaan penuh dalam menentukan harga sewa, yang terpaksa harus dibayar oleh para buruh yang menyewanya. Kerja kapitalis: rumah petak yang dibangun dengan harga murah, disewakan dengan harga tinggi sehingga untungnya besar.
31. Di tengah-tengah kota, terdapat bank, hotel dan toko-toko besar. Begitu juga dengan pengacara, Tuan Pemilik Kapal, dan perusahaan-perusahaan. Masing-masing memiliki kantor sendiri di tengah-tengah kota, karena kawasan inilah yang menjadi pusat keramaian. Mereka mengunjungi kawasan ini beramai-ramai hendak membeli barang-barang produksi kapitalis, mengunjungi bank-bank kapitalis, atau tinggal di hotel-hotel milik kapitalis. Gedung-gedung yang dibangun terlalu tinggi dan terlalu rapat dari yang seharusnya, karena pihak yang menata kota ingin memastikan bahwa kelas kapitalis memperoleh keuntungan yang besar.
32. Cerita Sebuah Hotel. Empat orang kaya berunding—mereka adalah direktur perusahaan penerbangan, pimpinan perusahaan property (perumahan), dan seorang arsitek terkenal, yang berjumpa dengan seorang manajer bank. “Hotel sangat menguntungkan,” kata direktur perusahaan penerbangan. “Hotel itu haruslah besar,” tanggap si Arsitek. “Di tengah-tengah kota,” ujar pimpinan perusahaan perumahan. “Aku tahu di mana ada tanah yang murah,” kata pegawai bank yang memang banyak tahu soal tanah, karena orang-orang sering menjaminkan tanahnya ketika meminjam uang di banknya. Dia pun menelpon. “Walikota, kami telah mendirikan perusahaan perhotelan. Kami ingin membangun hotel di tanah Dewan Kota. Bisa?” “Tanah itu dekat dengan rumah petak. Orang-orang di situ menginginkan dibangun sekolah dan taman. Tidak adakah tempat yang lainnya?” “Sebenarnya ada di kota lain. Tapi sayang sekali, lahan itu sangat sesuai untuk membangun hotel. Benar, kan?” “Ya, tapi tidak adakah lahan lain?” “Tidak ada, hanya itu saja yang cocok.”
“Akhirnya, tanah itu dibangun juga. Syukurlah, sekarang taman dan sekolah akan dibangun,” kata seorang warga sambil memandangi tanah yang sekarang sedang dikeruk Buldozer. “Bukan, hotel yang akan dibangun di sana,” balas kawannya. “Hotel? Sekolah dan taman tidak bisa dibangun. Nanti cahaya dan udara akan berkurang. Alangkah bodohnya, Kita harus protes!” Warga yang menginginkan pembangunan sekolah dan taman mengajukan protes. Ratusan lembar surat protes dilayangkan kepada Walikota.
“Apa ini? Protes dari warga. Mereka itu bodoh!” kata Walikota yang banyak sekali menerima surat protes. “Sekolah dan taman hanya akan makan biaya. Hotel lah yang akan memberikan keuntungan kepada kita,” lanjut Walikota sambil membuang semua surat protes ke tong sampah. Ia tak menanggapi protes warga.
Akhirnya hotel berdiri dengan megahnya di antara rumah petak warga kota.
Tamat


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGALI KEBUDAYAAN KAMPUNG ADAT ATAKOWA

"BEKU” SANG NAGA LAUT YANG PERKASA (Bagian 1)

AGAMA LOKAL, PENGINJILAN DAN BAYI YANG TERBUANG